Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Renungan di Ulangtahun Anak

 Hari ini Ulangtahun si bungsu. Firaz muslim Al Awwab. Kami punya dua anak. Laki-laki semua. Si sulung 5,5 tahun, bungsu genap 3 tahun. Ulangtahun si bungsu agak berbeda. Jauh jaraknya dari si sulung. Kalau si sulung Juni, si bungsu September. 

Kalau si sulung awal bulan alias tanggal muda, si bungsu tanggal tua. Hehe... Emang ngaruh? Ya sedikit banyak ngaruh. Terutama dalam anggaran tentu. Beberapa hari dari ulang tahun si sulung, dia sudah nanya aja kapan ulangtahun adeknya. Tapi masih lama. Trus dia lupa. 

Satu hari sebelum ulangtahun adeknya, baru diingatkan. Eh spontan si mas bilang minta coklat. Lha siapa yang ulang tahun nih? Coklat apa aku nggak tau. Trus digambar sama mas Jundi. Bentuknya sih mirip si quen. Tapi salah ternyata. Kayaknya lebih pas kalau dibawa langsung ke warungnya. Alias ke waralaba.

Sedikit berbeda reaksi yang punya hajat. 

"Dek, besok adek ulang tahun, lho." 

"Iya." Jawabnya pendek. 

Reaksi sederhananya malah bikin saya ngakak. Bukannya trus minta apa atau bilang hore gitu. Eh ekspresinya datar-datar aja. 

Tak ada perayaan khusus. Cuma makan-makan. Lha sama aja dong. Hehe..Jujur kami bingung mau apa dan ke mana.  Akhirnya beli menu mainstream. Yang juga ada pas nggak ulang tahun. Beli nasi Padang dua bungkus, nutrijel dua bungkus, susu cokelat, juga permintaan khusus mas Jundi; coklat. Eh, lupa. Pagi tadi ada jojorong. Makanan rakyat khas sini atau Sunda gitu.

Sedikit berbeda dengan ulang tahun si sulung yang beli kue segala. Tapi itu untuk kali pertamanya beli kue juga.

"Kalau adek beli lilin juga aja, Bi." Si sulung nawar. Makin bingung ini siapa yang ulang tahun ya. Hehe

"Nggak usah ya. Nggak usah beli lilin." 

"Emang kenapa, Abi?" 

"Kan nggak ada kuenya. Jadi buat apa lilinnya."

"Emang nggak beli kue, buat adek?"

"Nggak mas. Lha mas kan pilih beli coklat. Tadi bilangnya gitu."

Ulangtahun si bungsu tanpa kue atau lilin. Untungnya masih makan-makan. Itu pun di rumah. Sebab mempertimbangkan kondisi pandemi yang tidak memungkinkan pula. Nah, apa saja renunganku di hari istimewa si bungsu ini? Sebisa mungkin ada hikmah yang bisa diambil dari setiap peristiwa.


Yang pertamakali harus disyukuri adalah punya anak. Yah, sampai pada punya anak dulu saja harus disyukuri. Sebab banyak orang tua yang harus susah payah untuk dapatkan anak karena memang belum diamanahi anak. Bahkan ada yang sampai usia sepuh tetap belum dapat anak. 

Saya punya teman, hingga kini ada yang 8 tahun dan 11 tahun belum punya anak. Bagi orang tua, anak merupakan sumber kebahagiaan. Dapat dibayangkan bagaimana panjangnya penantian mereka untuk mendapatkan anak. Bulan berbilang bulan hingga tahun berganti tahun. Meskipun anak bukan merupakan segala-galanya tapi tetap sebuah keluarga tanpa anak rasanya hambar.

Maka, punya anak saja harus disyukuri. Perkara repot atau anak nakal, itu jauh lebih baik daripada tidak punya anak tadi. Apalagi jika masih anak-anak.

Kadang sering kesel dengan anak. Rewel, susah diatur, dan seringkali berantem. Rasanya pengen marah aja. Tapi saat ingat lagi bahwa anak merupakan titipan, yang tidak semua dititipi, segera ngelus dada. Bagaimanapun kondisi saya jauh lebih baik daripada mereka yang hingga usia senja masih berdua saja. 

Selanjutnya tentu bersyukur atas keadaan dan perkembangan anak. Alhamdulillah hingga sekarang sehat dan menyenangkan hati. 

Ini mungkin yang sering saya lupakan. Bahwa syukur tentang kondisi anak yang sampai saat ini perlu disyukuri. Sering lupa. Hanya sesekali ingat ya pas lagi ada momen seperti ini. 

Kedua anak yang rajin ke musola walaupun untuk main, sudah bikin haru. Bahkan sempat beberapa kali saya yang diingatkan oleh anak-anak, saya yang diajak ke mushola.

Post a Comment for "Renungan di Ulangtahun Anak"