Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menjadi Guru Yang Tak Biasa Dengan Laptop Tak Biasa, ASUS Vivobook 14 OLED (M3400)

 

Walaupun aku bukan kuliah di keguruan atau kependidikan, tapi aku milih jadi guru. Beberapa orang menanyakan hal ini. Bahkan istri aku pernah bertanya

“Kenapa Mas milih jadi guru, kuliahnya kan bukan  di keguruan?” tanya istri.
“Dulu Mas kuliah sambil kerja. Kerjanya ngajar privat anak SMP dan SMA. Dari sana keterusan ngerasa nyaman ngajar. Makanya terus milih jadi guru aja.”
“Jadi nggak mau pindah kerja apa atau di mana gitu,?”
“Sampai sekarang mah belum kepikiran. Masih seneng jadi guru,”

Begitulah. Saat SMA hingga awal kuliah masih belum kepikiran jadi guru. makanya saat kuliah aku mengambil jurusan non keguruan. Aku kuliah di jurusan fisika Universitas Andalas Padang. Saat kuliah semester 3, aku nyambi mengajar di bimbingan belajar.  Hasilnya lumayan. Bisa nambah uang saku dan membayar uang kos. Semakin lama semakin nyaman mengajar.

Aku juga mengajar privat. Kalau ngajar bimbingan belajar itu di lembaga bimbingan belajar, kalau les privat itu datang ke rumah-rumah. Hobi mengajar ini mengantarkanku jadi guru hingga saat ini. Karena aku dari jurusan fisika murni, bukan pendidikan, maka banyak hal yang harus aku pelajari lagi. Banyak hal yang baru. Bahkan hal-hal yang kecil sifatnya. Saat jadi guru aku baru mengenal apa itu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kompetensi dasar, strategi mengajar, kriteria ketuntasan minimum (KKM), dan lainnya. Semuanya adalah hal yang baru bagi aku. Tapi aku nggak mau menyerah. Aku bergerak mencari tahu.

Tapi aku yakin bahwa banyak hal yang kita belum tahu dan belum bisa. Namun, dengan kemauan belajar maka kita bisa menjadi tahu dan menjadi bisa.

Motivasi Menjadi Guru, Sebuah Ikhtiar Belajar Membahagiakan

“Jadi apa motivasi Mas milih jadi guru?” tanya istriku.

“Selain mengajarkan ilmu kepada generasi muda Indonesia, Mas juga pengen membuat siswa itu seneng di sekolah,” jawabku. “Sepertinya tugas berat setiap sekolah adalah membuat siswa betah di sekolah. Kebanyakan yang ada siswa itu kalau di sekolah pengennya pulang atau ke rumah. Kalau sedang di rumah pengen ke sekolah, tapi nggak belajar.”

Aku sering mikir, aku pernah jadi murid, maka dengan jadi guru, aku ingin melakukan apa yang diinginkan oleh murid seperti jadi guru yang menyenangkan, bisa humor, nggak pelit ngasih nilai, mau menghargai usaha murid, dan lainnya. 

Wali kelasku sewaktu kelas 2 SD namanya Bu Sri Hartatik. Salah satu guru yang selalu aku ingat. Bukan karena ngasih nilai bagus di raport tetapi karena kebiasaan beliau memanggil dengan sapaan yang membuatku bahagia.

Beliau memanggilku ‘Den Bagus’. Kadang ‘Mas Padil’. Begitulah ‘hanya’ dengan memberikan sapaan bagus membuatku mengenang beliau selamanya. Hal yang biasa tetapi jadi luar biasa bagiku. Ini pula yang aku bawa saat jadi guru. Memanggil siswa dengan sapaan bagus, memuji, dan memanusiakan. Aku berusaha menghindari memanggil siswa dengan sapaan yang buruk atau merendahkan.

Dan aku mau nggak melakukan apa yang dibenci murid seperti membanding-bandingkan dengan murid lainnya, meremehkan pekerjaan siswa, suka marah-marah, monoton dalam mengajar, melakukan kekerasan, terus menerus ngasih tugas, dan lainnya.

Jadi, walaupun sedikit progres, harusnya murid dikasih apresiasi. Walaupun kecil, apresiasi itu sangat dibutuhkan.

“Terus, gini lho Dek. Mas tuh punya prinsip begini. Kalau jadi guru itu harus bisa membuat pelajaran jadi menyenangkan. Termasuk pelajaran fisika atau matematika. Dan kalau nggak bisa membuat pelajaran jadi menyenangkan, minimal suasananya menjadi menyenangkan. Belajar itu penting. Bahagia itu harus..”



Ini penting. Sebab bisa jadi sekolah itu dirasakan sebagai beban oleh siswa. Gimana nggak beban, mereka harus mempelajari banyak mata pelajaran. Bisa 12 atau 14 mata pelajaran. Sehari bisa 3 atau 4 mata pelajaran. Bisa juga satu hari dipenuhi mata pelajaran eksak.

Jujur saja saat jadi murid dulu aku merasakannya sebagai beban. Sepertinya murid sekarang pun merasakannya begitu. Makanya aku berusaha membuat belajar jadi menyenangkan.

“Kalau kalian tidak menguasai semua materi di buku itu tidak apa-apa. Kalau menguasai semua materi ya bagus. Intinya Bapak tidak menuntut kalian paham dengan semua materi. Karena tidak semua suka fisika.

“Baik, Pak. Terima kasih. Jadi nggak papa ya kalau nilai kami renah?” tanya Lana. Siswa kelas X.

“Ya, nggak papa. Yang lebih penting adalah penggunaan ilmu fisika itu. Percayalah sebetulnya fisika itu banyak dipakai di kehidupan kita,” tegas aku.

Kalimat ini sering aku sampaikan di depan kelas kepada siswa. Terutama di awal tahun ajaran baru. Mohon maaf jika pandangan aku berbeda dengan guru lain. Tapi demikianlah yang aku sampaikan kepada siswa.

Saat mengajar fisika, aku paham bahwa tidak semua murid suka. Ini menjadi tantangan bagi guru. Bahkan menjadi permasalahan semua guru di Indonesia. Apa boleh guru memaksa siswanya menguasai semua pelajaran?

Khusus fisika nih biasanya materi fisika sangat banyak. Bukunya tebal. Lebih tebal dari buku lain. Bebannya pun menjadi semakin berat. Apakah semua itu dibutuhkan siswa? Nggak. Nggak semua orang butuh materi-materi dalam mata pelajaran fisika.

Setiap orang punya bakat yang bisa berbeda. Dalam kelas ada calon pemain sepakbola yang tidak begitu butuh fisika, ada calon pejabat yang justru lebih membutuhkan kemampuan public speaking dan manajemen organisasi.

Aku juga mengajak siswa bahwa belajar bukan hanya saat ujian saja. 

“Belajar itu untuk hidup. Bukan untuk ujian. Kalian bisa belajar dari siapa saja. Bahkan kalau kalian lebih paham belajar dengan teman dibandingkan dengan Bapak ya tidak apa-apa.”

Dari fisika murni lalu menjadi guru fisika, mungkin aku termasuk dalam 80 persen mahasiswa yang salah mengambil jurusan. Tapi aku jadi guru bukan karena mengambil lahan anak keguruan, semata-mata berkontribusi untuk pendidikan Indonesia agar lebih maju lagi. Dan sekarang, aku sudah 11 tahun menjadi guru. Ya, aku guru di SMA swasta di kabupaten Lebak, Provinsi Banten.


Kalau ditanya jadi guru ribet apa nggak, pastinya setiap kerjaan ada tantangannya. Salah satu yang dihadapi adalah hadirnya kebijakan baru. Biasanya guru repot di awal. Butuh waktu untuk beradaptasi. Kadang harus bertemu dengan hal-hal yang berat. Setiap kali bertemu dengan hal-hal yang berat itulah aku katakan bahwa aku adalah guru pembelajar, mau belajar, dan pasti bisa.

Walaupun sudah menjadi guru bukan berarti proses belajar itu berhenti. Aku selalu menemukan hal-hal yang baru. mendapat tantangan yang baru. Untuk itu aku harus belajar lagi. Aku pun siap untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (long live education).

Meskipun begitu, namanya manusia kadang bosan dan lelah dengan pekerjaannya. Termasuk aku sebagai guru. Tugas administrasi, menghadapi kebijakan yang sering berubah, aktivitas yang padat sering membuat bosan. Tapi nggak boleh lama-lama. Harus ada strategi untuk me-refresh semangat jadi guru.

Banyak sih yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan jalan-jalan. Beberapa kali aku mengunjungi tempat wisata terutama yang terdekat dari tempat tinggalku. Nah, beberapa waktu lalu aku mengunjungi tempat wisata Negeri di Atas Angin Gunung Luhur di kabupaten Lebak, Banten. Jaraknya tak jauh dari rumah. Sekitar 2 jam perjalanan. Syukurlah, cukup untuk mengusir kebosanan atau keletihan dengan pekerjaan.




Zaman sekarang ini, sumber belajar banyak sekali. Bisa lewat buku, internet, Youtube, diskusi, maupun seminar atau pelatihan-pelatihan. Apalagi saat pandemi, banyak sekali webinar yang diadakan. Pandemi memang membatasi mobilitas, tapi bukan berarti kita terbatas pula mencari ilmu. Bahkan semakin mudah.

Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah di bidang pendidikan. Nah, mudah-mudahan sedikit kontribusiku menjadi bagian dari solusinya. 

Jangan Mau Jadi Guru Biasa, Harus Punya Skill Lain…

Setelah jadi guru, aku mikir apa yang bisa dikerjakan selain mengajar. Kalau dipikir-pikir banyak juga waktu selain mengajar. Kalau lima hari di sekolah, ada satu atau dua hari yang tidak mengajar. Apa ya yang bisa aku kerjakan?

Saat itu sedang marak literasi. Pemerintah pun gencar menggerakkan literasi sekolah. Penguatan literasi itu diprioritaskan untuk siswa. Selain membaca, juga menulis. Membaca mungkin bisa dengan mudah dilakukan banyak orang. Tetapi jarang sekali yang bisa menulis. Wah, kalau bisa mendorong siswa menulis, pasti keren banget. Voila! Aku pikir ini sebuah peluang. Inilah yang aku cari. 

Literasi Sekolah, Mulainya Dari Mana?

Sebagai guru aku pengen siswa punya budaya literasi. Senang sekali kalau ada siswa yang suka baca apalagi menulis. Tapi, kalau saya cuma menyuruh saja, nggak akan didengar. Saya harus ngasih contoh dulu. Saya harus bisa membuktikan kalau siapa pun bisa menulis.

Aku pun mulai memberanikan diri menulis. Apa yang pertama kali aku tulis di sekolah? Tentang kegiatan upacara. Semacam rilis berita. Ada rumus 5W+1 H. Karena kegiatan ini dilakukan kita sendiri, pasti lebih mudah melakukannya.

Sebagai latihan, menurutku lebih mudah dilakukan daripada menulis opini karena harus mengumpulkan ide dan data yang harus dicari lewat buku atau studi pustaka. Awal tulisan aku menulis sebisanya. Tulisanku pun apa adanya. Setelah beberapa tahun kemudian aku merasa lucu sendiri kalau membacanya lagi karena banyak kekurangan di sana-sini.

 

Setelah itu aku nekad mengirimkan tulisan ke koran. Ternyata nggak semudah yang aku bayangkan. Aku harus bersaing dengan penulis lainnya. Juga harus memenuhi ketentuan redaksi hingga memerhatikan kaidah tata bahasa. Di koran juga harus mengindahkan kata baku dan tidak baku. Hm, luar bisa rasanya. Satu tulisan itu bisa lima hari, seminggu, bahkan dua minggu. Tapi aku terus ingat bahwa aku harus nulis di koran dulu supaya lebih gampang mengajak siswa atau anak untuk menulis atau berliterasi.

Sebagai guru kita tahu menulis itu aktivitas yang bagus. Karena menambah pengetahuan juga. Sebab, untuk menulis, harus membaca. Makanya penulis itu pengetahuannya luas.

Tapi guru akan sulit untuk mengajak siswa menulis kalau belum ngasih contoh. Maka aku harus sudah menulis dulu, baru ngajak siswa menulis.

Nggak ada pilihan lain. Aku harus menulis. Harus menerbitkan tulisan di koran. Aku mulai membuat kerangka tulisan. Tema yang pas dengan profesi saya sebagai guru. Meskipun tema itu dekat benar dengan kehidupanku, tetap saja terasa gampang-gampang susah. 

Sempat menyerah karena sulitnya merampungkan tulisan tetapi selalu ingat, kalau tidak juga berhasil menulis di koran, bagaimana aku bisa mengajak siswa menulis?

Tulisan pertama selesai dalam empat hari. Aku mengirimkannya ke koran lokal lewat email saja. Besoknya aku ke loper koran di perempatan rumah. Deg-degan penuh harap tulisan saya nongol di koran. Tapi setelah melihat kolom opini, aku kecewa. Zonk! Tulisanku belum dimuat.

Aku kembali dengan tangan hampa. Hari itu malah keluar uang untuk beli koran. Meskipun harganya Rp. 4.000. Meskipun nominalnya tidak seberapa, tapi bagi guru honor sepertiku terasa lumayan. Aku terus mengecek ke loper koran. Hingga sampai lima masih belum nongol tulisanku. Berhari-hari itu pula aku memendam kecewa. Sementara, dompet semakin menipis.

Hari berikutnya aku putuskan tidak beli koran tetapi numpang baca di kantor sebuah organisasi masyarakat.  Aku pikir kantor itu langganan koran. Sewaktu ke sana, dua koran terlipat rapi di meja.

"Pak, punten, boleh saya numpang baca koran? Mau cek tulisan dimuat atau tidak," tanya saya. 

"Ambil aja, Kang" 

"Terima kasih, Pak."

Harap-harap cemas. Setengah aku menuju ke kolom opini. Ternyata dua opini di sana bukan milikku. Aku kecewa. Tapi belum menyerah. 

Lalu hari berikutnya aku ke sana lagi. Dengan memasang muka tebal menahan malu minta izin hanya membaca koran saja.

Aku hampir berteriak senang. Kali ini penantianku tidak sia-sia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya tulisanku dimuat di koran.

"Pak, boleh saya minta korannya, Pak?" pintaku. 

Ternyata diizinkan,

"Boleh. Ambil saja, Kang" jawabnya. 

Itulah pertama kali tulisanku dimuat sebagai guru SMA. perjuangan saya pertama kali menembus koran. Koran itu kubawa ke sekolah. Aku pamerkan ke kepala sekolah. Beliau memuji dan mengapresiasi. Difotonya koran itu. Dikirim ke grup guru. Banyak guru yang mengucapkan selamat. Aku terharu. Teringat perjuangan untuk menerbitkan tulisan itu. Mulai dari korban tenaga, pikiran, hingga uang.

Apresiasi itu membuatku semangat menulis lagi. Aku bujuk kepala sekolah untuk langganan koran. Ada udang di balik batu; supaya saya tidak repot ke loper koran atau ke kantor ormas untuk cek tulisan. Terutama agar aku tidak perlu keluar uang. 

Inilah beberapa hal yang perlu diketahui dengan mengirimkan tulisan ke koran.

  • Kita bisa mengirimkan via email saja. setiap koran biasanya mencantumkan alamat email redaksi.
  • Cantumkan data diri dan pengantar dalam email itu. Jadi tidak hanya mengirimkan tulisan saja. Sertakan foto terbaru juga.
  • Kita sendiri harus mengecek tulisan apakah dimuat atau tidak. Sebab tidak semua media yang mengabari kalau naskah dimuat atau tidak.
  • Tulisan yang dimuat mendapat honor pemuatan. Tapi tidak langsung cair. Kadang bisa sebulan bahkan tiga bulan. Kadang honor ditranfer saja, kadang harus diambil ke redaksinya.
  • Jangan lupa mengkliping tulisan yang dimuat. Suatu saat kliping itu akan dibutuhkan.

 

Banyak manfaat menulis di koran. Selain berbagi ide, kita bisa menjadi terkenal, hehe… Malahan, dapat honor pula. Meskipun besarannya berbeda-beda. Biasanya koran nasional lebih besar. Tulisanku dimuat di koran lokal. Satu tulisan dapat Rp 100.000. Lumayan sekali untuk guru honor sepertiku.

Sayangnya, honor itu harus diambil ke kantornya. Padahal, jaraknya dari rumahku sekitar satu jam pakai motor. Supaya lebih hemat waktu dan biaya transportasi, aku mengambil honor kalau sudah terkumpul banyak.

Setelah itu, beberapa tulisanku dimuat lagi. Temanya ringan saja. Tentang pendidikan atau sosial. Senang sekali kalau dimuat di koran. Tulisan itu saya kliping. Digunting dengan rapi. Aku lem di kertas kosong. Mungkin suatu saat dibutuhkan.


Ada banyak tulisan saya yang dimuat. Lebih banyak lagi tulisan yang ditolak. Aku tentu saja mengajak siswa dan guru untuk mulai menulis dan berani mengirimkan ke koran. Kalau ke kelas aku sering membawa tulisan. Memamerkan fotoku yang nampang di koran.

"Wah, kok bisa, Pak?"

"Gimana caranya pak biar masuk koran?" tanya mereka.

Ada satu dua yang kelihatan tertarik menulis juga. Terutama anak-anak putri. Ada yang sudah berkonsultasi mengenai tema, membuat kalimat pembuka tulisan, dan bertanya honor. Aku pun dengan senang hati menjelaskannya.

Di rumah pun aku mendapat apresiasi dari istri. Dia tertarik menulis juga. Tapi sampai beberapa bulan kemudian dia belum mulai menulis. Tak apalah. Mungkin tinggal menunggu waktu saja.

Apakah setelahnya banyak siswa yang tertarik menulis? Ternyata tidak juga. Karena menulis memang butuh effort yang luar biasa. Ya itu tadi. Satu tulisan bisa empat hari hingga seminggu.

Ada Apresiasi atau Tidak, Aku terus Menulis…

Aku terus menulis meskipun ada yang tertarik atau tidak. Mungkin kurang banyak tulisanku sehingga belum memotivasi mereka. Baiklah, sambil menunggu ada yang tertarik, aku terus menulis. Itung-itung nambah pendapatan untuk bisa beli beras atau ngopi. Hehe.. Lumayan juga kalau sebulan ada tiga atau empat tulisan bisa nambah penghasilan. Ternyata lumayan juga dari menulis itu.

Tulisanku belum tentu dimuat. Karena harus bersaing dengan penulis lain. Biasanya media yang ngasih honor memang jadi rebutan penulis. Nah, kalau tidak dimuat, setelah dua atau tiga bulan, aku mengirimkannya ke media lain. 

Aku tetap menulis walaupun ada honornya atau tidak. Aku yakin, tulisan pasti ada rezekinya. Eh, suatu ketika, saya ketiban rezeki.

Bulan Mei 2018 ada informasi lomba artikel jurnalistik yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Salah satunya ada kategori guru. Syarat lombanya karya harus dimuat di media. Lalu saya mendaftarkan salah satu tulisan saya berjudul Ketika Guru Mendengar. Ini adalah pertama kali saya ikut lomba sebagai guru.

Tidak disangka karya saya terpilih menjadi juara 2. Alhamdulillah diundang oleh menteri pendidikan dan kebudayaan Prof. Muhadjir Effendy di gedung A Kemendikbud. Hadiahnya lumayan! Runner up saja mendapatkan uang tunasi Rp. 12 juta. Ditambah uang transportasi Rp. 900 ribu. Dari uang hadiah itu aku bisa untuk beli laptop, lho. Bahkan masih bisa juga untuk mendaftar kuliah magister. Ya, dengan uang hadiah itulah saya mendaftar kuliah S2.



Aku semakin termotivasi dan mengompori teman-teman guru agar menulis di koran. Dengan senang hati berbagi pengalaman. Kalau tulisanku dimuat, aku membagikannya ke media sosial.

Akhirnya 'provokasi' ini berhasil. Virus menulis tersebar semakin luas. Satu dua guru tertarik menulis di koran. Ada juga siswa yang karyanya dimuat di koran. Bahkan kepala sekolah hingga ketua yayasan juga! Wah, senengnya... Satu lagi, ada karya pegawai tata usaha (TU) juga.


Seingat saya beliau mengakui sebelumnya tidak pernah menulis atau karyanya dimuat di koran.

Eh, iya. Kepala dapur di sekolah kami juga ikut menulis, lho. Nggak nyangka. Dulu sih ngajak siswa dan guru. Eh tapi sampai dapur pula virus menulis tersebar. Dari sering menulis itu pula aku bisa menerbitkan buku dengan berjudul Guru untuk Indonesia yang diterbitkan pada 2017. 

 

Menjadi Guru Blogger, Kesempatan Terbuka Lebar

Tidak ada tulisan yang mubazir. Kalau tidak dimuat di media A, kirim ke media B. kalau tidak dimuat di media nasional, kirim ke media lokal. Kalau tidak dimuat juga, posting saja di blog. Pasti dimuat!

Agar tulisan tidak mubazir, tulisan-tulisan yang tidak dimuat di koran itu ku posting di blog. Kalau di blog, pasti dimuat karena medianya punya sendiri. 

Hehe .. Jadi tulisan nggak ada mubazirnya. 

Sebetulnya aku sudah punya blog sejak 2007. Tapi baru sebatas nulis sembarangan. Saya memposting apa saja. Kadang cerita kegiatan kuliah, tugas kuliah, kegiatan organisasi, atau artikel ringan lainnya. Aku kurang serius mengelolanya. Misalnya ada yang tidak gambar, lupa mencantumkan judul, tampilan seadanya, template gratisan, dan domain gratisan pula. 

Aku beli domain berbayar di tahun 2019. Saat itu aku ikut lomba. Agak berbeda nulis untuk koran dan blog. Jadi aku harus beradaptasi. Bermodal berani saya ikut kompetisi itu. Hasilnya, aku di urutan 72 dari 438 peserta. Hehe..

Itu jadi pembelajaran buatku. Aku terus aktif menulis di blog. Toh, ngeblog bukan buat lomba saja. Tantanganku adalah beralih dari menulis di koran ke blog memang berbeda.

Tahun 2020 saat pandemi, durasi di depan laptop semakin lama. Saat itu aku mulai bergabung di komunitas blogger. Semangat ngeblog semakin kuat. Di grup itu aku sering dapat ilmu tentang blog. Selain itu, di sana sering ada informasi lomba blog.

Pertengahan Desember 2020 ada informasi lomba yang diadakan oleh ASUS. Hadiahnya ada 5 laptop yang disediakan untuk pemenang. Deadline berakhir pada 15 Januari 2021. Jadwal pengumuman pada 29 Januari 2021.

Dan ternyata, pada pengumuman itu, aku dapat juara 5. Meskipun juara 5, aku dapat hadiah laptop ASUS E410. Saat itu aku menunggu pengumuman bareng istri. Setelah baca pengumuman itu kami seketika berpelukan. sambil mengucap hamdalah berulang kali.

 

Hadiah lomba itu memotivasiku jadi blogger. Secara rutin aku membuat tulisan di blog. Juga beberapa kali ikut lomba agar skill menulis semakin terasah. Karena dengan lomba itu aku dapat beberapa manfaat.

  1. Serius menulis karena biasanya tulisan lebih panjang, lengkap, dan berkualitas
  2. Mengukur kemampuan diri dengan peserta lainnya
  3. Menjalin silaturahmi dengan panitia penyelenggara dan peserta lainnya
  4. Menambah jejaring blogger

 

Jadi guru sekaligus penulis atau blogger adalah yang paling mungkin aku lakukan sebab bisa dilakukan di sekolah atau di rumah.

Aku juga mengajak siswa untuk jadi blogger. Memang tidak mudah. siswa tidak langsung tertarik. Dari seratusan siswa ada dua orang yang tertarik. Tidak apa-apa. Malah saya bisa lebih fokus mengajarinya. Lama kelamaan semakin banyak yang bergabung. Ada juga guru yang tertarik ngeblog juga. Bahkan sudah punya domain premium pula.


Siswa mempelajari dasar-dasar blog seperti membuat blog, memposting tulisan, mempercantik blog, memasang link URL, dan sebagainya. Seringkali mereka menulis kegiatan sekolah. Kadang belajar di laboratorium komputer, kadang belajar di luar ruangan. Saya salut sekali di usia mereka sudah punya blog. Padahal saya dulu waktu kuliah baru punya blog. 

Beberapa tulisanku dimuat di surat kabar lokal seperti Kabar Banten, Radar Banten, Banten Raya, Kabar Madura, Koran Jakarta, Radar Bekas, dan lainnya. Ada juga satu tulisan di Republika.

Aku sudah empat kali mengirim tulisan berupa opini ke Republika, tapi belum pernah dimuat. Eh pernah sekali mengirim cerpen, langsung dimuat. Alhamdulillah, honornya lumayan. Cair dalam dua minggu. Langsung ditranfer ke rekening pula.

Aku menulis juga di media online. Memanfaatkan beberapa platform citizen journalism yang dimiliki beberapa media nasional seperti Retizen (Republika), Kompasiana (Kompas) dan Indonesiana (Tempo). 

Aku sih sudah merasa menjadi bukan guru biasa saja. Dengan banyak menulis aku merasa sudah menjadi guru yang juga penulis dan menguatkan literasi di sekolah. 

Tapi aku takkan berhenti menulis. Tidak berhenti menularkan virus menulis kepada siapa saja. Juga aku mau saja ditulari virus menulis atau virus literasi dari siapa pun. Tak hanya menulis saja tetapi aku mengimbangi dengan membaca. Aku masih rutin membaca. Setiap minggunya harus ada membaca buku.  Biasanya sebulan sekali.

Guru fisika lalu aktif dalam kegiatan literasi tentu semacam anomali.

“Bapak kan ngajar fisika kok suka nulis, ya? Biasanya kan bahasa Indonesia yang nulis-nulis itu Pak?” tanya seorang siswa. Namanya Dzaky Fikriansyah, siswa kelas XII SMA.

Ya, dari seorang yang awam dengan menulis, lalu menulis di koran, ngeblog atau terbitkan buku bukanlah perkara mudah bagi seorang lulusan Fisika. Tapi sebetulnya bukan hal yang aneh juga lantaran banyak juga penulis bahkan wartawan dengan latar yang tidak linear dengan dunia kepenulisan. Karena menulis itu adalah skill bukan hanya bakat.

Menjadi Guru Yang Tak Biasa dengan Laptop Tak Biasa, ASUS ASUS Vivobook 14 OLED (M3400)

ASUS sebagai brand terkenal yang mengeluarkan berbagai varian laptop memang tak henti-hentinya membuat kejutan. ASUS kembali menghadirkan kejutan dengan melaunching laprop tak biasa ASUS Vivobook 14 OLED (M3400).


“Hadir dengan ditenagai AMD Ryzen™ 5000 H-Series Mobile Processors yang memiliki full powerful performance core untuk multitasking bahkan video editing. Selain powerful, prosesor ini memberikan daya baterai lebih awet sehingga produktivitas harian semakin maksimal. Dilengkapi dengan kartu grafis integrasi AMD Radeon yang memberikan performa gaming yang tanpa lag. Produktivitas harian dimanapun dan kapanpun jadi maksimal dengan performa prosesor dan kartu grafis dari AMD ini.”



Vivobook Pro 14 Oled (M3400) hadir membawa semangat inovasi anti mainstream. Apa saja fitur kehebatan Pro 14 Oled (M3400) yang tak biasa ini? Yuk kulik satu persatu.

1. ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) menggunakan AMD Ryzen™ 5000 H-Series Mobile Processors yang biasanya digunakan di laptop gaming.

Dengan demikian, kinerjanya menjadi lebih kencang dibandingkan laptop sekelasnya. Processor AMD Ryzen™ 7 5800H menggunakan konfigurasi 8-core dan 16-thread serta mampu berjalan di frekuensi hingga 4,4GHz sehingga performa Vivobook Pro 14 OLED (M3400) benar-benar meyakinkan kencang dan handal.



Prosesor berperforma tinggi yang biasanya digunakan di laptop gaming tersebut dirancang menggunakan arsitektur Zen3 melalui pemrosesan 7nm, sehingga memungkinkan Vivobook Pro 14 OLED (M3400) tidak hanya memiliki performa komputasi yang sangat andal tetapi juga dapat hadir dengan daya tahan baterai yang panjang.

Untuk gaming saja bisa apalagi untuk kerja lainnya. sebab biasanya untuk gaming itu kan kerja laptop seperti kerja paksa saja. Kalau kuat untuk gaming, untuk kerja lainnya pasti kuat juga. Justru terasa lebih ringan saja. Dengan memiliki Vivobook Pro 14 OLED (M3400), kita sama saja memiliki laptop gaming yang harganya jauh lebih tinggi.

 

2. Menggunakan Layar OLED, Hadirkan Visual Terbaik Untuk Segala Aktivitas 

Layar ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dilengkapi dengan teknologi layar OLED yang memberikan visual terbaik untuk segala aktivitas. Beberapa keunggulan layar OLED

  • Gamut warna terbaik di kelasnya dengan 100% DCI-P3. Layar vivid untuk kreativitas warna yang akurat dan hiburan visual yang cerah.
  • Mengurangi 70% cahaya biru yang berbahaya untuk kenyaman mata. Dengan tingkat cahaya biru berbahaya yang lebih rendah, ASUS OLED lebih bersahabat dengan mata dan membuat kualitas tidur yang lebih baik.
  • Gambar yang lebih jelas pada kecerahan apa pun. Warna yang kaya bahkan pada kecerahan rendah — selalu memukau
  •  DisplayHDR 600 True Black, membuat warna hitam pekat semakin detail yang sebelumnya tidak terlihat dalam adegan film dengan nuansa gelap.
  • Response time tercepat 0,2 ms di laptop apa pun, membuat adegan aksi bebas blur dalam film dan game, dengan pengguliran teks yang mulus.

Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dengan layar berteknologi ASUS OLED ini telah mengantongi sertifikasi low blue-light dan anti-flicker dari TÃœV Rheinland. Layar Vivobook Pro 14 OLED (M3400) lebih aman untuk kesehatan penggunanya. Layar Vivobook Pro 14 OLED (M3400) juga lebih nyaman saat digunakan. Berkat fitur tersebut, pengguna Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dapat bekerja lebih lama tanpa membuat mata mudah lelah.

Tampilan layar Vivobook Pro 14 OLED memiliki rasio aspek 16:10 dengan layar 2,8K OLED1 NanoEdge yang menampilkan visual sangat terang — hingga 600 nits, 90 Hz refresh rate, 0.2 ms response time, 100% DCI-P3 color gamut

memiliki rasio layar-ke-tubuh 84%, bersama dengan gamut warna DCI-P3 100% untuk warna yang sangat cerah. Layar laptop ini juga PANTONE® Validated untuk akurasi warna tingkat profesional dan bersertifikat TÃœV Rheinland untuk emisi cahaya biru rendah. Teknologi ini membuat aktivitas kita bersama Vivobook Pro 14 OLED semakin nyata dan segar.


Teknologi layar ASUS OLED juga membuat  tingkat cahaya biru yang jauh lebih rendah berarti perawatan mata yang lebih baik untuk anak-anak. Seperti kita ketahui cahaya biru  emisi cahaya biru yang diterima melewati retina saat menonton laptop memberikan dampak buruk untuk kesehatan mata. Teknologi layar ASUS OLED membuat anak-anak semakin aman menatap layarnya.

3. Memori Besar Pembacaan Kencang


Vivobook Pro 14 OLED (M3400) juga dibekali dengan memori berkapasitas hingga 16GB serta penyimpanan PCIe SSD berkapasitas 512GB, membuatnya selalu andal untuk berbagai aktivitas termasuk multitasking. Benar, mau berkreativitas apapun baik itu sebagai content creator, desain grafis atau gamer sekalipun. Tentu saja sangat worth it untuk aktivitas sebagai writer termasuk travel writer.

4. Memiliki Sistem Pendingin Yang Handal

Agar performa yang dihadirkan selalu optimal, ASUS membekali Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dengan system pendingin IceCool Plus terbaru. Sistem pendingin tersebut ditenagai oleh dua kipas khusus berbahan Liquid Crystal Epoxy Polymer (SCP) sehingga dapat hadir dengan 86 bilah di setiap kipasnya. Sistem pendingin ASUS IceCool Plus mampu menghadirkan aliran udara 16% lebih baik serta memastikan Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dapat selalu bekerja secara optimal.

5. Menghadirkan Warna Yang Tak Biasa dan Desain Yang Unik

ASUS Vivobook Pro 14 OLED memberikan alternatif warna yang tak biasa dengan warna-warna berani dan unik. Tersedia alternatif warna Cosmos Blue yang menenangkan atau Solar Silver yang awet muda. Pemilihan warna yang unik juga karakter yang pastinya berpengaruh pada suasana kerja kita.

Desain Vivobook Pro 14 OLED (M3400) juga unik. Dengan logo ASUS berupa 3D yang unik, dengan pola chevron anodized bertekstur, membuat enak mata memandangnya. Terlihat pula tombol Enter bergaris peringatan menjadi pusat perhatian.

 

6. Bobot Ringan dan Bodi Ringkas. Cocok Untuk Mobilitas Tinggi

Salah satu keunggulan laptop dibanding PC adalah mobilitasnya. Laptop bisa dibawa pergi ke mana-mana agar pekerjaan pun bisa tetap dikerjakan. Namun, tentu kita menginginkan laptop dengan bobot yang tetap membuat nyaman membawanya. Termasuk guru yang sering membawa laptop ke pelatihan atau workshop. Maka, kalau bisa laptop pun bobotnya tidak merepotkan. Terlebih emak-emak yang sudah banyak sekali bawaannya, maka laptop pun harusnya berbobot ringan pula.

Vivobook Pro 14 OLED (M3400) adalah jawabannya. Dengan bobot keseluruhan hanya 1,4 kg serta bodi ringkas dengan ketebalan bodi hanya 18,9mm membuat Vivobook Pro 14 OLED dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam ransel  atau bawaan kita sehingga membawanya pun tidak repot lagi. Pekerjaan yang membutuhkan mobilitas tinggi pun bisa diatas dengan sederhana.

7. Koneksi Internet Kencang dengan Wifi 6

Saat ini kita dituntut menyelesaikan pekerjaan dengan mengoneksikan internet secara lebih cepat. Vivobook Pro 14 OLED sangat mumpuni dalam konektivitas karena dilengkapi dengan WiFi 6 (802.11ax), yang memberikan kecepatan jaringan super cepat, bahkan untuk transfer file besar.

Konektivitasnya Vivobook Pro 14 OLED sangat mendukung untuk kerja yang lebih cepat, game online yang responsif, dan obrolan video yang sangat lancar. Bahkan konektivitas ini bisa ditingkatkan dengan teknologi ASUS WiFi Master eksklusif yang dimiliki teknologi ASUS Vivobook Pro 14 OLED. ASUS WiFi SmartConnect membuat perangkat secara otomatis memilih sumber WiFi terbaik.

 

8. Teknologi Suara Mengagumkan

Kualitas suara pada Vivobook Pro 14 OLED (M3400) begitu mengagumkan karena sistem suara bersertifikasi Harman Kardon yang luar biasa bagus di Vivobook Pro 14 OLED. Dengan Vivobook Pro 14 OLED, film dan game Anda dihidupkan dengan suara yang sangat imersif.

Dengan sokongan suara yang luar biasa ini kita dengan nyamannya mendengarkan musik atau menonton film dengan audio yang maksimal. Suguhan tontonan yang maksimal memberikan energi pula pada aktivitas kita. Begitulah pentingnya ketersediaan audio yang maksimal pada alat kerja kita. Untungnya, Vivobook Pro 14 OLED (M3400) menyediakan kebutuhan itu.

9. Teknologi Anti Bising Dalam Berkomunikasi

Vivobook Pro 14 OLED (M3400) menggunakan Next-level ASUS AI Noise-Canceling Technology. Seperti apa cara kerjanya?

Teknologi ini mengisolasi suara yang tidak diinginkan dari ucapan manusia. Fitur ClearVoice Mic di aplikasi MyASUS dapat menyaring kebisingan sekitar, dan mode Multi-Presenter menormalkan semua suara individu dari posisi berbeda untuk kualitas panggilan konferensi grup yang optimal. Fitur ClearVoice Speaker menyaring semua kebisingan sekitar selain ucapan manusia — jadi Anda akan mendengar apa yang dikatakan orang lain.

10. Webcam Yang Bisa Menjaga Privasi, Mengakses Bisa dengan Sidik Jari

Vivobook Pro 14 OLED menjaga privasi dan keamanan dengan baik. Webcam pada Vivobook Pro 14 OLED dapat dinonaktifkan sehingga bisa menjaga privasi jika memang diinginkan. Banyak pengalaman ketika melakukan video meeting lupa dalam keadaan yang belum siap sehingga bisa malu sendiri jika dilihat peserta lainnya. Nah, kejadian konyol seperti ini bakal dihindari dengan teknologi webcam Vivobook Pro 14 OLED.

Selain itu, mengakses Vivobook Pro 14 OLED bisa dengan mudah dan lebih aman. Sensor sidik jari pada tombol daya dan Windows Helltahun

o bisa menjadi alternatif selain mengetikkan kata sandi. Mudah dan cepat. Menghidupkan hanya dengan sekali sentuhan saja.

11. Memiliki Konektivitas Yang Lengkap

Vivobook Pro 14 OLED memiliki port I/O lengkap termasuk port, USB 3.2 Gen 2 Type-A dan port USB 2.0, serta port HDMI dan MicroSD Card reader yang memudahkan kita dalam menghubungkan periferal, layar, atau proyektor terbaru tanpa kerumitan.

12. Fitur Keyboard Backlit, Mudah Mengetik Meski Kondisi Gelap

Sering kita bekerja dalam durasi yang lama. Sampai tidak terasa kondisi di sekitar kita menjadi redup atau gelap. Bahkan kita mungkin biasa kerja di dalam ruangan yang kurang cahaya. Hal ini tidak menjadi kendala dengan teknologi keyboard backlit atau keyboard pada Vivobook Pro 14 OLED. Vivobook Pro 14 OLED tetap nyaman untuk bekerja di lingkungan dengan cahaya redup. Keyboard Vivobook Pro 14 OLED dirancang secara ergonomis, kokoh, konstruksi one-piece dan key travel 1,35 mm membuat mengetik jadi sangat nyaman.

 Spesifikasi Vivobook Pro 14 OLED

Main Spec.

 Vivobook Pro 14 OLED (M3400)

CPU

AMD Ryzen™ 7 5800H Mobile Processor (8-core/16-thread, 20MB cache, up to 4.4 GHz max boost)

AMD Ryzen™ 5 5600H Mobile Processor (6-core/12-thread, 19MB cache, up to 4.2 GHz max boost)

Operating System

Windows 11 Home

Memory

16GB DDR4

8GB DDR4

Storage

512GB M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 SSD

Display

14-inch, 2.8K (2880 x 1800) 16:10, ASUS OLED, 90Hz 0.2ms, 600nits,

DCI-P3 100%, Pantone Validated, VESA HDR True Black

Graphics

AMD Radeon™ Graphics

Input/Output

1x USB 3.2 Gen 2 Type-A, 2x USB 2.0 Type-A, 1x HDMI 1.4, 1x 3.5mm Combo Audio Jack, Micro SD card reader

Connectivity

Wi-Fi 6(802.11ax) (Dual band) 2*2 + Bluetooth 5

Camera

720p HD camera with privacy shutter

Audio

Smart Amp Technology, Built-in speaker, Built-in array microphone, harman/kardon certified audio

Battery

50WHrs, 3S1P, 3-cell Li-ion

Dimension

31.58 x 22.63 x 1.89 ~ 1.92 cm

Weight

1.4 Kg

Colors

Solar Silver, Cosmos Blue

Price

Rp11.299.000 (Ryzen 5 / 8GB RAM / 512GB SSD)

Rp11.799.000 (Ryzen 5 / 16GB RAM / 512GB SSD)

Rp12.799.000 (Ryzen 7 / 16GB RAM / 512GB SSD)

Warranty

2 tahun garansi global dan 1 tahun ASUS VIP Perfect Warranty


Bersiap Menjadi Yang Tak Biasa, dengan Laptop Yang Tak Biasa



Peluncuran ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) dengan kemampuan laptop gaming menjadi satu inovasi ASUS yang hebat. Sebuah potret bahwa ASUS tah henti-henti berinovasi. Sebagai Brand Notebook No.1 di Indonesia ASUS selalu terdepan dalam inovasi. ASUS telah memenangkan  61.520 penghargaan sejak 2001 hingga sekarang adalah bukti dari komitmen terhadap inovasi, desain dan kualitas.

ASUS telah memenangkan penghargaan sejumah 4.390 penghargaan yang diberikan oleh organisasi teknologi terpandang dan media IT di seluruh dunia. Berbicara produk ASUS memang menjadi kepercayaan masyarakat Indonesia.

Itu pula yang membuatku menjadikan laptop ASUS sebagai senjata menjalankan peran sebagai guru. Hadiah lomba menulis pada tahun 2018 lalu pun aku belikan laptop ASUS. Hingga sekarang rasanya semua pencapaianku memang disokong laptop ASUS sebagai senjatanya.

Aku bersama laptop yang kubeli dari hadiah lomba artikel jurnalistik Kemdikbud 


ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400) adalah kesempatan untuk menjadi apapun profesi kita dengan maksimal, bukan apa adanya, menjadi yang tak biasa. Ya, dengan prosesornya high performance AMD Ryzen™️ 5 5600H Mobile Processor with AMD Radeon™️ graphics ini kerjaan jadi anti ngelag. Lalu di-support dengan layar NanoEdge 2,8K OLED 14-inci yang menakjubkan dan audio bersertifikasi Harman Kardon memberikan pengalaman audio visual yang maksimal.

Dengan sistem pendingin kipas ganda, Windows 11 Home, WiFi 6 ultracepat, dan fitur keren seperti ditulis di atas memastikan kita menjadi sosok yang tak biasa.(*) 


Referensi:

https://www.asus.com/id/Laptops/For-Home/Vivobook/Vivobook-Pro-14-OLED-M3400/

https://www.asus.com/id/Laptops/For-Home/Vivobook/Vivobook-Pro-14-OLED-M3400/review/media/

28 comments for "Menjadi Guru Yang Tak Biasa Dengan Laptop Tak Biasa, ASUS Vivobook 14 OLED (M3400)"

  1. Tulisan pak guru tetap enak dibaca, termasuk Asus Olednya menemani aktifitas menulis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih banyak mbak. Makasih juga sudah berkunjung. Hehe

      Delete
  2. Keren sekali Bapak guru. Apalagi bapak guru suka menulis yang bisa memotivasi siswa dan tentunya menambah penghasilan. Ditemani laptop ASUS yang berkualitas, menulis dirasa makin mudah dan menyenangkan ya pak.

    ReplyDelete
  3. Hehe .. iya mbak. Awalnya pengen punya tulisan agar bisa juga mengajak murid menyukai dunia literasi

    ReplyDelete
  4. Masyaa Allah, keren banget. Dan memang tdk mudah ya kak mengajak siswa ataupun guru buat ikut ngeblog, tapi dgn usaha yg kontinyu lambat laun pasti pada tertarik. Btw, saya jadi pengen punya Asus terbaru ini.

    ReplyDelete
  5. "Karena menulis itu adalah skill bukan hanya bakat"...saya suka quotenya nih. Alhamdulillah ada murid-murid yang tertarik menulis ya. Kebayang sih rasa bangga tak terbayarkan. Di antara teman-teman ada aja yg bilang:"Han, ajarin nulis"...tapi trus sink-krik-krik. Cuma basa-basi aja...hehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, Kak. Ada beberapa sih yang minta dibimbing. Ya kalau nggak banyak, beberapa saja sudah bikin bangga sang guru. Betul kan Kak...hehe

      Delete
  6. "Belajar itu penting, bahagia itu harus." Noted. Guru akan menjadi orang tua berikutnya setelah orang tua kandung, jadi semua kalimatnya akan selalu terkenang. Semangat Kak, menjadi guru adalah perjuangan mulia. Sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Terimakasih banyak Kak.. mohon doanya supaya tetap konsisten dengan prinsip ini. Mudah-mudahan selalu ada energi buat jadi guru yang menginspirasi siswanya. Aamiin

      Delete
  7. Banyak tawaran yang menarik yang bisa dilakukan dengan laptop ini. jadi makin pengen punya. Kerasa sih kalau dibandingkan dengan laptop saya yang ada saja masalahnya. Hihihi. Memang sudah waktunya di-lembiru sih. Ini harganya sekitar 12an ya kalau ga salah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mari dilembiru, Mbak Ibarat senjata, laptop yang mumpuni kan sangat mendukung kerja kita ya.

      Apalagi blogger seperti Mbak, juga blogger temen-temen lainnya. Pasti sangat terbantu dengan laptop yang bukan seperti laptop biasa seperti ASUS Vivobook Pro 14 OLED ini

      Delete
  8. belajar dari mana saja, dari siapa saja, dan kapan saja ya pak, terima kasih telah menginspirasi, laptopnya sudah banyak nerjasa membantu menghasilkan banyak karya untuk anak bangsa ya pak

    ReplyDelete
  9. Betul, KAk. Ibarat istri kedua. Hehe.. sangat membantu menemani bekerja selama ini. Alhamdulillah, syukur banget, lah

    ReplyDelete
  10. sangat menginspirasi ceritanya karena dulu saya termasuk yang gak suka pelajaran fisika tapi alhamdulillah di kelas 10 bertemu guru fisika yang sangat baik dan berkesan walaupun beliau tidak mengajar lama di sekolah, dan memang guru harus punya skill digital terutama buat kegiatan belajar mengajar yang saat ini sangat penting skill cakap digital ini

    ReplyDelete
  11. Salut sama pak guru yang satu ini, lulusan Fisika, tetapi tulisannya luar biasa dan banyak menang lomba pula! Apalagi didukung dengan laptop yang mumpuni, makin ciamik saja. Sukses terus Pak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak Pak. Modalnya nekat sih. Maka, maklum ya kalau saya ada salah-salah dalam artikel atau tulisan saya.

      Terimakasih juga atas dukungan Pak Rizky selama ini. Aku salut juga sama Pak Rizky. Terutama tulisan yang menggelitik itu..hehe...

      Delete
  12. Udahlah di rumah dibanding-bandingin orang tua sama kakak or adik, di sekolah dibanding-bandingin guru pula sama siswa si a, b, c, d. Hehehe. Mantap Mas Padil. Semoga istiqamah menjadi guru yang mengayomi.

    Semangat literasi sekolah hendaknya didukung oleh guru yang lengkap dengan senjata perangnya, salah satunya ASUS ASUS Vivobook 14 OLED (M3400). Pasti deh bakal menjadi guru yang tak biasa berkat laptop yang luar biasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tentang membanding-bandingkan ini...
      Mudah-mudahan jadi pengingat saya dan guru lainnya. Mudah-mudahan guru nggak lagi melakukan hal itu. Toh, kita juga nggak mau dibandingkan ya .. makasih atas dukungannya mbak.

      Delete
  13. Sama banget bang, aku pun dulu gak pengen jadi tenaga pengajar. Eh, sekarang malah menikmati menjadi tenaga pengajar hehehe. Btw semoga bisa meminang laptop yang "Tak Biasa" ini ya bang, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Idolaku nih. Bang Joe multitalenta. Bisa lho orangnya. Hehe... Panutan anak muda. Karyanya banyak. Makasih sudah mampir Bang Joe...

      Delete
    2. Iya nih. Laptop yang tak biasa ini sungguh menggiurkan. Mudah-mudahan kita bisa punya. Aamiin

      Delete
  14. Aduh jadi ngiler lihat spesifikasi dan keunggulan laptop asus baru ini! Kebetulan lagi pengen upgrade laptop juga, makasi informasinya kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener, Mbak. Speknya luar biasa buat ngerjain konten.. Mudah-mudahan bisa punya ya. Aamiin

      Delete
  15. Benar-benar bukan guru yang biasa nih pak Padil. menularkan virus membaca dan menulis, tak hanya ke siswa tapi juga kepala sekolah dan rekan guru yang lain, bahkan kepala urusan dapur di yayasan pun semangat menulis.

    ReplyDelete
  16. Saya rasa kalau semua guru seperti pak guru... amankah bangsa kita.. dan bisa mengejar ketertinggalannya... terus maju dan menginspirasi pak..

    ReplyDelete
  17. Walau bukan dari jurusan keguruan tapi setidaknya Mas Padil sudah membuktika diri sebagai guru yang berprestasi. Keren deh pencapaiannya. Apalagi kalau ditunjuang juga dengan laptop canggih dari Asus

    ReplyDelete
  18. Seru bgt klo punya guru kayak mas padil gini. Selalu kreatif dan update sama perkembangan zaman. Terus selalu dekat sama teknologi juga jadinya layak klo mas padil ini jadi guru berprestasi

    ReplyDelete