Bernostalgia dengan Wiro Sableng
Kemarin ada yang berbagi tulisan. Judulnya Sabdo Pandito Ratu. Terang saja saya langsung teringat novel Wiro Sableng. Sebab saya memang penyuka novel karangan Bastian Tito (almarhum).
Kenapa saya bisa suka novel Wiro Sableng? Dulu tidak banyak pilihan bacaan. Setelah komik Petruk (Tatang S), Bobo, Kuncung dan lainnya habis dibaca, saya baca yang lainnya. Karena yang ada Wiro Sableng, ya saya baca Wiro Sableng itu.
Tentu saja kebanyakan bahan bacaan itu hasil dari minjam. Keluarga saya tak punya banyak uang untuk membeli bahan bacaan itu.
Sampai usia sekolah menengah saya masih yakin kalau cerita Wiro Sableng nyata adanya. Tak banyak sih yang saya baca. Mungkin sampai belasan episode, dan tak urut.
Dulu di kota saya beuh kota....susah nyari toko buku. Saat kuliah, bacaan saya berubah. Kebanyakan buku tema agama dan pendidikan selain buku-buku kuliah.
Saat jaga warnet pun belum kepikiran nyari ebook Wiro Sableng. Lagi-lagi kecenderungan bahan bacaan yang sudah berubah.
Lalu di tahun 2012 saat jadi guru, saya semakin intens ngenet. Saat itulah terlintas nostalgia bahan bacaan waktu kecil. Ya salah satunya Wiro Sableng itu.
Lalu saya cari sebanyak-banyaknya novel Wiro Sableng. Sebanyak 190 episode saya unduh semua. Dari episode Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin hingga episode Sabdo Pandito Ratu.
Malahan, Sabdo Pandito Ratu ini bukan karya penulis aslinya, lho. Sebab penulisnya wafat sebelum menyelesaikan kisah Wiro Sableng ini.
Karena kecintaan penggemar Wiro Sableng, beberapa fansnya berusaha melanjutkan cerita pendekar kapak Naga Geni 212 ini. Ada grupnya Padepokan 212. Tapi sekarang sudah tidak aktif lagi.
Meskipun taste-nya sudah berbeda dengan penulis aslinya. Tapi kualitasnya tidak beda jauh kok. Mungkin ada sebab lain sehingga proyek ini terhenti.
Seru banget membaca cerita silat Wiro Sableng ini. Imajinasi saya saat mengikuti pertarungan-pertarungannya merasa sedang bertempur hebat. Berbagai jurus yang sangat pas penamaannya. Mulai dari Benteng Topan Melanda Samudera, Kunyuk Melempar Buah, hingga pukulan andalannya Pukulan Sinar Matahari.
Padahal, banyak pula pukulan dan jurus yang lebih hebat dan andal dari jurus-jurus Wiro yang diturunkan dari eyang Sinto Gendeng. Dari sini bisa mengambil hikmah bahwa di atas langit masih ada langit benar adanya.
Lalu kehebatan penulisnya yang mampu mengambil latar dan mendeskripsikannya dengan baik. Seperti latar di Ngarai Sianok, Sumatera Barat, yang kebetulan saya beberapa lama di sana, merasa Bastian Tito nggak sekadar ngawang-ngawang. Nyata dan jelas serta pas.
190 episode dengan rata-rata 90-110 halaman tiap episodenya memang benar-benar saya baca tuntas. Tak ada terlewatkan, eh kalau ada, tak sampai 10 persen saja. Hehe....
(Bersambung....)
212 ah, Wiro sableng. Kamu memang sableng.
ReplyDeleteBener, Pak. lucunya itu natural ya. nggak berlebihan hehe
DeleteJadi ingat kalau baca buku wiro sableng suak lupa waktu
ReplyDeleteWah..OmJay bener-bener menghayati. hehe...sama Om. saya juga begitu. Nggak mau lepas dari novelnya :)
Delete