Mengubah Takdir Indonesia Melalui Pendidikan
Saya sangat cinta Indonesia. Cinta itu pula yang menginspirasi buku saya "Guru untuk Indonesia". Oh iya. Saya seorang guru SMA. Saat ini sudah 9 tahun menjalani profesi guru. Banyak suka duka jadi guru.
Buku ini menceritakan tentang suka dan dukanya menjadi guru. Semacam curhatlah buku yang terbit pada Desember 2018 ini. Boleh jadi dalam proses pendidik itu seorang guru menemui jalan yang berliku bahkan buntu.
Banyak menghadapi kenakalan siswa. Pengen mengubah siswa menjadi baik. Tapi sering gagal. Nggak satu atau dua kali gagal. Tapi jangan menyerah. Guru harus ikhlas mengalokasikan waktu, tenaga, dan materi untuk siswa.
Kenapa saya katakan pengorbanan materi? Supaya relasi siswa-guru terbangun baik, maka guru bisa melakukan berbagai pendekatan, nggak cuma di kelas. Kadang ngajak ngaliwet atau makan bareng. Kadang main futsal atau badminton. Nah, sering kali guru yang keluar uang buat mbayarin siswa. Emang iya? Bener banget. Setidaknya itu yang saya alami.
Supaya menjaga semangat mendidik, jadikan profesi guru sebagai pengabdian. Memberikan kontribusi kepada bangsa. Sebab, kalau alasan materi, rasanya nggak sebanding gaji dengan pengorbanan guru.
Kalau mengharap pujian dari siswa ataupun orang tua, pujian itu nggak akan sebanding dengan kesulitan dan kesusahan sewaktu mendidik siswa. Maka, lakukan peran sebagai guru untuk Indonesia. Menjadi Guru untuk Indonesia.
Uniknya, kecintaan saya pada Indonesia ini nurun ke anak saya. Anak saya suka banget sama Indonesia. Suka banget sama bendera merah putih.
Mendekati usia yang ke-2 tahun ini, anak saya identik dengan Indonesia. Ke mana-mana ucapannya sering Indonesia. Ke siapa saja pun akan bilang Indonesia.
Kalau
sedang jalan-jalan terus melihat kibaran bendera, spanduk, umbul-umbul…dia akan
mengatakan Indonesia. Semuanya yang berkibar dianggap bendera. Kalau ketemu tiang bendera pengennya ngerek.
Begitu cintanya dia pada Indonesia, sampai-sampai tidur pun harus ada Indonesia di sampingnya.
Kadang nggak tau tempat. Pernah di pos jaga tentara ada bendera, dia dekati. Pengen ngambil benderanya. Di usianya yang genap 2 tahun, terbata-bata dia bisa menyanyikan Indonesia Raya. Baik saya tuntun, atau dia melafalkan sendirian.
Memang anak itu punya keunikan masing-masing ya nah kalau anak saya suka dengan Indonesia.
Pas musim 17-an dia itu paling senang banget kalau di ajak nonton latihan paskibraka di alun-alun meskipun tidak ikut upacara cara dan peringatan kemerdekaan tapi kami tetap menonton di rumah lewat akun youtube.
Bahkan tidak melewatkan upacara kenaikan dan penurunan bendera setelah selesai pun tetap senang dengan upacara 17-an begitu yang mengibarkan bendera di istana negara di laut di kapal di tebing atau di tepi pantai baginya merah putih merupakan satu warna yang yang layak dicinta.
Di rumah itu punya banyak bendera merah putih dari yang berukuran kecil sampai besar. Saya pernah ingin membuatkan tiang bendera di halaman rumah tapi batal gak jadi karena di rumah saya cukup sering hujan. Takut kesambar petir.
Sejak kecil sudah hafal Indonesia raya dan lebih hafal dibandingkan dengan lagu-lagu anak atau lagu yang sedang booming. Heran orang melihatnya.
“Jundi ini lucu. Tapi ya bagus. Hafal indonesia Raya” kaya eyangnya sewaktu berkunjung ke rumah.
Sudah 75 tahun Indonesia merdeka. Dibanding masa masih dijajah dulu, kondisi bangsa kita memang jauh lebih baik. Tapi Indonesia masih punya banyak PR. Banyak masalah yang harus dibenahi.
*Saya bermimpi ditawari oleh Pak presiden beberapa jabatan menteri. Maka, dengan antusias saya akan meminta dijadikan menteri pendidikan. (Aamiin. Umur saya masih 17 dikali 2. Hehe... Jadi masih muda ya…). Dan beberapa hal ini yang akan saya lakukan di dunia pendidikan Indonesia. Saya akan memperbaiki takdir Indonesia lewat pendidikan.
Bukan gebrakan revolusi (besar-besaran) sih. Tapi saya yakin ini akan memperbaiki dunia pendidikan Indonesia. Dan, saya yakin mungkin tidak bisa mengubah Indonesia hanya lewat pendidikan saja. Tetapi perubahan dan perbaikan itu saling berkaitan dengan hal lainnya. Tapi saya meyakini bahwa perbaikan pendidikan akan berpengaruh pula di bidang lainnya.
Mengurangi Beban Sekolah
Saat ini pelajaran di Indonesia itu terlalu gemuk. Sangat banyak jika dibandingkan dengan pelajaran di sekolah-sekolah di negara lain. Misalnya di sekolah dasar kelas 1 bisa ada 9 mata. Pernah saya ikut seminar bersama di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Banten, pemateri mengatakan kalau siswa kelas 1-3 sekolah dasar di Singapura hanya ada tiga mata pelajaran.
Setelah jumlah mata pelajaran dikurangi, muatan mata pelajaran dikurangi.
Caranya melakukan survei kepada siswa dan guru mata pelajaran tentang tema yang sulit dan dikeluhkan. Ya, bisa juga dengan meminta masukan dari para guru tema apa yang perlu dikurangi.
Jangan salah lho banyak guru yang juga mengeluhkan muatan di kurikulum. Banyak yang mengeluhkan tapi tidak mampu berkutik.
Ada baiknya membentuk tim untuk membedah muatan kurikulum. Bisa lewat focus grup discussion (FGD), seminar, diskusi dan lainnya. Untuk apa? Untuk menilai relevan atau tidak muatan kurikulum itu buat peserta didik.
Sebab banyak juga muatan mata pelajaran yang kurang relevan. Contohnya di matematika atau fisika kebetulan saya adalah guru matematika fisika.
Mungkin ada juga muatan yang saling tumpang tindih. Misalnya materi Termodinamika yang dipelajari di Kimia dan Fisika. Atau materi turunan yang ada di Gerak Lurus Berubah Beraturan, padahal turunan baru dipelajari di matematika kelas XI. Nah, ini kan jadi kurang nyambung.
Nah, Profesi Guru makin punya tantangan di masa pandemi. Tanyakan saja pada guru betapa tugas mereka berlimpah lagi.
Memberlakukan Dua Kurikulum
Saat rapat kenaikan kelas, banyak guru yang mengeluhkan hasil ujian siswa.
“Si itu sepertinya kurang mampu di IPA. Banyak dasar-dasarnya yang kurang menguasai.”
“Lha, sama Bu. Di pelajaran saya juga gitu” balas guru lain.
“Wah, banyak kok yang hampir sama kayak dia, Bu. Ada enam orang lebih di IPA itu yang cukup mengkhawatirkan hitung-hitungannya.”
Banyak guru yang mengeluhkan kemampuan siswa. Saat ini kan umumnya jurusan terbagi IPA dan IPS. Banyak anak IPA yang kurang pas di IPA. IPA itu kan identik dengan hitung-hitungan atau rumus-rumus. Kalau nggak menguasai hitung-hitungan akan kewalahan di IPA.
Makanya agak mengherankan banyak anak yang kurang kuat hitung-hitungannya tapi masuk ke IPA. Tapi kadang bukan salah anak. Banyak juga yang masuk IPA karena disuruh orang tua. Apa sebabnya?
Kalau jurusan IPA itu lebih gampang cari kerja. Itu alasan paling banyak. Ah, jaman now masih juga berpikiran kolot seperti itu. Padahal, sukses atau tidaknya seseorang bukan ditentukan dari jurusannya. Tapi tergantung kerja keras!
Bagusnya ada dua atau lebih kurikulum yang sesuai dengan kemampuan anak. Kurikulum yang mampu memfasilitasi anak sesuai kemampuannya.
Supaya tidak ada kesan diskriminasi maka bisa dibuat namanya yang lebih halus. Jangan sampai menimbulkan kesan kemampuan rendah dan kemampuan lemah.
Kan sekolah yang ideal itu sekolah yang memahami kebutuhan siswa. Siswa pun belajar sesuai dengan kebutuhannya. Bukan karena tuntutan sekolah, ujian ataupun tuntutan kurikulum.
Jamin Kesejahteraan Guru
Isteri saya seorang dosen. Jadi nyambung kalau ngomongin pendidikan.
“Indonesia itu kaya. Sangat kaya malahan. Tapi gaji guru kok memprihatinkan ya, Dek?”
“Memprihatinkan gimana, Mas?”
Waktu itu saya baru baca di internet. Sebuah media online besar di Indonesia. Mewartakan kalau ada guru yang dibayar Rp. 150.000 per bulan.
“Lha kalau dia bapak-bapak, apa cukup buat menghidupi keluarganya ya? Bukannya menghina tapi uang segitu dapat apa.”
“Lha iya, Mas. Buat bensin, makan, trus kebutuhan sehari-hari dari mana?”
Membahas nasib guru –terutama guru honor- di Indonesia ibarat mengupas bawang. Makin dikupas makin membuat mata berair.
Saya mengalaminya. Di bulan pertama saya mengajar, gaji sejumlah Rp. 50.000. jadi saya tahu persis perasaan guru honor itu. Padahal, peran guru honor tidak kalah penting dari guru negeri. Kalau guru negeri masih mending karena gajinya lumayan tapi bagaimana dengan nasib guru honor.
“Korupsi negara ini besar. Kalau uang negara nggak dikorupsi bisa buat gaji guru honor. kalau memang alasan tidak bisa gaji guru honor karena negara tidak punya uang.”
Isteri saya kesel. Lalu pergi ke mesin jahit. Katanya mau bikin masker anak. Sementara, saya teruskan membaca.
Saya yakin jika kekayaan alam bisa dikelola negara dengan baik maka pasti dapat digunakan untuk membiayai dan menaikkan kesejahteraan guru.
Mengapresiasi Siswa Berprestasi
“Kan kasihan ya Pak. Anak udah capek belajar. Nggak sehari dua hari. Berhari-hari. Siang malam belajar. Kok nggak ada apresiasi ya dari dinas.”
KSN ini memang yang mengadakan dinas. Rutin setiap tahun.
Saya sebagai pembina tidak heran atau kaget. Karena memang sudah tahu seperti ini. Ya, beberapa lomba serupa memang nggak ada hadiahnya. Kompetisi rutin biasanya OSN, O2SN, dan FLS2N. Tapi semuanya nggak ada hadiahnya –kecuali piala- di kabupaten. Kalau tingkat provinsi mah ada. Lagi-lagi kalau ditanya kenapa nggak ada biayanya,
“Nggak ada anggarannya ke pos itu.” Hm…
Tidak kalah mirisnya jika lomba ‘hanya’ ngasih piala. Kasihan anak-anak yang sudah capek-capek bahkan cidera saat bertanding.
Sebagai menteri pendidikan saya pastikan siswa berprestasi tadi dapat hadiah. Kalau bisa uang dan piala. Agar anak bisa terbayar kelelahan mereka. Agar ada sedikit penghibur untuk mereka.
Tapi tetap terus menjaga sportivitas mereka. Terus ditanamkan agar mereka siap menang dan siap kalah saat bertanding.
Di tahun 2017 lalu seorang kepala daerah ditangkap karena korupsi Rp. 7,7 miliar. Uang sejumlah itu kalau dipakai untuk apresiasi siswa yang lomba kan lumayan.
Untuk siswa yang tidak ikut lomba bisa mendapat kesempatan dengan beasiswa atau bantuan lainnya. Agar tidak ada kecemburuan. Agar semua bisa mendapatkan kesempatan yang sama meskipun dalam bentuk berbeda.
Proyek Sosial Siswa
Bagus juga kalau anak sekolah punya proyek sosial setiap tahun. Mereka harus membuat satu kegiatan sosial di lingkungannya. Intinya mereka berbuat kebaikan kepada orang lain. Program ini sifatnya wajib untuk siswa semua tingkatan (dasar, menengah, dan atas).
Proyek ini untuk menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan mereka. Laporannya seperti laporan berita dengan rumus 5W + 1 H. Intinya adalah berbuat kebaikan kepada sesama. Mungkin selama ini sudah dilakukan. Tapi kadang kurang pemaknaan.
Kalau sudah dibuat kebijakan, mereka akan lakukan dengan baik. Tidak main-main. Dan supaya mendapatkan manfaat dan tujuan proyek sosial ini.
Saya yakin bahwa banyaknya kenakalan pelajar seperti tawuran narkoba itu disebabkan terlalu banyak beban di sekolah. Akhirnya mereka mencari pelampiasan. Sejatinya mereka berkelahi atau merusak fasilitas umum karena sedang menyalurkan energi yang terpendam.
Maka alangkah baiknya jika energi itu diarahkan untuk hal-hal yang positif. “Sibuk kan mereka dengan hal-hal yang positif maka mereka akan lupa dengan hal-hal yang negatif.”
Begitulah peran generasi muda bahkan seharusnya sudah dimulai sejak mereka di sekolah.
Pendidikan karakter memang sudah lama digalakkan. Tapi praktiknya terjadi kegagapan. Waktu pelaksanaannya kurang memadai. Beban kurikulum masih berat. Guru dipaksa mengejar ketuntasan materi. Akhirnya tidak bisa berbuat banyak.
Nah, kalau porsi mata pelajarannya dikurangi maka guru punya waktu yang lebih leluasa untuk peningkatan karakter.
Proyek Kreativitas Guru
Sekarang guru tak terlalu dipusingkan dengan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran). Dulu RPP berpuluh bahkan ratusan lembar. Sekarang hanya satu lembar. Dalam hal ini pendidikan kita sudah lebih baik. Sebelum ini, guru selalu dipusingkan dengan kewajiban administrasi.
Biasanya lalai membuat RPP. Baru dilengkapi kalau ada akreditasi. Persiapan dilakukan. Guru mengorbankan mengajar di kelas. Kelas kosong. Tidak belajar.
Nah, ada bagusnya kalau kewajiban administrasi dikurangi.
Sebagai gantinya, guru membuat raport kreativitas. Isinya tentang kreativitas yang dilakukan guru di sekolahnya. Bisa berupa kegiatan belajar mengajar, organisasi sekolah, karya ilmiah, atau lainnya.
Bentuknya tidak rumit. Laporan disusun seperti rilis berita. Memakai kaidah jurnalistik 5W + 1 H. Nantinya laporan kreativitas itu dibagi dan diakses oleh seluruh guru di Indonesia. Sehingga guru bisa saling berbagi inspirasi.
Kreativitas itulah yang sangat diperlukan oleh pendidikan kita. Kurikulum sekarang memang dikurangi muatan kompetensinya. Tapi itu kan berlaku dalam kondisi pandemic Covid-19 ini. Kalau sudah selesai pandemik? Bisa jadi akan seperti semula.
Penutup
Semoga pembaca tidak mengira bahwa saya orang yang payah di ranah kognitif ya. Dulu saya banyak prestasi lho sewaktu sekolah. Di bidang akademik cukup lumayanlah prestasi saya. Saya selalu rangking 1 di sekolah dasar (Kelas 1-6). NEM waktu SD pun tertinggi. Di SMP saya kembali selalu rangking 1. Meraih NEM tertinggi di SMP. Beberapa kali juara umum. Waktu masuk SMA, NEM saya tertinggi nomor 2.
Di tahun 2005 saya meraih peringkat 1 OSN fisika tingkat kabupaten. Meskipun saya terhenti di kompetisi tingkat provinsi.
Justru dari situlah saya merasakan bahwa sekolah dengan
hanya mengedepankan hafalan tidak baik untuk siswa. Itulah yang akan saya lakukan jika saya menjadi pemimpin negeri ini. Terutama jika saya dikasih kesempatan jadi menteri pendidikan. *
Kisahnya benar2 nyata dan sy jadi pingin nonjok muka para koruptor
ReplyDeleteHehe..iya mas. Negeri kita kaya tapi banyak dirampok orang sendiri
DeleteBetul mas padil, ngeri sekali ya pada koruptor ini. Banyak uang-uang negara yang dirapok dan seharusnya uang-uang ini bisa diberikan ke posko pendidikan agar stake holder terkait termasuk guru-guru dan siswa bisa menikmati fasilitas pendidikan yg lebih baik.
DeleteSaya doakan semoga bapak terpilih menjadi menteri pendidikan suatu hari nanti :)
ReplyDeleteAamiin. eh usia udah lewat kali ya. siapalah diriku. hanya bisa ngimpi. tapi gak papa lah ya hehe
DeleteKagum saya sama pak guru ini, sudah melahirkan buku yang inspiratif. Ngomong-ngomong jadi guru SMA itu beda pula tantangannya ya Mas Padil. Saya ngerasain banget selama menjadi murid dan melihat tingkah teman-teman saya, termasuk tingkah saya juga selama belajar mengajar di kelas. Wkwkwk. Seringnya ngajak guru debat sih. Kadang debatnya sehat banget, terkait materi pelajaran. Kadang debatnya ngalor ngidul entah kemana, malah ngajakin guru curhat. Wkwkwkwk.
ReplyDeleteGuru itu punya banyak wajah. Wajah pengajar, wajah teman, wajah orang tua, bahkan wajah sahabat bagi anak didiknya. Semua ide yg diutarakan di artikel ini sangat sangat masuk di akal dan layak diserap sebagai aspirasi oleh pemerintah pusat dan daerah.
wah, mbak Mutia ini sanggup merasakan jiwa guru, nih. Saya terkesan dengan "Jadi guru punya banyak wajah." Bener banget mbak...kadang dari rumah udah bawa perasaan bahagia nih ya eh ketemu siswa yang langsung ngebuat perasaan bahagia tadi ambyar... kalau nggak pinter-pinter, kebawa ke kelas nih. Makasih banyak mbak komentar mbak...
DeleteSalut, guru yang menghasilkan buku. Pasti jd guru kesayangan para murid. 9 th bukan waktu yg singkat, makanya banyak pengalaman dan dituangkan dalam tulisan 🙏😀
ReplyDeletealhamdulillah bang, dulu kepikiran aja, minimal satu buku deh.. anggap sebuah karya seumur hidup eh nggak ding..pengen nambah lagi. hehe..
DeleteBaca artikel ini sampai selesai, keren banget. Ternyata prestasinya juga luar biasa. Pernah ikut OSN dan juara ya pak Guru.
ReplyDeleteDari cerita di atas, saya makin dukung pak guru Padil jadi the next Menteri Pendidikan Indonesia. Negara butuh orang-orang seperti pak guru nih.
Btw, salam kenal pak guru Padil. Saya Hanat dari Banyumas
Terima kasih banyak sudah membaca ya Mbak.. Alhamdulillah dulu pernah ikut OSN meskipun berhenti di tingkat kabupaten. Meskipun ini mimpi, ah siapa tau rezeki ya mbak bisa jadi mendikbud. hehe...
DeleteJundi lucu banget mbak, semoga suatu saat bisa menjadi pemimpin Indonesia ya. Misalkan mengikuti orang tuanya, baik itu sebagai dosen seperti Istri Mas atau menjadi guru seperti Mas Padil.
ReplyDeleteMakasih sudah bercerita di artikel yang sangat inspiratif ini.
Bener maas. Kalo pun bukan saya yang jadi menteri, semoga anak saya bisa deh jadi menteri. bukan sekadar pengen jadi sih tapi dengan jadi menteri makin banyak kontribusi yang bisa dilakukan. kalo pun nggak jadi juga, semoga tetap bermanfaat bagi banyak orang. aamiin
DeleteTerima kasih untuk semua sosok guru yang sudah bekerja keras dan berkontribusi dalam pendidikan Indonesia. Semoga pemerintah bisa semakin banyak membuat kebijakan yang mensejahterakan tenaga pendidik di Indonesia.
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin. Semoga jerih payah mereka dibalas baik dengan pahala maupun materi.
DeleteNgomongin soal pendidikan di Indonesia nih Agak susah selain karena kurikulumnya suka ganti setiap menteri pendidikan nya ganti.
ReplyDeletekesejahteraan buat guru rasanya tuh nggak diperhatikan apalagi guru honorer. Suka sedih aku kalau baca berita ada guru yang sampai sepatunya bolong, punya utang di warung dan lain sebagainya
Iya mbak. Banyak variabelnya. Meskipun kurikulum berganti, belum tentu bisa mengubah. Sebab ini kaitannya dengan SDM secara keseluruhan. Bener, miris aja kalau baca kisah guru. kasihan kehidupan guru honor di negeri kita. Semoga suatu saat -segera- kesejahteraannya, kehidupannya meningkat
DeleteSaya kok terlalu fokus sama kesejahteraan guru ya Mas, haha... gak sebanding dengan tugas dan amanah konstitusional mencerdaskan kehidupan bangsa ya. Tetapi harus optimis dan bersemangat ya, tidak lemah hanya karena gaji kecil.
ReplyDeleteNggak papa mbak fokus dengan kesejahteaan guru. Itu tandanya mbak perhatian. hehe... semoga kesejahteraan guru semakin membaik. aamiin
DeleteSaya hormat dengan profesi guru karena guru adalah pahlawan tanda jasa sebenarnya. Namun saya ada pertanyaan tentang pendidikan budi pekerti yang tidak dimasukkan dalam kurikulum lagi. Karena terbukti banyak siswa yang kurang dapat menerapkan budi pekerti terhadap orang lain diluar dirinya...baik yang muda . yg setara maupun yang tua..belum lagi bnyak siswa mengabaikan rasa hormat terhadap orang yang berbeda keyakinan ..kesannya siswa sekarang ingin dipandang paling benar, paling segalanya tapi menghalalkan segala car. Semoga ada perbaikan kedepannya ttg budi pekerti ini..
ReplyDeleteKatanya sih pendidikan budi pekerti ini sudah terintegrasi ke semua mata pelajaran. Dalam artian, semua guru harus menanamkan pendidikan budi pekerti ini ke mata pelajarannya. Termasuk guru matematika. Nah, begitu semangatnya. tapi memang tidak mudah realisasinya.
DeleteSebagai orangtua saya menantikan gebrakan sistem pendidikan di negeri ini. Sebenarnya saya sudah banyak berharap pada Mas Mentri. Njilalah kok ya pas pandemi gini, jadi masih serba terbatas. Saya juga menganggap pendidikan anak untuk kelas bawah terlalu banyak. Sehingga anak kurang mendalami suatu materi. Lagi cinta-cintanya sama materi B, eh udah harus kejar-kejaran sama materi C. Saya berharap ada perubahan besar dengan kurikulum. Semoga setelah pandemi ada gebrakan baru dari para pemangku jabatan.
ReplyDeletebenar, mbak. banyak yang menanti sepak terjang dan jurus mas Menteri. Eh malah pandemi. Guru pun jadi menunggu-nunggu. Tapi gerakan merdeka belajar bisa jadi salah satunya
Deletewah aku suka nih mengubah takdir indonesia bisa melalui buku, melalui guru" yang hebat pasti membawa takdir indonesia menuju ke sukses dan berjaya
ReplyDeleteIya mas. Semoga ya takdir Indonesia membaik lewat pendidikan. Aamiin
DeleteAlm. Bapakku dulu seorang guru SD dan aku seorang guru juga disalah satu SMA Swasta. Jadi aku tau betul bagaimana perjuangan seorang guru seperti apa.
ReplyDeleteDan pastinya harapanku untuk dunia pendidikan semoga semakin baik kedepannya terutama tuk kesejahteraan para guru yang mengajar di pelosok desa.
Iya mbak. Semoga Pendidikan Indonesia semakin bagus ya. Semoga Perjuangan guru Indonesia nggak sia-sia. Aamiin.
ReplyDeleteAku selalu salut sama profesi guru, aku sampai membayangkan kalau guru buat soal sepusing apa, karena kalau dipikir-pikir soal susah itu bukan jawabannya yang susah atau sulit tapi lebih sulit lagi yang buat soal. Udah buat soal juga harus membuat jawabannya sekaligus, betapa memang guru itu sangat mulia profesinya yaa.
ReplyDeleteSemoga Bukunya kelak best seller aku iri banget kalau ada yang bisa buat buku huhu.
Semoga pendidikan di Indonesia makin maju ya kak, kesejahteraan guru makin diperhatikan dan pelajaran sekolah anak-anak makin dikurangi, kasihan soalnya anak-anak masih kecil sudah belajar banyak pelajaran sekolah
ReplyDeleteAaminn... semoga terkabul ya, suatu saat jadi pejabat yang bisa membuat keputusan besar dan penting dalam dunia pendidikan.
ReplyDeleteSaya juga sering terima curhatan guru, berkeluh kesah dengan sistem pendidikan, kurikulum dan berbagai masalah berkaitan dengan administrasi dalam dunia pendidikan. Memang banyak hal yang perlu di benahi
aamiin.. semoga terkabulkan,,senangnya kalau banyak guru yang punya visi kaya gini tidak hanya berkeluh kesah tapi juga memikirkan nasib pendidikan selanjutnya ya pak
ReplyDeleteSaya selalu suka dengan kisah pak Padil sebagai guru, keluh kesahnya dan solusinya. Saya jadi percaya kalau negeri ini nggak kekurangan guru-guru milenial yang berkualitas, cuma emang birokrasi aja yang bikin ampas. Tetap semangat pak guru!
ReplyDeletePendidikan Indonesia kalah 150 tahun dari Jepang, kita belum bisa bersaing secara dunia. SDM dan pola pikir guru di masing-masing daerah terpaut jauh, contoh di Jakarta mereka yang menyebut dirinya guru menjadi kan guru sebagai pekerjaan, padahal lebih dari itu saya pikir guru adalah profesi yang dimana punya tanggung jawab terhadap siswanya, tidak memikirkan gaji, tunjangan, hari libur dll. Kalo protes guru juga manusia ya memang benar guru manusia tapi guru itu lebih-lebih dari pekerjaan.
ReplyDeleteSemoga guru-guru di Indonesia sehat, inovatif dan kreatif serta sabar dalam mengajari anak didiknya.