13+ Tragedi Yang Terjadi Saat Membawa Anak Ke Mushala
Gedebuk!. Si bungsu jatuh. Nangis. Tadinya saya pikir, ah udah bisa jatuh. Paling nggak kenapa-napa. Paling banter lecet. Jadi, saya yang saat itu sedang shalat, meneruskan shalat. Eh, tapi tangisnya makin keras. Saat si bungsu mendekat, saya gendong, sambil shalat. Pas digendong itu, sekilas saya lihat ada darah. Malahan darah yang keluar dari hidung itu sudah sampai ke mulut. Wah, kalau sampai mulut, berarti parah nih. Langsung saya membatalkan shalat, dan langsung pulang.
Kejadiannya tadi malam. Saat shalat Isya. Si sulung sudah kecapekan, jadi tidur duluan. Tapi nggak si bungsu yang ikut ke musola. Seperti biasa, saat saya shalat dia main. Entah kejar-kejaran, main mobilan, atau lainnya.
Tadi malam itu dia jatuh. Sampai mimisan. Darahnya lumayan banyak. Sampai ke mulut, dan saat saya gendong, baju saya pun kena darah di pundak kanan dan kiri.
Tujuan utama membawa anak ke mushala itu adalah untuk mengajari. Sejak kecil belajar shalat, sejak dini belajar ibadah. Meskipun belum jatuh kewajiban bagi si anak.
Kan ada lagunya tuh. "Belajar di waktu kecil bagai mengukir di
atas batu. Belajar sesudah dewasa laksana mengukir diatas air”.
Ternyata, tak hanya terjadi tragedi seperti di atas saja yang bisa terjadi saat mengajak anak ke mushala. Baik itu kejadian yang menyenangkan ataupun menjengkelkan. Berikut ini pengalaman saya, dengan dua anak yang kini berumur 6 tahun dan 3 tahun, saya telah mengalami berbagai hal itu.
1. Sedang Sujud, Anak Naik Di Punggung
Mungkin semua bapak-bapak yang punya kebiasaan membawa anaknya ke mushala mengalami ini. Eh sebetulnya waktu shalat di rumah pun bisa terjadi hal ini. Dan mungkin ini moment yang paling indah bagi orangtua; saat shalatnya 'diganggu' si anak.
Pas merasakan ini, membayangkan saat Rasulullah dulu juga dibuat mainan sama cucu-cucu beliau yaitu Hasan dan Husein. Kejadian Rasulullah ini pula yang jadi landasan kalau nggak papa ngajak anak ke tempat ibadah, dan nggak papa anak-anak 'mengganggu' orangtua saat shalat. Nggak batal shalatnya. Lanjutkan aja.
2. Semangat Ngajak ke Mushala, Malah Main sampai Di Sana
Benar. Beberapa kali anak-anak semangat ngajak shalat. Azan belum berkumandang sudah ribut ngajakin. Ayo shalat...ayo shalat. Malah sudah bawa-bawa sajadah segala. Eh ternyata sampai di sana hanya mau main sama temannya, nggak jadi shalat.
3. Shalat Sambil Ngobrol
Pernahkan ya anak shalat sambil ngobrol? Lalu apa yang kita lakukan? Jangan buru-buru marah ya. Ngaca deh. Dulu waktu kecil, kita juga begitukan? Tapi nggak juga membiarkan. Tetap lakukan edukasi. Meskipun, satu dua kali dia masih mengulangi. Tak apa. Tetap ajak ke Mushala ya.
4. Shalat Pakai Celana Pendek
Mood anak hilang timbul. Pas lagi semangat, mau aja dia pakai peci dan sarung serta bawa sajadah. Tapi pas lagi malas, seenaknya aja ke mushala. Semaunya mengerjakan shalat. Pas tiba masuk waktu shalat, pengen ke mushala dengan perlengkapan seadanya. Kadang bisa dibilangin, suruh ganti. Tapi kadang juga nggak mau disuruh ganti. Pakai apa yang saat itu dipakainya. Termasuk pakai celana pendek. Jadilah dia shalat dengan bercelana pendek. Hehe...
5. Pipis atau BAB
Terutama si kecil yang belum bisa diomongin. Maunya ikut ke mushola tapi tidak mau dikondisikan; diajak pipis dulu ke kamar mandi nggak mau. Mm....ditatur ya namanya. Hehe...
Sementara, saat itu sudah nggak pakai Pampers. Eh sedang asyik shalat tiba-tiba si kecil yang sedang main di mushola tadi pipis.
Saya beberapa kali mengalami. Pernah sewaktu si kecil di teras Mushala. Jadilah saya mengepelnya. Pernah pula di dalam mushola tapi saat itu pakai celana dalam, meskipun merembes sampai ke celana luarnya tapi tidak sampai di celana bagian bawahnya. Dan saya memastikan lantainya tidak lembab atau basah. Kalau basah, repot mengepel. Apalagi kalau pipisnya di karpet. Wah, mau tidak mau harus mengepelnya.
Karena itu kalau bisa sebelum ke mushola, dipaksa aja ke kamar mandi dulu. Supaya aman.
6. Terlambat, Nggak Mau Shalat
Karena sesuatu hal, sering saya terlambat ke mushala. Pernah suatu ketika, karena terlambat, si sulung nggak mau shalat. Padahal masih ada satu atau dua rakaat. Tapi mungkin sedang tidak mood, jadinya dia memilih duduk aja di dalam mushala. hadewuh
7. Ikut Shalat Subuh, Minta Gendong, Sampai di Mushala Tidak Shalat
Pernah suatu ketika si sulung pesan, Subuh besok dibangunkan. Tentunya saya senang. Anak mau ikut shalat subuh. Subuhnya, dibangunkan susah. Malas-malasan. Malah katanya minta gendong. Ladalah.... Tapi demi dia mau shalat, mau saja saya menggendong.
Untung tidak jauh Mushalanya. Meskipun, cukup berat juga. Mana pagi buta. Sudah keluar tenaga.
Sudah capek-capek, eh malah sampai di mushola nggak mau shalat. Masih ngantuk katanya. Akhirnya
8. Dapat Kosa kata Tidak Bagus
Pulang dari Mushala, si sulung bawa oleh-oleh yang membuat saya terkejut dalam hati. Karena bisa disembunyikan. Sesuatu kata yang tidak bagus artinya.
Lantas saya tanya dia dapat dari mana. Jawabannya dari si anu. Hm...
Dalam pergaulan emang tidak bisa dihindarkan dari pengaruh buruk lingkungan. Cepat atau lambat sesuatu yang buruk itu akan memapar anak. Asalkan dalam batas kewajaran, tidak perlu disikapi berlebihan. Jelaskan saja bahwa itu tidak bagus.
Sekali lagi, cerminkan pada kita. Toh, dulu juga begitukan? Yang penting diedukasi juga bahwa itu tidak bagus.
Kita tidak bisa menjadikan anak kita steril (dari pengaruh buruk), tapi kita bisa jadikan dia imun (tahan terhadap hal buruk).
9. Jatuh Sampai Berdarah
Saya lirik, dia menoleh ke saya. Masih dalam
kondisi shalat, dengan kode tangan, saya ngasih isyarat untuk mendekat.
Pikir saya, dalam kondisi darurat, tak mengapa membuat gerakan selain gerakan shalat. Setidaknya itu yang saya dapat dari selama ini mengaji. Boleh saja dan tetap lanjut shalat. Si bungsu pun mendekat.
Masih dengan tangis yang semakin keras. Saya raih dan saya gendong. Eh rupanya dihidungnya mengalir darah. Dari hidung sampai mulutnya. Wah, kalau sampai mulut begini, pasti darah mengalir, dan tidak sedikit nih. Langsung saja saya batalkan shalat. Balik kanan dan pulang.
10. Berantem Dengan Temannya
Sekali dua kali sambil shalat, becanda dengan temannya. Pernah becandaan mereka kelewatan. Sambil pukul memukul gitu. Akhirnya ada yang marah lalu sampai menangis. Namanya anak laki-laki. Tidak jauh dari emosi tinggi. Selama itu wajar, nggak papa. Biarkan itu jadi pengalaman.
11. Berangkat Bareng, Pulang Duluan
Dengan semangat 45, kami bertiga ke mushala. Sebelumnya si kecil ogah-ogahan berangkat sebab sedang makan. Tapi lihat kakaknya yang sudah siap sedia, dia pun bergegas juga. Waktu itu shalat Maghrib
Sampai di mushola, langsung shalat karena sudah mulai shalatnya. Satu dua menit masih terdengar suara si bungsu. Eh lama-lama kok nggak terdengar lagi.
Begitu selesai shalat, dia sudah tak ada. Sandalnya pun nihil. Sesampainya di rumah, pintu yang berangkat tadi sudah terbuka.
Lalu istri bilang, kok adek ulang duluan? Kok nggak bareng?
Lha saya terus jawab, "adek nggak pamit kok. Main kabur aja. Emang kenapa ya? Mau pipis atau mau apa?"
Rupanya dia mau meneruskan makannya. Oalah...berani dia menembus malam, berani pulang sendiri, demi meneruskan makannya tadi. Hehe...
12. Berangkat Bareng, Pulang Tak Bareng, Langsung Main
Ini yang paling sering terjadi. Tidak setiap saat anak boleh main. Hanya waktu tertentu. Nah, saat ke mushala, itu kesempatan anak untuk main sama temannya. Makanya, sering habis shalat si sulung keluar dulu lalu main sama temannya. Terutama di Zuhur dan ashar. Kalau maghrib, harus pulang dulu, ngaji baru boleh main.
Kadang aman-aman aja mainnya. Kadang ada aja yang terjadi. Baik jatuh, nangis, main sampai ke tetangga jauh, sampai kecelakaan. Ya, kecelakaan.
13. Keserempet Mobil
Nah, di suatu ashar itulah, kejadiannya. Habis shalat nggak langsung pulang. Main dulu sama temannya. Karena udah biasa, ya saya izinkan. Saya pulang duluan.
Saat sedang santai di rumah eh tiba-tiba si sulung datang sambil nangis, diantar temannya. Katanya keserempet mobil. Saya panik, segera memeriksa badannya. Apa yang kena apa yang sakit. Dia bilang kakinya. Benar saja. Saya lihat sandalnya bekas tergores apa gitu.
Tapi tidak kelihatan ada bekas apa di kakinya. Saya periksa sampai teliti. Khawatir sakitnya lebam di dalam yang tidak kelihatan. Dia masih nangis. Akhirnya dibalur dengan minyak but but.
Begitulah risiko di jalanan. Mulai dari jatuh, main batu, badan kotor hingga kecelakaan. Kita harus siap dengan berbagai kemungkinannya.
Begitulah, banyak cerita dari kebersamaan dengan anak-anak. Bahkan setiap hari ada cerita. Apa yang saya tulis mungkin belum apa-apa dibandingkan cerita yang dialami pembaca yang jauh lebih heroik.
Meskipun banyak cerita seperti di atas, banyak pula cerita bahagia dan sukanya. Menjadi sebuah kenangan dan kebanggaan bagi orangtua.
1. Berani iqomat
Di rumah sudah belajar iqomat. Lalu beberapa kali ditawari untuk iqomat di mushoal, masih belum berani. Sampai beberapa pekan kemudian si sulung berani iqomat. Sungguh bahagianya saya waktu itu. Alhamdulillah sampai sekarang semangat tuh kalau disuruh iqomat.
2. Abi, shalat Khusyuk
Dia dapat ilmu dari sekolahnya. Kalau shalat itu harus khusyuk. Menjelang berangkat shalat dia bilang,
"Abi, mas Jundi mau shalat khusyuklah. Biar dapat pahala."
"O gitu ya... Ya. Abi doakan mas Jundi shalat khusyuk ya."
Kami shalat berdampingan. Shalat dijalankan dengan khidmat. Setelah salam, mas Jundi menghadapkan wajahnya ke saya,
"Abi, khusyuk!"
Saya acungkan jempol. Dua sekaligus. Tanpa ngomong sebab sedang zikir.
3. Semangat ngajak ke Mushala
Entah apa motivasinya, yang jelas Mushala punya daya tarik. Tak bosan ngajak ke mushala. Sampai hujan pun kadang ngajak. Nggak tau saya sedang ngantuk atau capek. Nggak setiap waktu sih.
Semangatnya ke tempat ibadah tentu menjadi anugerah yang membuat bahagia. Memang, perjalanannya masih jauh. Tapi setidaknya dengan intensnya anak-anak dekat dengan tempat ibadah, menjadi dasar bagi aktivitas kehidupannya.
Saya teringat wakil rektor III kampus tempat saya menimba ilmu. Saat beliau kuliah di ITB dulu, sesudah kampus, tempat yang dicarinya adalah masjid. Masjid menjadi dasar pengembangan karakter dan keilmuannya.
Semoga anak-anak semakin dekat dengan tempat ibadah. Aamiin.
Kalau menurut saya mengajari anak shalat sebaiknya di rumah. Kecuali si anak sudah bisa di atur atau sudah berumur 7 tahun barulah dibawa ke masjid.
ReplyDeleteHehe... Iya bang. Niatnya ngajarin anak biar sejak dini ke Mushala sih
DeleteTragedi yg bakalan dikenang dan jadi pembelajaran buat anak. Dan jadi perhatian kita juga sebagai orang tua. Terima kasih pak guru, sangat bermanfaat
ReplyDeleteSemoga mbak. terima kasih banyak
DeleteHehe seru ya
ReplyDeleteSaya masih kecil dulu gitu juga. Gangguin emak salat. Trus berulah saat di masjid jika ikut bapak
Anak anak emang gitu kali ya hehe
Iya bang. seru juga ya masa kecil. hehe...
DeleteSenangnya anak-anak pasti, Bapaknya ngajari hal baik sejak dini. Memang dengan intensnya anak-anak dekat dengan tempat ibadah, menjadi dasar bagi aktivitas kehidupannya nanti. Segala tragedi bisa jadi cerita dan akan dikenang mereka (dan Bapaknya) sepanjang masa
ReplyDeleteIya, Mbak. Harapannya agar anak dekat dengan ibadah sih.
DeleteMasyaallah gpp Mas Padil,, tetep diajak anaknya ke musala, insyaallah ke 13 "tragedi" perlahan² akan berkurang kok seiring pertumbuhan anak. Setuju sekali bahwa masjid/musala sebagai dasar pengembangan karakter dan keilmuan.
ReplyDeleteIya, Mbak. Semoga tetap semangat ke musala. Kudu pakai strategi nih
DeleteAku pernah baca suatu artikel,kalau anak anak tidak apa jika saat di ajak ke mushala atau masjid mereka bermain.
ReplyDeleteKarena mereka masih kecil jadi belum begitu memahami kalau di masjid atau mushala tak boleh begini begitu.
Tapi perlahan lahan kita ajarkan kalau boleh ikut asal main nya tak boleh berlebihan karena akan mengganggu jamaah lain nya.
iya mbak, kudu pakai strategi agar mereka tak terlalu meribut di musala.
DeleteNggak papa sih ngajak anak kecil ke masjid. Meski kadang suka agak sebel juga kalau sudah melihat anak-anak main sampai ribut atau merusakkan barang. Tapi ya gitu, cuma bisa senyum-senyum manyun yuni tu. Hehehe
ReplyDeleteIya mbak. semoga para orangtua bisa maklum ya. hehe...
DeleteBagus juga sih mengajak anak sholat di musolah. dengan bgitu mengajari anak sejak dini untuk beribadah.
ReplyDelete