Perkuat Literasi Keuangan, Jadi Nasabah Bijak Waspada Kejahatan Siber
Dengan raut sedih dan hampir menangis, istri saya menghampiri ke parkiran motor,
"Mas, saldo di rekening kok berkurang begini ya. Malah hampir habis," katanya sambil mengangsurkan buku tabungan. "Padahal saldo di rekening ini nggak diotak-atik" lanjutnya.
Kami punya rekening khusus untuk menyisihkan sebagian keuntungan dari penjualan usaha rumahan.
"Lho kok bisa, Dek? Coba diingat-ingat pernah diambil atau ditransfer nggak?" tanyaku.
“Kalau ditransfer nggak mungkin Mas. Tabungan rekening ini nggak pakai ATM. Supaya nggak diambil-ambil. Aku juga nggak pernah ngambil pakai buku tabungan,” jawabnya.
Hari ini kami mau cetak buku tabungan. Supaya pingin tahu berapa yang sudah terkumpul di rekening. Dikira sudah banyak eh ternyata malah habis. Kami pun heran karena ada beberapa kali penarikan dengan kode yang tidak dimengerti. Padahal di bulan-bulan itu dia tidak pernah melakukan penarikan.
“Coba deh diingat-ingat pernah nggak datamu di pakai untuk apa gitu?"
“Rasanya nggak pernah ngasih data ke sembarangan. Paling untuk keperluan kampus atau pemberkasan dosen,”
Namun seingatnya pernah menjual handphone yang lama tanpa keluar atau logout dari beberapa aplikasi termasuk akun email.
“Ya sudah. Balik lagi ke dalam. Lapor ke CS. Mudah-mudahan bisa dijelaskan. Tapi setahu Mas kalau memang kesalahan bukan dari pihak bank maka uang tidak bisa kembali,” jelasku.
Setelah antre beberapa saat tibalah giliran kami di depan CS. Kami utarakan permasalahannya. Sang CS memberikan jawaban seperti yang sudah dibayangkan.
“Dari sistem kami tidak ada gangguan atau kesalahan. Terjadi penarikan dengan menggunakan akun dari rekening ibu. Dari datanya dilakukan nasabah sehingga kejadian ini diluar tanggung jawab bank. Begitu Bapak, Ibu…”
Kebayang betapa sedihnya kami. Setiap ada keuntungan dari penjualan selalu disisihkan setiap bulan. Kadang ratusan ribu atau jutaan rupiah. Ini dilakukan selama tiga tahun. Sudah sekian lama eh ternyata bukannya nambah malah berkurang.
Tapi mau diapakan lagi. Tak mau memperpanjangkan musibah bisa saja terjadi kapan saja dan kepada siapa saja. Namanya bisnis pasti ada kendala dan tantangannya. Untung dan rugi dalam usaha adalah hal biasa. Bahkan termasuk ditipu itu sudah menjadi risiko.
Kesalahan pasangan harus ditanggung bersama. Apalagi sudah kesalahan itu tidak dilakukan dengan sengaja. Kejadian yang kami alami pada Juli 2019 lalu memberikan sarat pembelajaran. Membuat kami semakin hati-hati dalam bertindak terutama dalam masalah keuangan.
Modus-modus penipuan keuangan memang sering dialami oleh banyak orang. Motifnya pun bermacam-macam. Kalau tidak jeli kita bisa tertipu hingga berakhir mengalami kerugian.
Pagi yang tenang di akhir pekan itu mendadak terusik. Telpon Ibuk berdering. Saat dijawab katanya dari seseorang yang menawarkan bantuan untuk membuka mobile banking. Dia mengaku karyawan BRI.
Memang, di kecamatan Renah Pamenang, Kabupaten Merangin yang terletak di pelosok provinsi Jambi, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mejadi andalan kami dan masyarakat kampung kami. Bank yang pertama kali ada di wilayah transmigrasi itu.
Ibuk saya sudah sepuh. Satu tahun lagi pensiun sebagai guru Sekolah Dasar (SD). Karena itu saya meminta izin untuk meladeninya,
“Boleh saya saja yang menjawabnya, Bu?”
“Monggo, awakmu saja yang menjawabnya, ibuk ora mudheng.”
“Begini, Pak. Kami dari petugas BRI mau menawarkan membuka mobile banking. Jadi nanti bisa transaksi dari handphone saja. Bisa dari rumah untuk tansfer atau cek rekening. Nanti kalau membuka layanan mobile banking bisa dapat cash back ratusan ribu.”
Sejak awal saya sudah curiga ini penipuan. Ada tiga alasannya. Pertama, si penelpon menghubungi di hari Sabtu. Biasanya bank buka layanan di hari kerja saja. Lha ini kenapa Sabtu buka juga? Kedua, aneh sekali membuka layanan mobile banking malah dapat cash back.
Saya sendiri sudah punya layanan mobile banking. Paham cara mengaktifkannya. Nggak ada tuh yang namanya cash back. Ketiga, penelpon menggunakan nomor pribadi. Kalau resmi dari lembaga biasanya menggunakan nomor telepon rumah atau kode telepon. Bukan menggunakan nomor pribadi.
Meskipun begitu, saya masih melayani panggilan telpon itu. Saya dengarkan baik-baik.
“Saya pikir-pikir dulu ya,”
“Baik, Bapak. Kalau bisa segera ya supaya kesempatan ini tidak hilang,” katanya dengan kesan memaksa. Layanan mobile banking adalah bentuk pelayanan untuk nasabah yang akan dipertahankan oleh bank. Tidak mungkin layanan ini dihilangkan.
Setelah telepon ditutup saya bilang ke Ibuk,
“Itu penipuan, Buk. Kalau ada seperti itu lagi nggak usah dituruti. Atau ibuk bisa langsung tutup saja telponnya,”
“Iya, Ibuk manut saja. Kamu yang lebih tahu kalau masalah teknologi ini.”
Sampai beberapa hari kemudian seseorang tadi tidak menelpon lagi. Ibuk juga tidak merasa perlu mengurus mobile banking. Karena usia sudah sepuh, agak repot kalau mencet ini itu atau memasukkan password tertentu. Ibuk memilih datang ke ATM (anjungan tunai mandiri) saja kalau mau ambil uang.
Penipuan SMS Berhadiah, Klasik Tapi Harus Tetap Diwaspadai
Pulang dari sekolah teman kos saya bernama Mas Tulip bertanya,
“Uang Rp 25 juta bisa buat beli apa ya. Motor apa bagusnya, Padil?”
Saya kaget. Baru saja masuk kos eh ditodong kalimat seperti itu. Membayangkan seberapa besar jumlah uangnya saya pun iri. Kok bisa dapat uang segitu banyaknya?
“Wah, nggak tau saya Mas. Belum pernah megang uang sebanyak itu.”
“Ini lho aku dapat menang undian. Dalam rangka ulang tahun bank ini. Rezeki nomplok banget nih.”
Lalu dia menunjukkan pengumuman lewat pesan singkat atau SMS. Kata-katanya meyakinkan. Bahkan ada alamat websitenya pula. Nama dan alamatnya benar. Ada keterangan undian disaksikan kepala kepolisian daerah pula.
Itu terjadi di tahun 2006. Jangan bayangkan langsung paham dengan modus penipuan seperti itu. Saat itu teknologi belum maju seperti saat ini. Informasi sulit didapat. Handphone adalah barang mewah. Dari enam orang di kos hanya ada satu yang punya handphone. Saya termasuk yang tidak punya.
Beberapa kali Mas Tulip berkomunikasi dengan panitia. Membicarakan pengambilan hadiah. Di tengah percakapan itu mendadak komunikasi terputus. Lalu ada pesan masuk.
"Agar komunikasi berjalan, Pak, isikan pulsa ke nomor saya? Biar saya telpon lagi menjelaskan ke bapak."
Saat itu harga pulsa masih mahal. Untuk pulsa nominal Rp. 25.000 itu harganya Rp. 32.000. Untuk pertama kami ini belum paham kalau ada indikasi penipuan. Tarif telpon pun masih mahal. Pulsa sejumlah itu pun cepat habis. Mas Tulip diminta mengisi pulsa seharga RP. 100.000. Setelah itu Mas Tulip berkomunikasi lagi.
Saya kurang entah apa yang dibicarakan pada akhirnya Mas Tulip diminta untuk mentransfer sejumlah uang. Dari hadiah Rp. 25 juta ada pajaknya 5 % sekitar Rp. 1.250.000. Diminta tranfer pajaknya dulu supaya nanti Mas Tulip menerima utuh Rp. 25 juta.
Tapi Mas Tulip hanya punya Rp. 500 ribu. Itu pun untuk untuk bayar kos.
“Seharusnya dibayar semuanya. Tapi coba ditransfer Rp. 500 dulu nanti saya bantu ya. Bisa atau tidak sama panitianya.”
Setelah ditransfer, Mas Tulip diminta menunggu beberapa jam. Kemudian ditelpon lagi untuk mentranfer Rp. 500 ribu lagi. Meskipun belum lunas tapi bisa dipastikan bisa cair karena sudah lebih dari 75 % pelunasan pajak.
Sebetulnya sudah tidak ada lagi uang. Tapi laki-laki terbayang uang sebanyak Rp. 25 juta maka Mas Tulip mencari jalan lain. Mas Tulip minjam uang ke Eko. Ada uang buku yang belum dibayarkan. Itu dipinjam dulu. Akan diganti kalau hadiah sudah cair.
Saya menemani Mas Tulip pergi ke ATM. Cukup jauh jaraknya dari kos. Sekitar setengah jam perjalanan. Setelah mentransfer, Mas Tulip mengkonfirmasi panitia.
Sudah satu jam lebih belum ada konfirmasi dari si penelpon. Waktu berjalan terasa lama sekali. Sekarang Mas WTulip mulai gelisah dan takut-takut. Dua jam kemudian si penelpon kembali hubungi. Dan mengatakan bahwa harus mentransfer Rp. 200 ribu untuk menggenapi pajak.
Sampai di sini Mas Tulip mulai ragu, benar dapat hadiah atau tidak. Mas Tulip bingung. Mau mundur, sudah habis lumayan. Kalau mundur bisa-bisa hadiah batal diberikan. Apalagi tinggal Rp. 200 ribu saja. namun, kalau maju dan ternyata penipuan berarti dia tertipu semakin besar.
Setelah beberapa lama memikirkannya akhirnya Mas Tulip tidak meneruskan mentransfer uang lagi. Dan setelah itu si penelpon tidak menghubungi lagi. Mas Tulip dapat kesimpulan kalau itu adalah penipuan. Sehingga total penipuan yang dialami oleh Mas Tulip adalah Rp. 1.132.000 termasuk mengisi pulsa. Jumlah yang besar apalagi di tahun 2006 lalu.
Hati-Hati Mental Instan. Mau Untung, Malah Buntung
Mengapa bisa tertipu? Selain belum familiar dengan modus-modus penipuan, namanya orang kampung pasti silau dan gelap mata mendapat iming-iming uang Rp. 25 juta. Ibaratnya sedang susah mencari uang terus mendapatkan tawaran yang menggiurkan siapa sih yang nggak mau sehingga membutakan mata dan menutup akal jernih.
Tak hanya orang kampung, masyarakat di perkotaan yang identik dengan kemapanan dan bajirnya informasi pun bisa mengalami penipuan ini. Ya, tidak sedikit kasus penipuan yang dilatari keinginan ingin untung dengan instan. Diiming-imingi hadiah atau keuntungan besar tetapi dalam waktu singkat akhirnya membuat silau mata. Mau untung eh malah buntung.
Modus penipuan menang undian memang klasik. Sudah ada jauh sebelum media sosial berkembang pesat. Namun, bukan berarti penipuan seperti ini sudah tidak ada lagi. Masih ada karena dianggap masih berpeluang terutama masyarakat yang literasi informasinya masih rendah.
Yuk waspada dengan modus penipuan menang undian berhadiah. Baik itu berbentuk kupon palsu yang ada pada produk, lewat sms, email, bahkan lewat telepon langsung.
Kenali bentuk penipuan yang biasanya:
- Menggunakan nomor pribadi, bukan telepon kantor
- Menggunakan website murahan atau gratis (bersubdomain .blogspot, .heck.in, .tk, dan lainnya). Meskipun, kadang ada juga yang memakai domain berbayar atau TLD
- Mencantumkan nomor rekening, nomor telepon, dan lainnya.
Penipuan
Semakin ‘Kreatif’, Merambah ke Ranah Agama
Pembaca yang bijak, perkembangan teknologi pasti membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya kita dengan mudah mendapatkan informasi dan mudah berkomunikasi. Namun, dampak negatifnya modus penipuan semakin canggih, berubah, dan beragam.
Caranya pun semakin halus.
Bahkan penipuan di bidang sosial/agama. Teman saya adalah panitia pembangunan sebuah masjid. Suatu hari ada yang mengaku sudah transfer Rp. 5 juta untuk donasi. Dia juga sudah mengirimkan bukti tranfernya. Teman saya pun mengucapkan terima kasih.
Beberapa saat kemudian, orang tadi menelpon. Katanya ada kelebihan jumlah transfer. Yang seharusnya Rp. 3 juta malah Rp. 5 juta. Dia kirim juga bukti transfernya. Formatnya sama persis dengan yang asli. Kertasnya pun rapi. Dia menelpon dengan bahasa yang ramah dan meyakinkan.
“Mohon maaf ya Pak Ustadz. Saya kelebihan transfer. Saya minta ditransfer kelebihannya. Saya mau bawa berobat mamah saya,” katanya.
Teman saya mikir setiap orang bisa saja salah kirim. Bagaimanapun kelebihan itu adalah hak si pengirim. Sudah baik dia mau berdonasi. Kalau dikembalikan Rp 2 juta kan berarti masih donasi Rp. 3 juta. Akhirnya teman saya mengirimkan kelebihannya tadi (Rp. 2 juta) tanpa mengeceknya dulu.
Beberapa jam ketika sempat mengecek ke rekening baru sadar kalau dia telah ditipu. Sudah dihubungi orang tadi tetapi tidak ditanggapi. Ditelpon tidak diangkat. Kemudian dikirim pesan bahwa tidak ada uang yang ditransfer tadi. Diminta juga agar mengembalikan sejumlah uang yang ditipu tadi. Semuanya tidak ditanggapi. Malah beberapa saat kemudian dia sudah tidak bisa dihubungi.
Penipu tidak pandang bulu. Bahkan dalam urusan ibadah atau agama saja mereka mau-maunya menipu.
Sama halnya dalam dunia nyata, kejahatan dalam dunia maya semakin marak dan rupa-rupa perkembangan modusnya.
Sama halnya dalam dunia nyata, kejahatan dalam dunia maya semakin marak dan rupa-rupa perkembangan modusnya.
Kaspersky menyebut ada sekitar 11,8 juta, atau nyaris 12 juta ancaman kejahatan online yang mengintai pengguna situs web di Indonesia dalam tiga bulan pertama di 2022 (kuartal-I 2022), terhitung mulai Januari-Maret 2022.
Padahal, pada periode yang sama di tahun lalu jumlah ancaman online yang mengincar pengguna Indonesia di angka sekitar 9,6 juta. Jadi ada peningkatan sebesar 22 persen dalam satu tahun ini.
Jumlah ancaman online ini pun menempatkan Indonesia sebagai negara nomor satu di Asia Tenggara yang memiliki ancaman online terbanyak, menyusul Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura.
Dengan data itu pula, Indonesia menempati urutan ke-60 sebagai negara yang memiliki jumlah ancaman online terbanyak di dunia. Kemajuan teknologi membawa dampak baik dan dampak buruk. Ditambah lagi jumlah penduduk Indonesia cukup besar yang menjadi peluang besar pula kejahatan dalam dunia maya untuk mendapatkan keuntungan yang merugikan orang lain.
Mewaspadai Soceng, Teliti Saat Berkomunikasi
Berbagai jenis kejahatan siber yang terjadi. Salah satunya yang perlu diwaspadai adalah rekayasa sosial atau Social Engineering (Soceng). Soceng adalah salah satu istilah yang viral. Mungkin istilah ini baru kita kenal. Padahal mungkin tanpa sadar kita pernah melihat, mendengar, atau bahkan mengalaminya.
Soceng atau Social Engineering adalah adalah manipulasi psikologis dari seseorang dalam melakukan aksi atau menguak suatu informasi rahasia.
Dalam bahasa Indonesia Social Engineering diterjemahkan sebagai rekayasa sosial. ekayasa sosial merupakan salah satu metode yang digunakan oleh peretas untuk memperoleh informasi tentang targetnya, dengan cara meminta informasi itu langsung kepada korban atau pihak lain yang mempunyai informasi itu.
Dengan rapi, meyakinkan dan cara halus pelaku soceng mengelabui korban. Saking rapinya korban sampai tidak menyadari bahwa dirinya sedang ditipu.
Bagaimana social engineering atau rekayasa sosial ini terjadi?
1). Lewat telepon
Soceng lewat telpon merupakan metode yang paling sering dilakukan. Modus ini dilakukan dengan menghubungi target lewat telpon. Pelaku mengaku dari pihak bank, marketplace dan lainnya menanyakan informasi pribadi korban. Misalnya nama ibu kandung, kode OTP, password, dan lainnya.
Sering dilakukan saat kondisi psikologi orang sedang dalam situasi kritis misalnya saat sibuk, tengah malam, atau sedang mengalami masalah sehingga tidak bisa berpikir secara jernih. Saat itulah gangguan berupa soceng ini bisa tepat sasaran.
2). Lewat internet
Modus soceng lewat internet juga sering dilakukan. Korban biasanya belum melek internet. Pelaku biasanya membuat situs atau website palsu yang sangat menyerupai website asli. Website tadi dipakai untuk mencantumkan informasi nama korban yang mendapatkan hadiah undian. Korban diminta memberikan informasi pribadi sebagai persyaratan pencairan hadiah.
Selain itu, soceng bisa dilakukan melalui email yang memerintahkan calon korban untuk mengeklik tautan. Bahasanya pun sangat meyakinkan. Padahal, link tersebut bisa membuka data pribadi kita.
3). Lewat media sosial
Media sosial paling banyak memuat data kita. Berbagai aktivitas dan pertemanan kita ada di sana. Informasi ini bisa digunakan pelaku soceng untuk melakukan penipuan.
4). Lewat tatap muka secara langsung
Soceng atau rekayasa sosial bisa juga dengan bertatap muka langsung. Pelaku dengan rapi mendapatkan informasi tentang korban. Misalnya dengan bertanya tempat tinggal, nama anak, hobi, dan lainnya. Pelaku bisa juga mendapatkannya dari orang-orang yang di sekitar korban. Data ini digunakan untuk meyakinkan calon korban sehingga terkesan tidak salah target.
Kenali dan Waspadi Juga Serangan Siber, Yuk Lebih Jeli dan Teliti
Begitu juga dengan serangan siber atau cyber attack yang sering terjadi. Siapapun bisa jadi korbannya baik individu, kelompok, maupun organisasi. Ada baiknya kita tahu dan mengenali beberapa serangan siber yang sering terjadi.
1. Spamming, yaitu kegiatan mengirim email palsu dengan memanfaatkan server email. Spamming bisa juga diartikan dengan pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu bagi yang dikirim.
2. Hacking, yaitu kegiatan menerobos program komputer milik orang/pihak lain.
3. Snooping, yaitu suatu pemantauan elektronik terhadap jaringan digital untuk mengetahui password atau data lainnya.
4. Sniffing, yaitu penyadapan terhadap lalu lintas data pada suatu jaringan komputer.
5. Spoofing, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh akses yang tidak sah ke suatu komputer atau informasi dimana penyerang berhubungan dengan pengguna dengan berpura-pura memalsukan bahwa mereka adalah host yang dapat dipercaya.
6. Pharming, yaitu situs palsu di internet, merupakan suatu metode untuk mengarahkan komputer pengguna dari situs yang mereka percayai kepada sebuah situs yang mirip.
7. Defacing, yaitu kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain.
8. Phising, yaitu kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface.
9. Jamming, yaitu aksi untuk mengacaukan sinyal di suatu tempat. Dengan teknik ini sinyal bisa di-ground-kan, sehingga sinyal tidak bisa ditangkap sama sekali.
10. Malware, yaitu aplikasi komputer yang khusus dibuat dengan tujuan mencari kelemahan dan celah dari software. Malware dirancang untuk menganggu atau menolak software dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi yang mengarah pada hilangnya privasi/eksploitasi/mendapatkan akses tidak sah ke sumberdaya sistem.
Kunci utama melakukan keamanan siber ada pada diri sendiri. Kita harus waspada dari berbagai hal yang dapat terjadi di dunia maya. Dunia digital memang penuh bahaya. Tapi bisa ditangkal dengan kewaspadaan kita. Apa saja yang bisa kita lakukan untuk pencegahannya?
- Jaga data pribadi. Jangan mudah memberikan data pribadi kepada siapapun. Sebab bisa saja nanti disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
- Gunakan password yang kuat. Misalnya kombinasi huruf dan angka, huruf kapital dan huruf kecil. Pasang kata sandi/keamanan tambahan pada ponsel kita. Ganti paswword secara berkala misalnya dua bulan sekali. Hindari menggunakan kata sandi yang mudah ditebak seperti lahir, tanggal pernikahan, nama kita atau anggota keluarga.
- Jangan pernah mengunduh aplikasi dari sumber yang tidak resmi. Unduh aplikasi hanya dari toko resmi seperti Google Play (Android), App Store (iOS), atau Microsoft Store. Hindari masuk ke aplikasi yang sifatnya hanya untuk hiburan dengan memakai akun media sosial kita karena bisa berpotensi diretas.
- Jangan mengeklik tautan atau link yang mencurigakan baik itu dalam e-mail, pesan masuk (SMS), atau di media sosial. Kalau bisa kita verifikasi dulu keasliannya. Namun, jika mencurigakan lebih baik abaikan saja tautan itu.
- Tidak sembarangan menggunakan fasilitas internet publik. Pakailah jika fasilitas itu bisa dipercaya. Jangan masukkan nama pengguna dan kata sandi serta data pribadi saat tersambung ke fasilitas internet publik. Juga hindari login ke akun bank atau layanan serupa saat menggunakan fasilitas internet publik.
- Waspada apabila ada telepon atau SMS permintaan untuk mematikan ponsel sementara atau mengetikkan suatu kode khusus di ponsel. Segera hubungi operator seluler apabila layanan komunikasi ponsel tiba-tiba tidak berfungsi, seperti tidak dapat melakukan dan menerima panggilan atau SMS.
Menguatkan Literasi Keuangan Bersama Gen-Z
Saya
seorang guru. Pernah saya mengajak diskusi bareng siswa tentang pentingnya literasi
keuangan. Mereka adalah generasi Z. Pasti durasi di dunia maya semakin lama. Bahaya
penipuan secara online juga semakin besar.
Zaman
sekarang berbagai modus penipuan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung
jawab. Kalau tidak jeli, kita bisa terkena korban.
Maka
literasi keuangan ini sangat penting untuk mereka. Saya sudah memulai langkah
kecil yaitu memberikan edukasi tentang penipuan online.
Saya
bertanya kepada mereka lewat aplikasi Google docs. Saat itu mereka memang
membawa handphone ke sekolah. Ada beberapa pertanyaan yang saya ajukan.
Pada pertanyaan, “Apakah kalian pernah mendapatkan penipuan tentang keuangan?”, sebanyak 71,4 % menjawab pernah dan 28,6% menjawab tidak pernah. Kemudian pertanyaan, “Apakah orang tua kalian pernah mendapatkan penipuan tentang keuangan?” sebanyak 64,3% menjawab pernah dan 35,7% menjawab tidak pernah.
Lalu pertanyaan, “Bagaimana cara menghindari penipuan online?” beberapa jawabannya adalah
Nggak usah ditanggapin, dibiarkan atau tidak direspon, menjauhi penipu, tidak meresponnya, mencari kebenaran yang terlebih dahulu, membalas menjebak si penipu, didiamkan atau tidak usah direspon, dan lainnya.
Saya juga berbagi tips untuk menghindari penipuan. Kelihatan mereka antusias dengan diskusi ini. Saya melakukan diskusi ini tidak satu pelajaran penuh tetapi di akhir pelajaran sekitar 15 menit sebelum KBM berakhir. Tidak di dalam kelas tetapi di luar kelas. Dekat lapangan basket. Jadi suasananya santai sekali. Meskipun santai, tetap serius dengan diskusi ini.
Ada
tips keren untuk menghindari penipuan online. Disingkat JAGO. Apa itu JAGO?
1.
Jaga kerahasiaan akun media sosial dengan tidak
menunjukkan data pribadi kepada orang lain.
2.
Abaikan tautan mencurigakan yang tidak jelas
asalnya dari mana.
3.
Gunakan kata sandi yang kuat
serta diganti secara berkala.
4.
Optimalkan keamanan akun dengan fitur enskripsi dan
autentifikasi dua faktor.
Di
sekolah saya mendapatkan tanggung jawab mengawal literasi sekolah. Saya pikir
literasi bukan hanya baca tulis saja tetapi banyak jenisnya termasuk literasi
keuangan. Sehingga saya merasa penting untuk memberikan pengetahuan tentang
bahaya penipuan online ini.
Tak hanya tentang penipuan online tetapi juga kami berdiskui tentang pentingnya mengelola keuangan.
"Kita harus pandai mengelola keuangan. Kalau punya uang jangan boros. Apalagi mentang-mentang dikasih orang tua, terus nggak bijak make uangnya," pesan saya.
Menguatkan literasi keuangan pada siswa (dokumentasi pribadi) |
Berdiskusi tentang literasi keuangan (dokumen pribadi) |
Saya juga menekankan tentang masalah berutang. "Kalau bisa hindari utang. Sering lho orang berutang itu bukan karena kebutuhan tetapi karena keinginan," ujar saya.
"Maksudnya gimana, Pak?"
"Misalnya buat beli handphone terbaru padahal handphone lama masih bisa digunakan. Itu kan sebetulnya nggak butuh-butuh amat. Cuma keinginan atau nurutin gengsi," jelas saya. paun bisa menjadi penyuluh digital bagi yang lainnya.
Dalam mendukung strategi strategi go smaller, go shorter, go faster yang
tengah dilakukan BRI, salah satu gebrakan yang dilakukan BRI adalah dengan efisiensi
proses bisnis untuk dapat menekan operational cost dan
operational risk.
BRI juga memiliki memiliki program Penyuluh Digital. Ada tiga tugas penyuluh digital.
Pertama, mengajak atau mengajari
masyarakat yang belum melek layanan perbankan digital sehingga lebih digital savvy seperti bisa membuka
rekening secara digital.
Kedua, mengajari
masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.
Ketiga, mensosialisasikan dan mengajari masyarakat untuk
mengamankan rekeningnya dari kejahatan-kejahatan digital.
“Ini yang harus kami lakukan, bagian daripada journey masyarakat yang harus diikuti dalam rangka menuju masyarakat yang lebih digital dan cashless dalam transaksi,” kata Direktur Utama BRI, Sunarso.
Kenali Lebih Dekat Akun Resmi BRI
Salah satu cara untuk terhindar dari penipuan yang mengatasnamakan Bank BRI adalah dengan mengenali akun resmi BRI. Pelaku bisa saja membuat berbagai macam akun yang menyerupai akun bank BRI seperti akun Chatting Apps (WhatsApp, Telegram, Line), hingga media sosial (Instagram, Facebook, dan Twitter).
Namun, dengan mengenali akun resmi BRI, kita bisa terhindar dari penipuan modus tersebut.
1. Kenali akun Twitter Resmi BRI
2. Kenali akun Instagram resmi BRI
3. Kenali akun Facebook resmi BRI
4. Kenali akun WhatsApp resmi BRI
Yuk, jadi Nasabah Bijak BRI dengan follow akun resmi BRI yang sudah bertanda verified atau bertanda centang biru. Kalau tidak centang biru, jangan follow.
Berikut akun resmi BRI yang harus diketahui :
Twitter : @BANKBRI_ID, @kontakBRI, @promo_BRI
Instagram : @bankbri_id
Tiktok : bankbri_id
Youtube : BANK BRI
Facebook : BANK BRI-
Channel Contact BRI :
Call Center : 14017/1500017
Whatsapp (Sabrina) / SMS : 0812-12-14017
Facebook Messenger (Sabrina) : BANK BRI
Email BRI : callbri@bri.co.id
Akhir Tulisan
Aktivitas dalam dunia digital semakin meningkat. Penggunaan
internet dalam sehari-hari tidak bisa dihindari. Bahaya kejahatan siber akan
selalu ada. Namun, dengan kehati-hatian kita bisa menghindari kejahatan siber
itu.
Termasuk berhati-hati terhadap pihak yang menghubungi dalam kepentingan apapun. Waspada itu harus, tetapi jangan berlebihan. Mari kita kuatkan kewaspadaan kita dalam bermedia sosial. Pastikan berinteraksi dengan akun resmi saja. Ayo jadi Nasabah Bijak dengan selalu waspada agar kita bisa aman dan nyaman bertransaksi di era digital. (***)
Tulisan ini diikutsertakan dalam BRI Blogging Competition 2022 dengan Tema : "Menjadi Nasabah Bijak, Lindungi Diri Dari Kejahatan Siber". Olah grafis dilakukan dengan menggunakan aplikasi Canva pendidikan.
Referensi tulisan:
https://www.bri.co.id/en/web/guest/waspada-modus-detail?title=kenali-lebih-dekat-akun-resmi-bri
https://bisnis.tempo.co/read/1596757/bri-optimalkan-peran-penyuluh-digital
https://economy.okezone.com/read/2022/07/20/622/2633175/nasabah-wajib-waspada-ini-6-modus-dalam-kejahatan-digital-perbankan
https://tekno.kompas.com/read/2019/12/11/09430057/4-cara-menjaga-keamanan-data-pribadi-dari-kejahatan-siber.
https://tekno.kompas.com/read/2022/04/28/07000027/awal-2022-indonesia-hadapi-11-juta-ancaman-di-dunia-maya?
Terimakasih sangat bermanfaat. Hati-hati dalam betinternet.
ReplyDeleteTerimakasih kembali Bu. Semoga bermanfaat. Yuk bijak dengan keuangan kita.
DeleteTerimakasih sharing Infonya Pak, yg marak Penipuan mengatasnamakan BRI,.. data-data kita gak aman
ReplyDeleteSama-sama Bu Mayor. Kemajuan digital juga membawa dampak buruk ya Bu. Kalau kita hati-hati mudah-mudahan terhindar dari serangan kejahatan siber ya Bu.
ReplyDeleteSatu bulan kemaren ada wa yang mengatas manakan BRI saya abaikan
ReplyDeleteKarna pake no wa.
Informasi lengkap yang bermanfaat
Terima kasih pak
Wah, harus hati-hati ya Bu. Bisa dikenali dari beberapa hal kalau itu asli atau penipuan. Salah satunya kalau pakai nomor pribadi.
DeleteKalau lembaga resmi biasanya menggunakan nomor telpon kantor atau rumah yang pakai kodenya. Kalau bukan begitu, harus diabaikan. Mudah-mudahan kita terhindar dari kasus penipuan. Aamiin
Luar biasa tulisannya pak padil,salam sehat
ReplyDeleteTerimakasih banyak Bu, Makasih sudah berkunjung. Aamiin
DeleteSangat bermanfaat
ReplyDeleteAamiin. Terimakasih banyak Bu. Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat. Boleh disebar ya Bu jika diperlukan.
DeletePenting banget memperhatikan centang biru sebagai tanda akun resmi ya. Soalnya kalau buru-buru, apalagi panik, bisa aja salah klik karena nama dan foto profilnya sama.
ReplyDeleteDuh pasti sedih banget ya, tabungan hasil keuntungan usaha yang udah dikumpulkan selama 3 tahun, hilang tanpa ketahuan apa penyebabnya. Tapi jadi pembelajaran juga untuk lebih berhati-hati dengan data pribadi yang mungkin tersimpan di handphone.
Penting sekali mewaspadai kejahatan siber seperti ini. Pernah paman saya hampir ketipu sama telepon asing dan SMS yang nyuruh klik link. Untungnya beliau tanya ke anaknya terlebih dulu. Misal enggak mungkin udah kena penipuan.
ReplyDeleteLengkap dan mengupas secara detail, apalagi menyangkut literasi keuangan secara online. Ini penting karena masih banyak anggota masyarakat yang belum tahu.
ReplyDeleteAda banyak bgt modus penipuan yg terlihat meyakinkan sehingga kita harus benar-benar jeli. Saudara saya bahkan pernah ketipu dg modus menang undian. Kalau ingat rasanya masih tidak ikhlas, apalagi uang yg dipakai yg katanya untuk bayar pajak adalah uang pinjaman huhu.
ReplyDeleteSering banget dapat message menang undian berhadiah ini. Saya enggak pernah tanggapin Pak. Rasanya nggak masuk di akal aja. Sayangnya saudara saya kena, modusnya kelebihan transfer. Akhirnya tabungan dia berkurang. Sayang banget pokoknya. Harus lebih waspada. Modus penipuan Kian beragam soalnya
ReplyDeleteSepakat, kita harus menjadi nasabah bijak untuk melawan kejahatan Soceng (social engineering)
ReplyDeleteIya, penipuan makin banyak modusnya dan makin kreatif. Saya kadang pengen ganti nomor HP gara2 nomor lawas sering dapat sms ginian. Untungnya saya selalu waspada dan semoga saja selalu begitu.
ReplyDeleteKebayang banget yang tahun 2006 penipuannya. Jaman hape masih jarang, bikin website modal domain acakadul udah macam website resmi. Ah...tapi jaman segitu dulu saya juga belum ngerti apalah domain itu, apalagi soceng...
ReplyDeleteMatur nuwun pak tulisannya sangat mencerahkan. Dah sering sekali dapet telpon dan sms dari nomor-nomor asing yang menawarkan produk keuangan tertentu. Jni kalau kita kurang paham tentu bisa jadi korban penipuan.
ReplyDelete