Lebaran Tanpa Mudik
Seharusnya lebaran ini jadwalnya keluarga kami mudik. Tahun lalu kami tidak mudik. Berselang-seling kami jadwalkan untuk mudik. Namun, kemungkinan mudik lebaran ini batal mudik. Penyebabnya tahu sama tahulah. Wabah Corona yang menjadi penyebabnya. Kasus Corona di Indonesia masih banyak. Grafiknya naik.
Mudik dan lebaran ibarat dua hal yang sulit dipisahkan. Sebagai sebuah tradisi, ibarat melengkapi rangkaian puasa dan lebaran. Semarak atau tidaknya lebaran, mudik menjadi pemanisnya. Bagi perantau –termasuk saya- mudik merupakan ritual sakral. Mudik merupakan kegiatan penyambung silaturahmi dengan keluarga dan saudara. Meskipun saat ini teknologi komunikasi semakin canggih sehingga membuat jarak seolah tidak berarti, bagi banyak orang -juga saya-, kehadiran fisik tidak tergantikan dengan alat komunikasi itu.
Mudik menjadi pelepas rindu setelah sekian lama terpisah. Bertahun-tahun. Saya sudah dua tahun tak bertemu keluarga. Dan jika tahun ini tidak mudik, berarti akan tiga tahun baru bertemu keluarga,jika tahun depan mudik.
Semua mafhum jika tahun ini tidak mudik. Sebabnya virus Covid-19 hingga saat ini belum mereda. Berbagai simulasi dan riset mengabarkan virus yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya itu akan mereda di bulan Juni. Namun, data berbagai rumah sakit menunjukkan data pasien positif Corona masih stabil. Grafik kasus Covid-19 di Indonesia pun masih mengalami grafik naik.
Untuk mengurangi penyebaran pandemi Covid-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan atau lebih tepatnya imbauan terkait lebaran, bahwa boleh pulang kampung tapi sebaiknya tidak mudik. Meskipun imbauan ini kesannya tidak tegas. Sebab, intinya adalah pergerakan manusia dari yang tidak dihindari. Dengan pembatasan pergerakan manusia, diharapkan penyebaran Covid-19 juga berkurang.
Ternyata, jauh hari sudah terlihat banyaknya yang melanggar imbauan ini. Banyak pemudik yang berusaha mencari kesempatan untuk lolos.Untuk menghindari razia larangan mudik dengan memasukkan mobilnya ke truk. Atau, pemudik yang menumpang truk barang.
Pemudik juga menjadi tak terhindarkan saat banyak maskapai kembali beroperasi. Satu dua teman saya yang juga tidak bisa menahan diri dari mudik, akhirnya memanfaatkan celah ini untuk mudik. Banyak jalan menuju Roma. Apalagi, buat orang Indonesia yang memang sangat 'kreatif'.
Sementar, saya dan banyak orang yang tak mudik, merasa perlu melakukan ini agar ikut membantu pemerintah agar Covid-19 ini tidak semakin meluas. Minimal menyelamatkan keluarga sendiri. Misalnya agar tidak terpapar Corona saat di perjalanan mudik.
Kita harus waspada. Sebab, penyebaran virus ini sulit terdeteksi. Orang yang kelihatannya sehat baik-baik saja bahkan bisa saja terpapar virus ini. Jadi, orang yang secara fisiknya sehat-sehat saja bisa jadi telah tertular bahkan akan menularkan pula.
Banyak kasus penularan virus Corona hingga ke daerah-daerah pelosok dilatari bepergian atau kunjungan dari daerah terpapar. Kengeyelan mudik bisa saja membawa bencana. Bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga pada keluarga hingga orang-orang di kampung halaman.
Karena itu, ada baiknya menahan diri untuk tidak mudik. Sebab, kondisi di jalan tidak bisa diprediksi. Berbagai ancaman tertularnya virus bisa saja terjadi di jalan. Meskipun sudah melakukan proteksi berupa protokol pencegahan. Mungkin saja pemudik moda transportasi pribadi bisa meminimalisir. Namun, pemudik moda angkutan umum, berpotensi besar tidak bisa menghindari.
Namun, gelombang mudik (atau pulang kampung) saat ini cukup ramai. Di televisi ataupun media sosial menggambarkan kondisi lalu lintas yang cukup ramai. Ngeri melihatnya. Seakan imbauan tidak mudik tidak banyak berpengaruh.
Blunder Relaksasi PSBB?
Untuk membatasi penyebaran Covid-19, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 (Permenhub 25/2020) Tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H. Moda transportasi akan dibatasi. Namun kemudian, muncul wacana relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Wacana ini merujuk pada data sebaran Covid-19 yang stagnan pada dua pekan terakhir. Meskipun, wacana ini juga banyak yang menentang. Sebab, Covid-19 belum benar-benar tuntas. Lalu, apakah yang membuat kemunculan wacana ini? Besar kemungkinan adalah faktor ekonomi. Pemerintah berupaya agar sirkulasi ekonomi tetap berjalan untuk memastikan keberkahan pertumbuhan ekonomi. Bagaimana pun, pandemi Covid-19 membuat ekonomi melemah atau surut.
Apakah wacana ini bisa menjadi blunder? Bisa jadi. Tentu tidak mengharapkan apa saja kejadian buruk menimpa kita. Namun, harapan ini tentunya dibarengi dengan usaha yang tidak mengarah ke sana pula. Karena itu, sebelum virus ini benar-benar tuntas, sebaiknya tidak tergesa mengeluarkan kebijakan yang tidak selaras dengan usaha pencegahan.
Sebab, contohnya pada 17 Mei, terjadi pelonjakan jumlah positif Corona sejumlah 489 kasus. Pada 17 pula, di Indonesia terdapat 17. 514 positif Corona, 4129 sembuh, dan 1148 meninggal.
Minim Kesadaran
Di berbagai daerah, sangat minim sekali kesadaran massa untuk melakukan PSBB. Beberapa pusat perbelanjaan ramai. Penuh sesak, tanpa melakukan jaga jarak (social distancing). Mereka rapat saja jaraknya. Membludaknya massa di beberapa tempat pusat perbelanjaan semakin ramai saja mendekati lebaran.
Persiapan menyambut lebaran mengalahkan kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19. Mereka abai pada keselamatan sendiri dan keluarga. Padahal tidak kurang-kurang imbauan pemerintah juga pemerintah daerah agar warga menjalankan protokol pencegahan.
Abainya masyarakat dengan protokol pencegahan Covid-19 tentu saja membuat kecewa pihak yang sudah berupaya melakukan pencegahan. Terutama tenaga kesehatan (nakes) yang menjadi terdepan menghadapi pasien positif Corona.
Seakan usaha mereka sia-siakan, sudah berkorban untuk mengurangi muara Covid-19, sementara hulunya dibiarkan saja. Kecewa, atau bahkan geram dengan kurangnya kesadaran masyarakat.
Tidak kompak. Kalau begitu, bakal kurang efektif. Ada yang sudahlah mati-matian menjaga, eh ada lagi yang seenaknya melanggar. Indonesia Terserah mungkin menjadi ekspresi kedongkolan. Longgarnya PSBB dan dilanggarnya jaga jarak.
Mungkin banyak yang bosan beberapa lamanya di rumah. Memang semua tahu hal ini. Namun, tindakan-tindakan ceroboh itu bisa saja menyulut gelombang kedua pandemi Covid-19. Apa harus ada lagi korban berjatuhan agar kita bisa melek? Tolong jangan egois. Harus saling bantu melawan musuh tak kasat mata ini.
Selain itu, massifnya kerumunan massa dikarenakan menjelang lebaran. Masyarakat pun hendak berbelanja kebutuhan lebaran. Rupanya, kondisi pandemi tak bisa mengalihkan dan mengalahkan kebutuhan ini. Maka ramailah pusat perbelanjaan seperti mal, pasar, dan toko-toko.
Lantas, apakah kita semua menjadi apatis dan masa bodoh karena banyak mereka yang melanggar? Tentu tidak ya. Tetaplah menjadi orang yang ikut menjaga agar tidak semakin meluas corona itu. Kekeliruan, kesalahan, atau hal negatif tidak harus diikuti. Seperti banyaknya orang yang korupsi, kita tidak ikut-ikutan korupsi, bukan? Biarpun kita menjadi yang tetap berpikir jernih di tengah pandemi ini. Banyak kebaikan yang diabaikan, namun tidaklah membuat kita abai untuk selalu berbuat kebaikan. Maka, biarlah lebaran ini hanya bisa lewat alat komunikasi saja. Semoga tidak mengurangi kekhidmatan bersilaturahmi.
(*)
Bismillahirrahmanirrahim
ReplyDeleteDi sini juga, masih banyak pusat perbelanjaan yg rame. Sampe heran, orang-orang ini udah tau lebaran di rumah aja kok masih aja belanja baju dan teteek bengeknya. Astaghfirullah
ReplyDeleteSudah ditutup langsung sama Pak Sutiaji ges
DeleteSama aja ya di tempat lain. Hehe
DeleteApalagi mau lebaran, kebutuhan orang-orang beli ini itu banyak banget. Yang sandang, pangan, dkk. Jalanan tetap ramai meski psbb, hanya saja pada pake masker. Indonesia Terserah.
ReplyDeleteBenar, jadinya itu sebagai alasan buat melegalkan bebas di luar
DeleteLebaran tanpa mudik, mengharuskan kita menahan rindu untuk tidak bertemu keluarga, meskipun dengan terpaksa merelakannya.
ReplyDeleteSebagai perantau mudik di waktu lebaran sangat dinantikan. Tapi tahun ini kami memilih untuk tidak mudik demi kesehatan dan keselamatan semua. Sedih sih, tapi yakin ini adalah yang terbaik.
ReplyDeleteSenasib mbak ya hehe...
DeleteSemoga lekas hilang pandemi. Aamiin
Bakal kangen kampung halaman banget nih. Tapi saya heran sama orang-orang, gak ada acara mudik aja pada ribut nyari baju lebaran. Kan mending dirumah aja, biar pandemi ini juga cepat ilang.
ReplyDeleteAdanya wacana relaksasi, seolah sudah membolehkan kita bergerak bebas seperti sebelumnya. Padahal kondisi ini masih belum benar-benar aman.
ReplyDeleteYuk, kita sabar bersama sampai kondisinya benar aman baru keluar menghirup udara segar.
Mas Guru, bener itu tetap jadi orang yg ikut menjaga agar jangan sampai wabah Covid-19 ini makin meluas dan merata dengan adanya mudik. Kita gak boleh apatis dan bomat sama orang2 yg cuek, harus terus membantu mengingatkan.
ReplyDeleteSebagai salah satu yang menganut lebaran mesti mudik. Sekarang saya harus merelakan tak mudik.
ReplyDeleteKarena bagaimanapun...
Saya harus bisa menahan diri untuk mudik. Soalnya beberapa kasus covid di sumbar justru terjadi dari mereka yg punya kontak dengan perantau.
lihat foto-foto yang bertebaran di medsos, bikin horor kak, kok bisa itu lautan manusia sebanyak itu di mana-mana
ReplyDeletehanya bisa berdoa agar semua baik - baik saja, tidak ada peningkatan Covid-19 sehingga semua ini bisa berakhir aamiin
Sama sedih banget lebaran gak bisa mudik pertama kali ini. Tapi sekarang yang penting adalah sehat-sehat dulu
ReplyDeleteRasanya kalau lihat orang2 berkerumun, nggak pakai masker, jadi sebel sendiri. Mungkin mereka tidak merasakan jadi orang yang harus menahan rindu tidak mudik kali ya. Ah, sudahlah
ReplyDeleteTetap mengingatkan sanak saudara untuk tetap memenuhi protokol kesehatan. Pake masker kemana2, cuci tangan, ganti baju dan langsung cuci jika habis keluar atau habis dari kerumunan. Kita jangan ikut2an melanggar. Jika ada lampu merah ada yg nylonong, kita tetap berhenti jangan ikut2an. InsyaAllah, itu lebih aman.
ReplyDeletekadang pesimis tapi harus tetap semangat
DeleteTapi aku melihatnya dari dua sisi kak. Ada orang yang menahan diri untuk tidak mudik, ee tapi ada pula yang sesukanya saja mudik dan berdesak-desakan seperti yang sempat heboh di bandara. Jadi kasian sama yang gak mudik .seakan pengorbanan mereka sia-sia. Hiksss
ReplyDeleteHari selasa kemarin didaerah saya pasar sangat ramai sama orang yang mencari baju lebaran, ya memang sih di daerah saya masih tergolong aman, tapi yang namanya mencegah ya mau zona hijau pun harus tetap dilakukan.
ReplyDeleteLebaran tahun ini memang terasa beda banget, ya. Meski aku ngga pernah mudik. Tapi, lebaran tanpa kumpul keluarga meski satu kota. Rasanya sedih pasti. Cuma kan lebih kasian lagi kalau memaksakan diri. Malah yang ada cenderung lebih berat mudharatnya jadinya, ya
ReplyDeleteYa Allah sedih ya liat kerumunan2 itu, jangan2 nanti ada sholat id di lapangan? Sy sj di rumah lg mengantisipasi tetangga2 yang mau salaman nih ke rumah harus sedia hnd sanitizer pastinya
ReplyDeleteSepi sekali lebaran taun ini gan. Karena banyak keluarga disana yang tidak diperbolehkan mudik.
ReplyDeletehah,, corona yang menyebabkan blunderr,,,
ReplyDeleteudah rela2in gak mudik tapi masih bnyk aja yang bandel, kebijakannya juga serba abu2... ya alloh sabarrr sabarrrr
Bahasa awam, tingkat literasi, buruknya komunikasi birokrasi, lemahnya kepemimpinan, dan kepanikan masyarakat membuat kebijakan-kebijakan terkait covid19 ini jadi mentah. Semoga lekas berlalu deh si corona ini.
ReplyDeleteTahun depan pasti bisa mudik, sabar aja karena pandemi, next lebih seru mudiknya
ReplyDeleteaamiin
DeleteYang penting tetap silaturahmi via online. Dari pada maksa mudik kemana mana malah memperbesar kemungkinan penularan wabah
ReplyDeleteKuncinya memang satu : kesadaran. Setelah sadar, kita akan paham. Kalo semua orang sadar tentang protokol pencegahahan Covid 19, saya yakin tanpa harus diingatkan terus, orang2 akan jaga jarak, diam di rumah, dan rajin cuci tangan. Tifak ngoyo mudik atau abai tetap berada di kerumunan.
ReplyDeleteYuni nggak mudik lebaran. Sempat sakit hati pas ada pelonggaran PSBB terus banyak orang yang berbondong-bondong mendatangi pusat perbelanjaan untuk menyiapkan lebaran. Rasanya geram. Tapi ya, Yuni cuma bisa diam saja sih. Seenggaknya, Yuni masih ingin menjaga keluarga Yuni di kampung sana. Agar tetap aman.
ReplyDeleteSemoga pandemi ini segera berakhir. Agar kita, para perantau bisa mudik tanpa khawatir banyak hal.