Menjadi Guru Yang Tak Biasa Dengan Laptop Tak Biasa, ASUS Vivobook 14 OLED (M3400)
Walaupun aku bukan kuliah di keguruan atau kependidikan, tapi aku milih jadi guru. Beberapa orang menanyakan hal ini. Bahkan istri aku pernah bertanya
“Kenapa Mas milih jadi guru, kuliahnya kan bukan di keguruan?” tanya istri.
“Dulu Mas kuliah sambil kerja. Kerjanya ngajar privat anak SMP dan SMA. Dari sana keterusan ngerasa nyaman ngajar. Makanya terus milih jadi guru aja.”
“Jadi nggak mau pindah kerja apa atau di mana gitu,?”
“Sampai sekarang mah belum kepikiran. Masih seneng jadi guru,”
Begitulah. Saat SMA hingga awal kuliah masih belum kepikiran jadi guru. makanya saat kuliah aku mengambil jurusan non keguruan. Aku kuliah di jurusan fisika Universitas Andalas Padang. Saat kuliah semester 3, aku nyambi mengajar di bimbingan belajar. Hasilnya lumayan. Bisa nambah uang saku dan membayar uang kos. Semakin lama semakin nyaman mengajar.
Aku juga mengajar privat. Kalau ngajar bimbingan belajar itu di lembaga bimbingan belajar, kalau les privat itu datang ke rumah-rumah. Hobi mengajar ini mengantarkanku jadi guru hingga saat ini. Karena aku dari jurusan fisika murni, bukan pendidikan, maka banyak hal yang harus aku pelajari lagi. Banyak hal yang baru. Bahkan hal-hal yang kecil sifatnya. Saat jadi guru aku baru mengenal apa itu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kompetensi dasar, strategi mengajar, kriteria ketuntasan minimum (KKM), dan lainnya. Semuanya adalah hal yang baru bagi aku. Tapi aku nggak mau menyerah. Aku bergerak mencari tahu.
Tapi aku yakin bahwa banyak hal yang kita belum tahu dan belum bisa. Namun, dengan kemauan belajar maka kita bisa menjadi tahu dan menjadi bisa.
Motivasi Menjadi Guru, Sebuah Ikhtiar Belajar Membahagiakan
“Jadi apa motivasi Mas milih jadi guru?” tanya istriku.
“Selain mengajarkan ilmu kepada generasi muda Indonesia, Mas juga pengen membuat siswa itu seneng di sekolah,” jawabku. “Sepertinya tugas berat setiap sekolah adalah membuat siswa betah di sekolah. Kebanyakan yang ada siswa itu kalau di sekolah pengennya pulang atau ke rumah. Kalau sedang di rumah pengen ke sekolah, tapi nggak belajar.”
Aku sering mikir, aku pernah jadi murid, maka dengan jadi guru, aku ingin melakukan apa yang diinginkan oleh murid seperti jadi guru yang menyenangkan, bisa humor, nggak pelit ngasih nilai, mau menghargai usaha murid, dan lainnya.
Wali kelasku sewaktu kelas 2 SD namanya Bu Sri Hartatik. Salah satu guru yang selalu aku ingat. Bukan karena ngasih nilai bagus di raport tetapi karena kebiasaan beliau memanggil dengan sapaan yang membuatku bahagia.
Beliau memanggilku ‘Den Bagus’. Kadang ‘Mas Padil’. Begitulah ‘hanya’ dengan memberikan sapaan bagus membuatku mengenang beliau selamanya. Hal yang biasa tetapi jadi luar biasa bagiku. Ini pula yang aku bawa saat jadi guru. Memanggil siswa dengan sapaan bagus, memuji, dan memanusiakan. Aku berusaha menghindari memanggil siswa dengan sapaan yang buruk atau merendahkan.
Dan aku mau nggak melakukan apa yang dibenci murid seperti membanding-bandingkan dengan murid lainnya, meremehkan pekerjaan siswa, suka marah-marah, monoton dalam mengajar, melakukan kekerasan, terus menerus ngasih tugas, dan lainnya.
Jadi, walaupun sedikit progres, harusnya murid dikasih apresiasi. Walaupun kecil, apresiasi itu sangat dibutuhkan.
“Terus, gini lho Dek. Mas tuh punya prinsip begini. Kalau jadi guru itu harus bisa membuat pelajaran jadi menyenangkan. Termasuk pelajaran fisika atau matematika. Dan kalau nggak bisa membuat pelajaran jadi menyenangkan, minimal suasananya menjadi menyenangkan. Belajar itu penting. Bahagia itu harus..”Ini penting. Sebab bisa jadi sekolah itu dirasakan sebagai beban oleh siswa. Gimana nggak beban, mereka harus mempelajari banyak mata pelajaran. Bisa 12 atau 14 mata pelajaran. Sehari bisa 3 atau 4 mata pelajaran. Bisa juga satu hari dipenuhi mata pelajaran eksak.
Jujur saja saat jadi murid dulu aku merasakannya sebagai beban. Sepertinya murid sekarang pun merasakannya begitu. Makanya aku berusaha membuat belajar jadi menyenangkan.
“Kalau kalian tidak menguasai semua materi di buku itu tidak apa-apa. Kalau menguasai semua materi ya bagus. Intinya Bapak tidak menuntut kalian paham dengan semua materi. Karena tidak semua suka fisika.
“Baik, Pak. Terima kasih. Jadi nggak papa ya kalau nilai kami renah?” tanya Lana. Siswa kelas X.
“Ya, nggak papa. Yang lebih penting adalah penggunaan ilmu fisika itu. Percayalah sebetulnya fisika itu banyak dipakai di kehidupan kita,” tegas aku.
Kalimat ini sering aku sampaikan di depan kelas kepada siswa. Terutama di awal tahun ajaran baru. Mohon maaf jika pandangan aku berbeda dengan guru lain. Tapi demikianlah yang aku sampaikan kepada siswa.
Saat mengajar fisika, aku paham bahwa tidak semua murid suka. Ini menjadi tantangan bagi guru. Bahkan menjadi permasalahan semua guru di Indonesia. Apa boleh guru memaksa siswanya menguasai semua pelajaran?
Khusus fisika nih biasanya materi fisika sangat banyak. Bukunya tebal. Lebih tebal dari buku lain. Bebannya pun menjadi semakin berat. Apakah semua itu dibutuhkan siswa? Nggak. Nggak semua orang butuh materi-materi dalam mata pelajaran fisika.
Setiap orang punya bakat yang bisa berbeda. Dalam kelas ada calon
pemain sepakbola yang tidak begitu butuh fisika, ada calon pejabat yang justru
lebih membutuhkan kemampuan public speaking dan manajemen organisasi.
Aku juga mengajak siswa bahwa belajar bukan hanya saat ujian saja.
“Belajar itu untuk hidup. Bukan untuk ujian. Kalian bisa belajar dari siapa saja. Bahkan kalau kalian lebih paham belajar dengan teman dibandingkan dengan Bapak ya tidak apa-apa.”
Dari fisika murni lalu menjadi guru fisika, mungkin aku termasuk dalam 80 persen mahasiswa yang salah mengambil jurusan. Tapi aku jadi guru bukan karena mengambil lahan anak keguruan, semata-mata berkontribusi untuk pendidikan Indonesia agar lebih maju lagi. Dan sekarang, aku sudah 11 tahun menjadi guru. Ya, aku guru di SMA swasta di kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Kalau ditanya jadi guru ribet apa nggak, pastinya
setiap kerjaan ada tantangannya. Salah satu yang dihadapi adalah hadirnya kebijakan
baru. Biasanya guru repot di awal. Butuh waktu untuk beradaptasi. Kadang harus
bertemu dengan hal-hal yang berat. Setiap kali bertemu dengan hal-hal yang
berat itulah aku katakan bahwa aku adalah guru pembelajar, mau belajar, dan
pasti bisa.
Walaupun sudah menjadi guru bukan berarti proses
belajar itu berhenti. Aku selalu menemukan hal-hal yang baru. mendapat
tantangan yang baru. Untuk itu aku harus belajar lagi. Aku pun siap untuk
menjadi pembelajar sepanjang hayat (long live education).
Meskipun begitu, namanya manusia kadang bosan dan lelah dengan pekerjaannya. Termasuk aku sebagai guru. Tugas administrasi, menghadapi kebijakan yang sering berubah, aktivitas yang padat sering membuat bosan. Tapi nggak boleh lama-lama. Harus ada strategi untuk me-refresh semangat jadi guru.
Banyak sih yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan jalan-jalan. Beberapa kali aku mengunjungi tempat wisata terutama yang terdekat dari tempat tinggalku. Nah, beberapa waktu lalu aku mengunjungi tempat wisata Negeri di Atas Angin Gunung Luhur di kabupaten Lebak, Banten. Jaraknya tak jauh dari rumah. Sekitar 2 jam perjalanan. Syukurlah, cukup untuk mengusir kebosanan atau keletihan dengan pekerjaan.
Zaman sekarang ini, sumber belajar banyak sekali.
Bisa lewat buku, internet, Youtube, diskusi, maupun seminar atau
pelatihan-pelatihan. Apalagi saat pandemi, banyak sekali webinar yang diadakan.
Pandemi memang membatasi mobilitas, tapi bukan berarti kita terbatas pula
mencari ilmu. Bahkan semakin mudah.
Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah di bidang pendidikan. Nah, mudah-mudahan sedikit kontribusiku menjadi bagian dari solusinya.
Jangan Mau Jadi Guru Biasa, Harus Punya Skill Lain…
Setelah jadi guru, aku mikir apa yang bisa
dikerjakan selain mengajar. Kalau dipikir-pikir banyak juga waktu selain
mengajar. Kalau lima hari di sekolah, ada satu atau dua hari yang tidak
mengajar. Apa ya yang bisa aku kerjakan?
Saat itu sedang marak literasi. Pemerintah pun gencar menggerakkan literasi sekolah. Penguatan literasi itu diprioritaskan untuk siswa. Selain membaca, juga menulis. Membaca mungkin bisa dengan mudah dilakukan banyak orang. Tetapi jarang sekali yang bisa menulis. Wah, kalau bisa mendorong siswa menulis, pasti keren banget. Voila! Aku pikir ini sebuah peluang. Inilah yang aku cari.
Literasi Sekolah, Mulainya Dari Mana?
Sebagai guru aku pengen siswa punya
budaya literasi. Senang sekali kalau ada siswa yang suka baca apalagi menulis.
Tapi, kalau saya cuma menyuruh saja, nggak akan didengar. Saya harus ngasih
contoh dulu. Saya harus bisa membuktikan kalau siapa pun bisa menulis.
Aku pun mulai memberanikan diri menulis. Apa yang
pertama kali aku tulis di sekolah? Tentang kegiatan upacara. Semacam rilis
berita. Ada rumus 5W+1 H. Karena kegiatan ini dilakukan kita sendiri, pasti
lebih mudah melakukannya.
Sebagai latihan, menurutku lebih mudah dilakukan
daripada menulis opini karena harus mengumpulkan ide dan data yang harus dicari
lewat buku atau studi pustaka. Awal tulisan aku menulis sebisanya. Tulisanku
pun apa adanya. Setelah beberapa tahun kemudian aku merasa lucu sendiri kalau
membacanya lagi karena banyak kekurangan di sana-sini.
Setelah itu aku nekad mengirimkan tulisan ke koran. Ternyata nggak semudah yang aku bayangkan. Aku harus bersaing dengan penulis lainnya. Juga harus memenuhi ketentuan redaksi hingga memerhatikan kaidah tata bahasa. Di koran juga harus mengindahkan kata baku dan tidak baku. Hm, luar bisa rasanya. Satu tulisan itu bisa lima hari, seminggu, bahkan dua minggu. Tapi aku terus ingat bahwa aku harus nulis di koran dulu supaya lebih gampang mengajak siswa atau anak untuk menulis atau berliterasi.
Sebagai
guru kita tahu menulis itu aktivitas yang bagus. Karena menambah pengetahuan
juga. Sebab, untuk menulis, harus membaca. Makanya penulis itu pengetahuannya
luas.
Tapi
guru akan sulit untuk mengajak siswa menulis kalau belum ngasih contoh. Maka aku
harus sudah menulis dulu, baru ngajak siswa menulis.
Nggak
ada pilihan lain. Aku harus menulis. Harus menerbitkan tulisan di koran. Aku
mulai membuat kerangka
tulisan. Tema yang pas dengan profesi saya sebagai guru. Meskipun tema itu
dekat benar dengan kehidupanku, tetap saja terasa gampang-gampang susah.
Sempat menyerah karena sulitnya
merampungkan tulisan tetapi selalu ingat, kalau tidak juga berhasil menulis di
koran, bagaimana aku bisa mengajak siswa menulis?
Tulisan pertama selesai dalam empat hari.
Aku mengirimkannya ke koran lokal lewat email saja. Besoknya aku ke loper koran
di perempatan rumah. Deg-degan penuh harap tulisan saya nongol di
koran. Tapi setelah melihat kolom opini, aku kecewa. Zonk! Tulisanku
belum dimuat.
Aku kembali dengan tangan hampa. Hari itu
malah keluar uang untuk beli koran. Meskipun harganya Rp. 4.000. Meskipun
nominalnya tidak seberapa, tapi bagi guru honor sepertiku terasa lumayan. Aku
terus mengecek ke loper koran. Hingga sampai lima masih belum nongol tulisanku.
Berhari-hari itu pula aku memendam kecewa. Sementara, dompet semakin menipis.
Hari berikutnya aku putuskan tidak beli koran tetapi numpang baca di kantor sebuah organisasi masyarakat. Aku pikir kantor itu langganan koran. Sewaktu ke sana, dua koran terlipat rapi di meja.
"Pak, punten, boleh saya numpang baca koran? Mau cek tulisan dimuat atau tidak," tanya saya.
"Ambil aja, Kang"
"Terima kasih, Pak."
Harap-harap cemas. Setengah aku menuju ke
kolom opini. Ternyata dua opini di sana bukan milikku. Aku kecewa. Tapi belum menyerah.
Lalu hari berikutnya aku ke sana lagi.
Dengan memasang muka tebal menahan malu minta izin hanya membaca koran saja.
Aku hampir berteriak senang. Kali ini penantianku tidak sia-sia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya tulisanku dimuat di koran.
"Pak, boleh saya minta korannya, Pak?" pintaku.
Ternyata diizinkan,
"Boleh. Ambil saja, Kang" jawabnya.
Itulah pertama kali tulisanku dimuat
sebagai guru SMA. perjuangan saya pertama kali menembus koran. Koran itu kubawa
ke sekolah. Aku pamerkan ke kepala sekolah. Beliau memuji dan mengapresiasi.
Difotonya koran itu. Dikirim ke grup guru. Banyak guru yang mengucapkan
selamat. Aku terharu. Teringat perjuangan untuk menerbitkan tulisan itu. Mulai
dari korban tenaga, pikiran, hingga uang.
Apresiasi itu membuatku semangat menulis
lagi. Aku bujuk kepala sekolah untuk langganan koran. Ada udang di balik batu;
supaya saya tidak repot ke loper koran atau ke kantor ormas untuk cek tulisan. Terutama
agar aku tidak perlu keluar uang.
Inilah beberapa hal yang perlu diketahui dengan mengirimkan tulisan ke koran.
- Kita bisa mengirimkan via email saja. setiap koran biasanya mencantumkan alamat email redaksi.
- Cantumkan data diri dan pengantar dalam email itu. Jadi tidak hanya mengirimkan tulisan saja. Sertakan foto terbaru juga.
- Kita sendiri harus mengecek tulisan apakah dimuat atau tidak. Sebab tidak semua media yang mengabari kalau naskah dimuat atau tidak.
- Tulisan yang dimuat mendapat honor pemuatan. Tapi tidak langsung cair. Kadang bisa sebulan bahkan tiga bulan. Kadang honor ditranfer saja, kadang harus diambil ke redaksinya.
- Jangan lupa mengkliping tulisan yang dimuat. Suatu saat kliping itu akan dibutuhkan.
Banyak
manfaat menulis di koran. Selain berbagi ide, kita bisa menjadi terkenal, hehe…
Malahan, dapat honor pula. Meskipun besarannya berbeda-beda. Biasanya koran
nasional lebih besar. Tulisanku dimuat di koran lokal. Satu tulisan dapat Rp
100.000. Lumayan sekali untuk guru honor sepertiku.
Sayangnya,
honor itu harus diambil ke kantornya. Padahal, jaraknya dari rumahku sekitar
satu jam pakai motor. Supaya lebih hemat waktu dan biaya transportasi, aku
mengambil honor kalau sudah terkumpul banyak.
Setelah itu, beberapa tulisanku dimuat lagi.
Temanya ringan saja. Tentang pendidikan atau sosial. Senang sekali kalau dimuat
di koran. Tulisan itu saya kliping. Digunting dengan rapi. Aku lem di kertas
kosong. Mungkin suatu saat dibutuhkan.
Ada banyak tulisan saya yang dimuat. Lebih banyak lagi tulisan yang ditolak. Aku
tentu saja mengajak siswa dan guru untuk mulai menulis dan berani mengirimkan
ke koran. Kalau ke kelas aku sering membawa tulisan. Memamerkan fotoku yang nampang
di koran.
"Wah, kok bisa, Pak?"
"Gimana caranya pak biar masuk
koran?" tanya mereka.
Ada satu dua yang kelihatan tertarik
menulis juga. Terutama anak-anak putri. Ada yang sudah berkonsultasi mengenai
tema, membuat kalimat pembuka tulisan, dan bertanya honor. Aku pun dengan
senang hati menjelaskannya.
Di rumah pun aku mendapat apresiasi dari
istri. Dia tertarik menulis juga. Tapi sampai beberapa bulan kemudian dia belum
mulai menulis. Tak apalah. Mungkin tinggal menunggu waktu saja.
Apakah setelahnya banyak siswa yang
tertarik menulis? Ternyata tidak juga. Karena menulis memang butuh effort yang luar biasa. Ya itu tadi.
Satu tulisan bisa empat hari hingga seminggu.
Ada Apresiasi atau Tidak, Aku terus Menulis…
Aku terus menulis meskipun ada yang
tertarik atau tidak. Mungkin kurang banyak tulisanku sehingga belum memotivasi
mereka. Baiklah, sambil menunggu ada yang tertarik, aku terus menulis.
Itung-itung nambah pendapatan untuk bisa beli beras atau ngopi. Hehe.. Lumayan
juga kalau sebulan ada tiga atau empat tulisan bisa nambah penghasilan.
Ternyata lumayan juga dari menulis itu.
Tulisanku belum tentu dimuat. Karena harus
bersaing dengan penulis lain. Biasanya media yang ngasih honor memang jadi
rebutan penulis. Nah, kalau tidak dimuat, setelah dua atau tiga bulan, aku
mengirimkannya ke media lain.
Aku tetap menulis walaupun ada honornya
atau tidak. Aku yakin, tulisan pasti ada rezekinya. Eh, suatu ketika, saya ketiban
rezeki.
Bulan Mei 2018 ada informasi lomba artikel
jurnalistik yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Salah satunya ada kategori guru. Syarat lombanya karya harus dimuat di media.
Lalu saya mendaftarkan salah satu tulisan saya berjudul Ketika Guru Mendengar.
Ini adalah pertama kali saya ikut lomba sebagai guru.
Tidak disangka karya saya terpilih menjadi juara 2. Alhamdulillah diundang oleh menteri pendidikan dan kebudayaan Prof. Muhadjir Effendy di gedung A Kemendikbud. Hadiahnya lumayan! Runner up saja mendapatkan uang tunasi Rp. 12 juta. Ditambah uang transportasi Rp. 900 ribu. Dari uang hadiah itu aku bisa untuk beli laptop, lho. Bahkan masih bisa juga untuk mendaftar kuliah magister. Ya, dengan uang hadiah itulah saya mendaftar kuliah S2.
Aku semakin termotivasi dan mengompori
teman-teman guru agar menulis di koran. Dengan senang hati berbagi pengalaman.
Kalau tulisanku dimuat, aku membagikannya ke media sosial.
Akhirnya 'provokasi' ini berhasil. Virus
menulis tersebar semakin luas. Satu dua guru tertarik menulis di koran. Ada
juga siswa yang karyanya dimuat di koran. Bahkan kepala sekolah hingga ketua
yayasan juga! Wah, senengnya... Satu lagi, ada karya pegawai tata usaha (TU)
juga.
Seingat saya beliau mengakui sebelumnya
tidak pernah menulis atau karyanya dimuat di koran.
Eh, iya. Kepala dapur di sekolah kami juga
ikut menulis, lho. Nggak nyangka. Dulu sih ngajak siswa dan guru. Eh
tapi sampai dapur pula virus menulis tersebar. Dari sering menulis itu pula aku bisa menerbitkan buku dengan berjudul Guru untuk Indonesia yang diterbitkan pada 2017.
Menjadi Guru Blogger, Kesempatan Terbuka Lebar
Tidak ada tulisan yang mubazir. Kalau tidak
dimuat di media A, kirim ke media B. kalau tidak dimuat di media nasional,
kirim ke media lokal. Kalau tidak dimuat juga, posting saja di blog. Pasti dimuat!
Agar tulisan tidak mubazir, tulisan-tulisan yang tidak dimuat di koran itu ku posting di blog. Kalau di blog, pasti dimuat karena medianya punya sendiri.
Hehe .. Jadi tulisan nggak ada mubazirnya.
Sebetulnya aku sudah punya blog sejak 2007.
Tapi baru sebatas nulis sembarangan. Saya memposting apa saja. Kadang cerita kegiatan
kuliah, tugas kuliah, kegiatan organisasi, atau artikel ringan lainnya. Aku kurang
serius mengelolanya. Misalnya ada yang tidak gambar, lupa mencantumkan judul,
tampilan seadanya, template gratisan, dan domain gratisan pula.
Aku
beli domain berbayar di tahun 2019. Saat itu aku ikut lomba. Agak berbeda nulis
untuk koran dan blog. Jadi aku harus beradaptasi. Bermodal berani saya ikut
kompetisi itu. Hasilnya, aku di urutan 72 dari 438 peserta. Hehe..
Itu
jadi pembelajaran buatku. Aku terus aktif menulis di blog. Toh, ngeblog bukan buat lomba saja.
Tantanganku adalah beralih dari menulis di koran ke blog memang berbeda.
Tahun 2020 saat pandemi, durasi di
depan laptop semakin lama. Saat itu aku mulai bergabung di komunitas blogger. Semangat
ngeblog semakin kuat. Di grup itu aku sering dapat ilmu tentang blog. Selain
itu, di sana sering ada informasi lomba blog.
Pertengahan Desember 2020 ada informasi
lomba yang diadakan oleh ASUS. Hadiahnya ada 5 laptop yang disediakan untuk
pemenang. Deadline berakhir pada 15 Januari 2021. Jadwal pengumuman pada 29
Januari 2021.
Dan
ternyata, pada pengumuman itu, aku dapat juara 5. Meskipun juara 5, aku dapat
hadiah laptop ASUS E410. Saat itu aku menunggu pengumuman bareng istri. Setelah
baca pengumuman itu kami seketika berpelukan. sambil mengucap hamdalah berulang
kali.
Hadiah
lomba itu memotivasiku jadi blogger. Secara rutin aku membuat tulisan di blog.
Juga beberapa kali ikut lomba agar skill menulis semakin terasah. Karena dengan
lomba itu aku dapat beberapa manfaat.
- Serius menulis karena biasanya tulisan lebih panjang, lengkap, dan berkualitas
- Mengukur kemampuan diri dengan peserta lainnya
- Menjalin silaturahmi dengan panitia penyelenggara dan peserta lainnya
- Menambah jejaring blogger
Jadi guru sekaligus penulis atau blogger adalah yang paling mungkin aku lakukan sebab bisa dilakukan di sekolah atau di rumah.
Aku juga mengajak siswa untuk jadi blogger. Memang tidak mudah. siswa tidak langsung tertarik. Dari seratusan siswa ada dua orang yang tertarik. Tidak apa-apa. Malah saya bisa lebih fokus mengajarinya. Lama kelamaan semakin banyak yang bergabung. Ada juga guru yang tertarik ngeblog juga. Bahkan sudah punya domain premium pula.
Siswa mempelajari dasar-dasar blog seperti membuat blog, memposting tulisan, mempercantik blog, memasang link URL, dan sebagainya. Seringkali mereka menulis kegiatan sekolah. Kadang belajar di laboratorium komputer, kadang belajar di luar ruangan. Saya salut sekali di usia mereka sudah punya blog. Padahal saya dulu waktu kuliah baru punya blog.
Beberapa tulisanku dimuat di surat kabar lokal seperti Kabar Banten, Radar Banten, Banten Raya, Kabar Madura, Koran Jakarta, Radar Bekas, dan lainnya. Ada juga satu tulisan di Republika.
Aku
sudah empat kali mengirim tulisan berupa opini ke Republika, tapi belum pernah
dimuat. Eh pernah sekali mengirim cerpen, langsung dimuat. Alhamdulillah,
honornya lumayan. Cair dalam dua minggu. Langsung ditranfer ke rekening pula.
Aku menulis juga di media online. Memanfaatkan beberapa platform citizen journalism yang dimiliki beberapa media nasional seperti Retizen (Republika), Kompasiana (Kompas) dan Indonesiana (Tempo).
Aku sih sudah merasa menjadi bukan guru biasa saja. Dengan banyak menulis aku merasa sudah menjadi guru yang juga penulis dan menguatkan literasi di sekolah.
Tapi aku takkan berhenti menulis. Tidak berhenti menularkan virus menulis kepada siapa saja. Juga aku mau saja ditulari virus menulis atau virus literasi dari siapa pun. Tak hanya menulis saja tetapi aku mengimbangi dengan membaca. Aku masih rutin membaca. Setiap minggunya harus ada membaca buku. Biasanya sebulan sekali.
Guru fisika lalu aktif dalam kegiatan literasi tentu semacam
anomali.
“Bapak kan ngajar fisika kok suka nulis, ya? Biasanya kan
bahasa Indonesia yang nulis-nulis itu Pak?” tanya seorang siswa. Namanya Dzaky
Fikriansyah, siswa kelas XII SMA.
Ya, dari seorang yang awam dengan menulis, lalu menulis di
koran, ngeblog atau terbitkan buku bukanlah perkara mudah bagi seorang lulusan
Fisika. Tapi sebetulnya bukan hal yang aneh juga lantaran banyak juga penulis
bahkan wartawan dengan latar yang tidak linear dengan dunia kepenulisan. Karena
menulis itu adalah skill bukan hanya bakat.
Menjadi Guru Yang Tak Biasa dengan Laptop Tak Biasa, ASUS ASUS Vivobook 14 OLED (M3400)
ASUS sebagai brand terkenal yang mengeluarkan berbagai varian laptop memang tak henti-hentinya membuat kejutan. ASUS kembali menghadirkan kejutan dengan melaunching laprop tak biasa ASUS Vivobook 14 OLED (M3400).
“Hadir dengan ditenagai AMD Ryzen™ 5000 H-Series Mobile Processors yang memiliki full powerful performance core untuk multitasking bahkan video editing. Selain powerful, prosesor ini memberikan daya baterai lebih awet sehingga produktivitas harian semakin maksimal. Dilengkapi dengan kartu grafis integrasi AMD Radeon yang memberikan performa gaming yang tanpa lag. Produktivitas harian dimanapun dan kapanpun jadi maksimal dengan performa prosesor dan kartu grafis dari AMD ini.”
1. ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) menggunakan AMD Ryzen™ 5000 H-Series Mobile Processors yang biasanya digunakan di laptop gaming.
Dengan demikian, kinerjanya menjadi lebih kencang
dibandingkan laptop sekelasnya. Processor AMD Ryzen™ 7 5800H menggunakan
konfigurasi 8-core dan 16-thread serta mampu berjalan di frekuensi hingga
4,4GHz sehingga performa Vivobook Pro 14 OLED (M3400) benar-benar meyakinkan
kencang dan handal.
Prosesor berperforma tinggi yang biasanya
digunakan di laptop gaming tersebut dirancang menggunakan arsitektur Zen3
melalui pemrosesan 7nm, sehingga memungkinkan Vivobook Pro 14 OLED (M3400)
tidak hanya memiliki performa komputasi yang sangat andal tetapi juga dapat
hadir dengan daya tahan baterai yang panjang.
Untuk gaming saja bisa apalagi untuk kerja lainnya.
sebab biasanya untuk gaming itu kan kerja laptop seperti kerja paksa saja.
Kalau kuat untuk gaming, untuk kerja lainnya pasti kuat juga. Justru terasa
lebih ringan saja. Dengan memiliki
2. Menggunakan Layar OLED, Hadirkan Visual Terbaik Untuk Segala Aktivitas
Layar ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dilengkapi dengan teknologi layar OLED yang memberikan visual terbaik untuk segala aktivitas.
- Gamut warna terbaik di kelasnya dengan 100% DCI-P3. Layar vivid untuk kreativitas warna yang akurat dan hiburan visual yang cerah.
- Mengurangi 70% cahaya biru yang berbahaya untuk kenyaman mata. Dengan tingkat cahaya biru berbahaya yang lebih rendah, ASUS OLED lebih bersahabat dengan mata dan membuat kualitas tidur yang lebih baik.
- Gambar yang lebih jelas pada kecerahan apa pun. Warna yang kaya bahkan pada kecerahan rendah — selalu memukau
- Response time tercepat 0,2 ms di laptop apa pun, membuat adegan aksi bebas blur dalam film dan game, dengan pengguliran teks yang mulus.
Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dengan layar
berteknologi ASUS OLED ini telah mengantongi sertifikasi low blue-light dan
anti-flicker dari TÃœV Rheinland. Layar Vivobook Pro 14 OLED (M3400) lebih
aman untuk kesehatan penggunanya. Layar Vivobook Pro 14 OLED (M3400) juga lebih
nyaman saat digunakan. Berkat fitur tersebut, pengguna Vivobook Pro 14
OLED (M3400) dapat bekerja lebih lama tanpa membuat mata mudah lelah.
Tampilan layar Vivobook Pro 14 OLED memiliki rasio
aspek 16:10 dengan layar 2,8K OLED1 NanoEdge yang menampilkan visual
sangat terang — hingga 600 nits, 90 Hz refresh rate, 0.2 ms response time, 100%
DCI-P3 color gamut
memiliki rasio layar-ke-tubuh 84%, bersama dengan
gamut warna DCI-P3 100% untuk warna yang sangat cerah. Layar laptop ini juga
PANTONE® Validated untuk akurasi warna tingkat profesional dan bersertifikat
TÃœV Rheinland untuk emisi cahaya biru rendah. Teknologi ini membuat aktivitas
kita bersama Vivobook Pro 14 OLED semakin nyata dan segar.
3. Memori Besar Pembacaan Kencang
Vivobook Pro 14 OLED (M3400) juga dibekali dengan
memori berkapasitas hingga 16GB serta penyimpanan PCIe SSD berkapasitas 512GB,
membuatnya selalu andal untuk berbagai aktivitas termasuk multitasking. Benar,
mau berkreativitas apapun baik itu sebagai content creator, desain grafis atau gamer
sekalipun. Tentu saja sangat worth it untuk aktivitas sebagai writer termasuk travel
writer.
4. Memiliki Sistem Pendingin Yang Handal
Agar performa yang dihadirkan selalu optimal,
ASUS membekali Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dengan system pendingin IceCool
Plus terbaru. Sistem pendingin tersebut ditenagai oleh dua kipas khusus
berbahan Liquid Crystal Epoxy Polymer (SCP) sehingga dapat hadir dengan 86
bilah di setiap kipasnya. Sistem pendingin ASUS IceCool Plus mampu menghadirkan
aliran udara 16% lebih baik serta memastikan Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dapat
selalu bekerja secara optimal.
5. Menghadirkan Warna Yang Tak Biasa dan Desain Yang Unik
ASUS Vivobook Pro 14 OLED memberikan alternatif warna
yang tak biasa dengan warna-warna berani dan unik. Tersedia alternatif warna Cosmos
Blue yang menenangkan atau Solar Silver yang awet muda. Pemilihan warna yang
unik juga karakter yang pastinya berpengaruh pada suasana kerja kita.
Desain Vivobook Pro 14
OLED (M3400) juga unik. Dengan logo ASUS berupa 3D yang unik, dengan pola
chevron anodized bertekstur, membuat enak mata memandangnya. Terlihat pula tombol
Enter bergaris peringatan menjadi pusat
perhatian.
6. Bobot Ringan dan Bodi Ringkas. Cocok
Untuk Mobilitas Tinggi
Salah satu keunggulan laptop dibanding PC adalah mobilitasnya.
Laptop bisa dibawa pergi ke mana-mana agar pekerjaan pun bisa tetap dikerjakan.
Namun, tentu kita menginginkan laptop dengan bobot yang tetap membuat nyaman
membawanya. Termasuk guru yang sering membawa laptop ke pelatihan atau
workshop. Maka, kalau bisa laptop pun bobotnya tidak merepotkan. Terlebih emak-emak
yang sudah banyak sekali bawaannya, maka laptop pun harusnya berbobot ringan
pula.
Vivobook Pro 14 OLED (M3400) adalah jawabannya. Dengan bobot keseluruhan hanya 1,4 kg serta bodi ringkas dengan ketebalan bodi hanya 18,9mm membuat Vivobook Pro 14 OLED dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam ransel atau bawaan kita sehingga membawanya pun tidak repot lagi. Pekerjaan yang membutuhkan mobilitas tinggi pun bisa diatas dengan sederhana.
7. Koneksi Internet
Kencang dengan Wifi 6
Saat ini kita dituntut menyelesaikan pekerjaan
dengan mengoneksikan internet secara lebih cepat. Vivobook Pro 14 OLED sangat
mumpuni dalam konektivitas karena dilengkapi dengan WiFi 6 (802.11ax), yang
memberikan kecepatan jaringan super cepat, bahkan untuk transfer file besar.
Konektivitasnya Vivobook Pro 14 OLED sangat
mendukung untuk kerja yang lebih cepat, game online yang responsif, dan obrolan
video yang sangat lancar. Bahkan konektivitas ini bisa ditingkatkan dengan teknologi
ASUS WiFi Master eksklusif yang dimiliki teknologi ASUS Vivobook Pro 14 OLED. ASUS
WiFi SmartConnect membuat perangkat secara otomatis memilih sumber WiFi terbaik.
8. Teknologi Suara Mengagumkan
Kualitas suara pada Vivobook Pro 14 OLED (M3400)
begitu mengagumkan karena sistem suara bersertifikasi Harman Kardon yang luar
biasa bagus di Vivobook Pro 14 OLED. Dengan Vivobook Pro 14 OLED, film dan game
Anda dihidupkan dengan suara yang sangat imersif.
Dengan sokongan suara yang luar biasa ini kita dengan nyamannya mendengarkan musik atau menonton film dengan audio yang maksimal. Suguhan tontonan yang maksimal memberikan energi pula pada aktivitas kita. Begitulah pentingnya ketersediaan audio yang maksimal pada alat kerja kita. Untungnya, Vivobook Pro 14 OLED (M3400) menyediakan kebutuhan itu.
9. Teknologi Anti Bising Dalam Berkomunikasi
Vivobook
Pro 14 OLED (M3400) menggunakan Next-level ASUS AI Noise-Canceling
Technology. Seperti apa cara kerjanya?
Teknologi
ini mengisolasi suara yang tidak diinginkan dari ucapan manusia. Fitur
ClearVoice Mic di aplikasi MyASUS dapat menyaring kebisingan sekitar, dan mode
Multi-Presenter menormalkan semua suara individu dari posisi berbeda untuk
kualitas panggilan konferensi grup yang optimal. Fitur ClearVoice Speaker
menyaring semua kebisingan sekitar selain ucapan manusia — jadi Anda akan
mendengar apa yang dikatakan orang lain.
10. Webcam Yang Bisa Menjaga Privasi, Mengakses Bisa dengan Sidik Jari
Vivobook
Pro 14 OLED menjaga privasi dan keamanan dengan baik. Webcam pada Vivobook Pro
14 OLED dapat dinonaktifkan sehingga bisa menjaga privasi jika memang
diinginkan. Banyak pengalaman ketika melakukan video meeting lupa dalam keadaan
yang belum siap sehingga bisa malu sendiri jika dilihat peserta lainnya. Nah,
kejadian konyol seperti ini bakal dihindari dengan teknologi webcam Vivobook
Pro 14 OLED.
Selain itu, mengakses Vivobook Pro 14 OLED bisa dengan mudah dan lebih aman. Sensor sidik jari pada tombol daya dan Windows Helltahun
o bisa menjadi alternatif selain mengetikkan kata sandi. Mudah dan cepat. Menghidupkan hanya dengan sekali sentuhan saja.
11. Memiliki
Konektivitas Yang Lengkap
Vivobook Pro 14 OLED memiliki port I/O lengkap
termasuk port, USB 3.2 Gen 2 Type-A dan port USB 2.0, serta port HDMI dan
MicroSD Card reader yang memudahkan kita dalam menghubungkan periferal, layar,
atau proyektor terbaru tanpa kerumitan.
12. Fitur Keyboard Backlit, Mudah Mengetik Meski Kondisi Gelap
Sering kita bekerja dalam durasi yang lama. Sampai
tidak terasa kondisi di sekitar kita menjadi redup atau gelap. Bahkan kita
mungkin biasa kerja di dalam ruangan yang kurang cahaya. Hal ini tidak menjadi
kendala dengan teknologi keyboard backlit atau keyboard pada Vivobook Pro 14
OLED. Vivobook Pro 14 OLED tetap nyaman untuk bekerja di lingkungan dengan
cahaya redup. Keyboard Vivobook Pro 14 OLED dirancang secara ergonomis, kokoh,
konstruksi one-piece dan key travel 1,35 mm membuat mengetik jadi sangat
nyaman.
Spesifikasi Vivobook Pro 14 OLED
Main Spec. |
Vivobook Pro 14 OLED (M3400) |
CPU |
AMD Ryzen™ 7 5800H Mobile Processor
(8-core/16-thread, 20MB cache, up to 4.4 GHz max boost) AMD Ryzen™ 5 5600H Mobile Processor
(6-core/12-thread, 19MB cache, up to 4.2 GHz max boost) |
Operating System |
Windows 11
Home |
Memory |
16GB DDR4 8GB DDR4 |
Storage |
512GB M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 SSD |
Display |
14-inch, 2.8K
(2880 x 1800) 16:10, ASUS OLED, 90Hz 0.2ms, 600nits, DCI-P3 100%,
Pantone Validated, VESA HDR True Black |
Graphics |
AMD Radeon™
Graphics |
Input/Output |
1x USB 3.2 Gen 2
Type-A, 2x USB 2.0 Type-A, 1x HDMI 1.4, 1x 3.5mm Combo Audio Jack, Micro SD
card reader |
Connectivity |
Wi-Fi 6(802.11ax) (Dual band) 2*2 + Bluetooth 5 |
Camera |
720p HD camera with privacy shutter |
Audio |
Smart Amp
Technology, Built-in speaker, Built-in array microphone, harman/kardon
certified audio |
Battery |
50WHrs, 3S1P, 3-cell Li-ion |
Dimension |
31.58 x 22.63 x 1.89 ~ 1.92 cm |
Weight |
1.4 Kg |
Colors |
Solar Silver,
Cosmos Blue |
Price |
Rp11.299.000
(Ryzen 5 / 8GB RAM / 512GB SSD) Rp11.799.000
(Ryzen 5 / 16GB RAM / 512GB SSD) Rp12.799.000
(Ryzen 7 / 16GB RAM / 512GB SSD) |
Warranty |
2 tahun garansi global dan 1 tahun
ASUS VIP Perfect Warranty |
Bersiap Menjadi Yang Tak Biasa, dengan Laptop Yang Tak Biasa
Peluncuran ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dengan kemampuan laptop gaming menjadi satu inovasi ASUS yang hebat. Sebuah potret bahwa ASUS tah henti-henti berinovasi. Sebagai Brand Notebook No.1 di Indonesia ASUS selalu terdepan dalam inovasi. ASUS telah memenangkan 61.520 penghargaan sejak 2001 hingga sekarang adalah bukti dari komitmen terhadap inovasi, desain dan kualitas.
ASUS telah memenangkan penghargaan sejumah 4.390 penghargaan
yang diberikan oleh organisasi teknologi terpandang dan media IT di seluruh
dunia. Berbicara produk ASUS memang menjadi kepercayaan masyarakat Indonesia.
Itu pula yang membuatku menjadikan laptop ASUS sebagai
senjata menjalankan peran sebagai guru. Hadiah lomba menulis pada tahun 2018
lalu pun aku belikan laptop ASUS. Hingga sekarang rasanya semua pencapaianku
memang disokong laptop ASUS sebagai senjatanya.
Aku bersama laptop yang kubeli dari hadiah lomba artikel jurnalistik Kemdikbud |
ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) adalah kesempatan untuk menjadi apapun profesi kita dengan maksimal, bukan apa adanya, menjadi yang tak biasa. Ya, dengan prosesornya high performance AMD Ryzen™️ 5 5600H Mobile Processor with AMD Radeon™️ graphics ini kerjaan jadi anti ngelag. Lalu di-support dengan layar NanoEdge 2,8K OLED 14-inci yang menakjubkan dan audio bersertifikasi Harman Kardon memberikan pengalaman audio visual yang maksimal.
Dengan sistem pendingin kipas ganda, Windows 11 Home, WiFi 6
ultracepat, dan fitur keren seperti ditulis di atas memastikan kita menjadi
sosok yang tak biasa.(*)
Referensi:
https://www.asus.com/id/Laptops/For-Home/Vivobook/Vivobook-Pro-14-OLED-M3400/
https://www.asus.com/id/Laptops/For-Home/Vivobook/Vivobook-Pro-14-OLED-M3400/review/media/
Tulisan pak guru tetap enak dibaca, termasuk Asus Olednya menemani aktifitas menulis
ReplyDeleteTerimakasih banyak mbak. Makasih juga sudah berkunjung. Hehe
DeleteKeren sekali Bapak guru. Apalagi bapak guru suka menulis yang bisa memotivasi siswa dan tentunya menambah penghasilan. Ditemani laptop ASUS yang berkualitas, menulis dirasa makin mudah dan menyenangkan ya pak.
ReplyDeleteHehe .. iya mbak. Awalnya pengen punya tulisan agar bisa juga mengajak murid menyukai dunia literasi
ReplyDeleteMasyaa Allah, keren banget. Dan memang tdk mudah ya kak mengajak siswa ataupun guru buat ikut ngeblog, tapi dgn usaha yg kontinyu lambat laun pasti pada tertarik. Btw, saya jadi pengen punya Asus terbaru ini.
ReplyDelete"Karena menulis itu adalah skill bukan hanya bakat"...saya suka quotenya nih. Alhamdulillah ada murid-murid yang tertarik menulis ya. Kebayang sih rasa bangga tak terbayarkan. Di antara teman-teman ada aja yg bilang:"Han, ajarin nulis"...tapi trus sink-krik-krik. Cuma basa-basi aja...hehe...
ReplyDeleteAlhamdulillah, Kak. Ada beberapa sih yang minta dibimbing. Ya kalau nggak banyak, beberapa saja sudah bikin bangga sang guru. Betul kan Kak...hehe
Delete"Belajar itu penting, bahagia itu harus." Noted. Guru akan menjadi orang tua berikutnya setelah orang tua kandung, jadi semua kalimatnya akan selalu terkenang. Semangat Kak, menjadi guru adalah perjuangan mulia. Sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin. Terimakasih banyak Kak.. mohon doanya supaya tetap konsisten dengan prinsip ini. Mudah-mudahan selalu ada energi buat jadi guru yang menginspirasi siswanya. Aamiin
DeleteBanyak tawaran yang menarik yang bisa dilakukan dengan laptop ini. jadi makin pengen punya. Kerasa sih kalau dibandingkan dengan laptop saya yang ada saja masalahnya. Hihihi. Memang sudah waktunya di-lembiru sih. Ini harganya sekitar 12an ya kalau ga salah?
ReplyDeleteMari dilembiru, Mbak Ibarat senjata, laptop yang mumpuni kan sangat mendukung kerja kita ya.
DeleteApalagi blogger seperti Mbak, juga blogger temen-temen lainnya. Pasti sangat terbantu dengan laptop yang bukan seperti laptop biasa seperti ASUS Vivobook Pro 14 OLED ini
belajar dari mana saja, dari siapa saja, dan kapan saja ya pak, terima kasih telah menginspirasi, laptopnya sudah banyak nerjasa membantu menghasilkan banyak karya untuk anak bangsa ya pak
ReplyDeleteBetul, KAk. Ibarat istri kedua. Hehe.. sangat membantu menemani bekerja selama ini. Alhamdulillah, syukur banget, lah
ReplyDeletesangat menginspirasi ceritanya karena dulu saya termasuk yang gak suka pelajaran fisika tapi alhamdulillah di kelas 10 bertemu guru fisika yang sangat baik dan berkesan walaupun beliau tidak mengajar lama di sekolah, dan memang guru harus punya skill digital terutama buat kegiatan belajar mengajar yang saat ini sangat penting skill cakap digital ini
ReplyDeleteSalut sama pak guru yang satu ini, lulusan Fisika, tetapi tulisannya luar biasa dan banyak menang lomba pula! Apalagi didukung dengan laptop yang mumpuni, makin ciamik saja. Sukses terus Pak!
ReplyDeleteMakasih banyak Pak. Modalnya nekat sih. Maka, maklum ya kalau saya ada salah-salah dalam artikel atau tulisan saya.
DeleteTerimakasih juga atas dukungan Pak Rizky selama ini. Aku salut juga sama Pak Rizky. Terutama tulisan yang menggelitik itu..hehe...
Udahlah di rumah dibanding-bandingin orang tua sama kakak or adik, di sekolah dibanding-bandingin guru pula sama siswa si a, b, c, d. Hehehe. Mantap Mas Padil. Semoga istiqamah menjadi guru yang mengayomi.
ReplyDeleteSemangat literasi sekolah hendaknya didukung oleh guru yang lengkap dengan senjata perangnya, salah satunya ASUS ASUS Vivobook 14 OLED (M3400). Pasti deh bakal menjadi guru yang tak biasa berkat laptop yang luar biasa.
Tentang membanding-bandingkan ini...
DeleteMudah-mudahan jadi pengingat saya dan guru lainnya. Mudah-mudahan guru nggak lagi melakukan hal itu. Toh, kita juga nggak mau dibandingkan ya .. makasih atas dukungannya mbak.
Sama banget bang, aku pun dulu gak pengen jadi tenaga pengajar. Eh, sekarang malah menikmati menjadi tenaga pengajar hehehe. Btw semoga bisa meminang laptop yang "Tak Biasa" ini ya bang, aamiin.
ReplyDeleteIdolaku nih. Bang Joe multitalenta. Bisa lho orangnya. Hehe... Panutan anak muda. Karyanya banyak. Makasih sudah mampir Bang Joe...
DeleteIya nih. Laptop yang tak biasa ini sungguh menggiurkan. Mudah-mudahan kita bisa punya. Aamiin
DeleteAduh jadi ngiler lihat spesifikasi dan keunggulan laptop asus baru ini! Kebetulan lagi pengen upgrade laptop juga, makasi informasinya kak
ReplyDeleteBener, Mbak. Speknya luar biasa buat ngerjain konten.. Mudah-mudahan bisa punya ya. Aamiin
DeleteBenar-benar bukan guru yang biasa nih pak Padil. menularkan virus membaca dan menulis, tak hanya ke siswa tapi juga kepala sekolah dan rekan guru yang lain, bahkan kepala urusan dapur di yayasan pun semangat menulis.
ReplyDeleteSaya rasa kalau semua guru seperti pak guru... amankah bangsa kita.. dan bisa mengejar ketertinggalannya... terus maju dan menginspirasi pak..
ReplyDeleteAamiin. Terimakasih banyak Bang
ReplyDeleteWalau bukan dari jurusan keguruan tapi setidaknya Mas Padil sudah membuktika diri sebagai guru yang berprestasi. Keren deh pencapaiannya. Apalagi kalau ditunjuang juga dengan laptop canggih dari Asus
ReplyDeleteSeru bgt klo punya guru kayak mas padil gini. Selalu kreatif dan update sama perkembangan zaman. Terus selalu dekat sama teknologi juga jadinya layak klo mas padil ini jadi guru berprestasi
ReplyDelete