Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Secangkir Kopi untuk Abi (Jurnal Ayah Hari Ke-1)

 Sudah beberapa hari ini Mas Jundi bisa bikin teh. Sebelumnya kalau pengen teh atau susu selalu dibikinkan. Tapi, beberapa hari ini sudah bisa bikin sendiri. 


Bahkan bukan hanya buat minuman untuk sendiri tapi juga buat abinya dan adeknya. 

Hari ini malah 2 kali. Di waktu pagi, saya minta dibikinkan kopi. 


Mas Jundi yang bikin. Mulai dari mengisi air ke cerek, memasangnya di kompor, menghidupkan kompor, ambil kopi, tuangkan gula. Setelah air mendidih, Mas Jundi ambil dengan pakai serbet. Supaya nggak panas di pegangannya. 



Perlahan dituangkan air mendidih ke gelas dan cangkir. 

"Ntar Abi yang bilang setop ya," 


"Ok, mas. Nah, setop. Segitu aja."


Kalau kopi, takaran airnya lebih dari setengah gelas. Kalau teh, airnya seperempat cangkir karena akan dicampur dengan air dingin. 


Setiap mau bikin teh atau kopi saya bilang hati-hati. Sehari ini dua kali bikin minum. Sore ini malah bikin tiga gelas. 


Ketiganya teh hangat. Saya, Mas Jundi, dan adiknya.  Semuanya dikerjakan mas Jundi. Mulai dari ambil air dari gentong sampai menyajikan di meja. Semuanya dia yang kerjakan. Saya terima beres. 


Alhamdulillah, meskipun baru sebatas bikin teh, seneng lihat dia bisa mengerjakannya. Apalagi membuatkan minuman untuk orang lain, pelayanan yang jarang bisa dilakukan orang, meskipun remeh. Saya jadi ingat kalau di sekolah, sebelum pandemi, saya sering meminta siswa membuat kopi. Bukan memanfaatkan tenaga siswa lho tapi pengen tahu juga apa dia bisa membuat kopi. Hal ini ada hubungannya dengan kebiasaan di rumah. Kalau dia sering membuatkan minuman untuk orang tuanya, pasti tidak ada kesulitan membuat kopi untuk gurunya. Meskipun ada juga yang bisa bilang biasanya yang membuat kopi yang bantu di rumah.


"Ya tidak ada salahnya kamu sekali-kali membuatkan minuman untuk orang tuamu, kan?"


Teh di gelas hampir habis. Kami menyeruput teh dengan nikmat sekali. Sore ini hujan. Saya pulang kesorean dari sekolah karena tidak bawa jas hujan. Mas Jundi duduk di kursi kerja. Saya di kursi kayu. Adeknya sama Bunda di lantai. Mendeprok. Mas Jundi sambil buka-buka rapor yang kemarin dibagikan. 

"Merakit senjata. Abi, ini Mas Jundi lagi merakit senjata dari Lego," katanya. 


"Merakit itu apa, Mas?"


"Merakit itu membuat," jawabnya. 


"Kalau misalnya Mas Jundi membuat teh, bisa dibilang merakit teh, nggak Mas?"


"Bisa," jawabnya mantap. 


Sebentar lagi  Magrib tiba. Mas Jundi dan adeknya minta izin ke musola dulu. Tidak berapa lama terdengar suara Mas Jundi azan. Serak-serak gitu kedengarannya. Hampir mirip suara saya. 

"Mas Jundi tadi azan ya?"

"Iya,"

"Disuruh siapa? Abinya Kakak Zidni?'

"Iya, kok tau Abi?"

"Abu nebak aja."


Post a Comment for "Secangkir Kopi untuk Abi (Jurnal Ayah Hari Ke-1)"