Belajar Di Rumah Bikin Masalah?
Working from home. Sumber: www.freepik.com
Kondisi daerah kita belum membaik sejak tersebarnya wabah virus Covid-19. Sudah dua pekan sekolah diliburkan. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan imbauan lewat surat edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan yang berisi panduan langkah-langkah mencegah berkembangnya penyebaran Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan. Lewat surat edaran tersebut, Kemendikbud mengeluarkan 18 poin imbauan (protokol) kepada para satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Namun, kebijakan ini berubah. Beberapa daerah membuat kebijakan dengan menyesuaikan kondisi di daerahnya. Karena dianggap sebagai kejadian luar biasa (KLB), beberapa daerah meliburkan atau tepatnya merumahkan sekolah. Banten termasuk di dalamnya. Sejak 12 Maret, siswa belajar dari rumah, tapi guru tetap ke sekolah. Satu hari berselang, guru pun dirumahkan.
Dua pekan berlalu. Karena kondisi belum membaik, kebijakan ini akan ditambah. Kondisi masih belum memungkinkan untuk melakukan aktivitas belajar di sekolah.
Di banyak daerah, belajar di rumah diperpanjang hingga dua pekan ke depan. Rata-rata sampai bulan Mei. Di Indonesia, jumlah yang terkena virus Covid-19 semakin bertambah baik yang tersuspect maupun yang meninggal. Data pandemi Covid-19 pada 26 Maret 2020 adalah 893 orang positif, 35 sembuh, dan 78 meninggal. Satu hari kemudian menjadi 1.046 positif, 46 sembuh, dan 87 meninggal. (Covid-19.go.id)
Beragam Konflik Kebijakan Belajar Di Rumah
Untuk mengurangi potensi penyebaran virus yang lebih masih sekolah diliburkan dan gantinya belajar dari rumah. Namun, kondisi serba mendadak akibat force majoure ini bukan tanpa risiko bukan tanpa konflik. Baik itu konflik siswa, orang tua dan guru. Di berbagai media sosial ramai mengabarkan ‘huru hara’ yang terjadi di rumah. Pada umumnya orang tua mengeluhkan tugas dari guru yang dirasakan berat, ribet, dan sulit.
Belajar dari rumah berkonsep penggunaan teknologi dengan pelibatan alat komunikasi dalam hal ini handphone pintar. Meskipun pada umumnya tidak asing lagi dengan gawai pintar. Hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 juga menunjukkan, penetrasi pengguna internet dalam bidang pendidikan juga tinggi. Namun, itu sebatas memakai pada keperluan komunikasi dan aktif media sosial. Bukan pada penggunaan aplikasi dan fasilitas yang digunakan pada pembelajaran daring. Padahal,
Ringkasnya, banyak orang tua yang gagap dengan belajar di rumah. Anak seperti tak dapat liburan karena banyak tugas. Orang tua juga tidak dapat beristirahat atau work from home karena dipaksa membantu tugas anak. Bisa jadi, soal atau tugas yang diberikan terlampau sulit sehingga orang tua pun dibuat pusing. Bahkan hal ini terjadi di jenjang sekolah dasar. Padahal, beratnya konten kurikulum sudah bukan rahasia umum lagi.
Membikin video, mengedit, mengunggah bukanlah perkara yang mudah. Tidak sedikit siswa yang mengeluhkan dengan belajar dirumah bahwa tidak lebih ringan dari belajar di sekolah orang tua, bahkan lebih galak daripada guru yang biasanya mengajar. Orang tua cepat uring-uringan atau marah ketika mengajari anaknya mengerjakan tugas. Jalan pintas akhirnya orang tualah yang mengerjakan tugas itu.
Setidaknya terdapat hikmah dengan adanya belajar dirumah bahwa orang tua sadar bahwa mengajar anak tidaklah gampang lagi mendidik anak yang sulit daripada sekadar mengajar. Semoga orang tua semakin menghargai tugas guru yang tidak mudah itu. Sehingga, ke depannya dapat saling sinergi dalam mendidik anak.
Kegagapan Guru
Tidak kalah hebohnya ketetapan guru dalam menghadapi belajar dari rumah. Burung meskipun libur guru dituntut untuk tetap melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Guru dipaksa menggunakan berbagai media yang dapat digunakan dalam PJJ. maka mau tidak mau guru yang tadinya nyaman dengan belajar konvensional terpaksa secara sporadis belajar cara menggunakan berbagai media.
Banyak tersedia berbagai kemudahan. Bahkan kementerian pendidikan dan kebudayaan menggandeng beberapa penyedia penyedia media belajar daring untuk membantu proses pembelajaran. Namun, bukan berarti kegagapan itu hilang sama sekali. Banyak ditemukan kesulitan baik itu faktor teknis maupun nonteknis.
PJJ tidak akan bermasalah untuk sekolah yang sudah terbiasa melibatkan penggunaan teknologi dalam pembelajarannyanya. Juga pada daerah yang memiliki koneksi internet yang lancar. Namun, akan berbeda halnya dengan sekolah atau guru yang yang memiliki keterbatasan kemampuan penggunaan teknologi dan ketersediaan sarananya. Juga pada daerah-daerah yang masih minim akses internetnya atau blind spot.
Kegagapan ini tempat saya tangkap juga teman-teman tempat saya mengajar. Padahal mereka merupakan pengajar usia muda yang yang akan gampang yang mempelajari teknologi. Nyatanya banyak kesulitan yang terjadi. Namun, mereka tidak patah semangat, terus belajar dan akhirnya bisa menguasai pembelajaran dengan menggunakan teknologi. Kata kuncinya adalah kemauan untuk belajar.
Pada masa belajar di rumah ini, guru bukan hanya selain menyiapkan pembelajaran untuk siswanya tetapi juga harus membantu anaknya mengerjakan tugas. Pekerjaan pun menjadi ganda. Orang tua yang lebih pusing daripada anaknya.
Pembelajaran Di Tengah Bencana
Pembelajaran jarak jauh ini bukan hanya sekadar pemakaian alat teknologi tetapi juga memiliki pemaknaan yang lebih dalam daripada sekedar mendapatkan pengetahuan. Hal yang tidak kalah penting adalah pelibatan orang tua dalam menciptakan pengalaman belajar bersama anak. Maka, perlu diketahui kesiapan orang tua dalam pelibatan pembelajaran dan tugas yang diberikan, apakah orang tua dan anak memiliki sarana yang memadai untuk pembelajaran jarak jauh itu. Juga danya kesepakatan orang tua dan sekolah tentang pembelajaran jarak jauh yang dimaksud.
Bagi guru hendaknya menghindari pembelajaran dan tugas serta aturan yang tidak memahami kondisi siswa dan orang tua. Juga harus dipertimbangkan pula pelibatan orang tua untuk mendampingi secara penuh, karena bisa jadi orang tuanya juga memiliki kewajiban yang tidak kalah penting. Dalam masa kritis ini kita harus saling bersinergi agar tidak semakin menambah rumit permasalahan yang ada sehingga permasalahan yang ada tidak semakin rumit.
Emang naik darah deh kalau anak belajar di rumah. Emak-emak pada teriak, hehehhe.
ReplyDeleteHehe..iya. saya denger banyak ortu begitu. Jadi naik darah.
DeleteBetul sekali Pak, dalam kondisi seperti ini (stay home) , belajar memang harus tetap berjalan. Jadi tugas guru tidak hanya memberikan tugas saja tetapi juga menjalin kerja sama dengan orang tua. Supaya hasil belajarnya bisa maksimal. . .
ReplyDeleteBetul. Sepakat. Guru jangan asal kasih tugas. Tunaikan pula kewajibannya ngasih pembelajaran
DeleteWell, ada catatan panjang kalau membahas soal ini. Baik sekolah maupun orangtua tentunya sama-sama bekerja keras. Di satu sisi guru harus mengejar agar siswa tidak ketinggalan materi, di sisi lain orangtua banyak dihadapkan pada masalah media. Tidak semua anak dibekali laptop atau HP, dan tidak semua orangtua punya laptop atau HP yang canggih pula. Butuh kuota juga untuk mengunduh materi baik file maupun video.
ReplyDeleteGuru pun saya yakin, lebih nyaman mengajar dengan bertatap muka dibandingkan interaksi via WA atau zoom. Semoga badai ini lekas berlalu. Aamiin.
Betul mbak, bnyk daerah yang masih blind spot. Internet sulit. Jangankan internet, hape aja belum.punya. di daerah saya masih banyak nih
DeleteMasih sampai 14 April mas kalo di Surabaya. Orang tua dan guru sama-sama berjuang ini. Semoga segera berakhir.
ReplyDeleteBatas kosentrasi manusia hanya 45 menit setelah itu akan menurun karena merasa bosan. Ada baiknya sih istirahat dulu selama 15 menit dan berulang kembali agar anak-anak dan yang dewasa tidak stres
ReplyDeleteSetuju bgt, kadang memang ada oknum yg memperumit, semua pun ga mau keadaan gini, jd semua juga menyesuaikan. Jd jika ada kendala, kembali kita sesuaikan karena kebijakan kan secara umum aja.
ReplyDeleteTq sharingnya 😊🙏
Memang berat kak menggantikan tugas guru di sekolah. Mungkin karena banyak orang tua tidak punya latar belakang ilmu pendidikan jadi rasanya kagok.
ReplyDeleteAlhamdulillah... saya udah terbiasa mendampingi anak-anak belajar. Jadi school from home nggak terlalu kaget. Tapi sempat kelelahan karena sibuk bantu bikin laporan,heheh
ReplyDeleteSetuju, wabah ini memang membuat kita harus ekstra segalanya termasuk dalam mendampingi anak-anak belajar dan menciptakan suasana asik di rumah. Makasih artiklelnya bermanfaat
ReplyDeleteHihi
ReplyDeleteMungkin karena para orangtua gak memiliki jiwa guru kak,
Dan anak sendiri ini jadi mudah banget ngomel alias galak wkwk
Belum lagi biasa ada me time ibu ketika anak dan suami kerja eh ini sepanjang hari ada terus hihihi
Semoga corona segera berlaluuuu
Aamiin
Sebagai seorang ibu yang dulu menjadi guru dengan kondisi sekolah di rumah ini jujur merasa tidak nyaman karena belajar harus sesuai target dan mesti melapor ke masing2 guru mata pelajaran. Berbeda saat dulu saya menerpakan home education ma anak-anak saat mereka usia pra sekolah. Ngajarin mereka bisa lebih enjoy.
ReplyDeleteIya mulanya murid belajar di rumah, gurunya tetap harus ke sekolah besoknya diliburkan juga. Ibu saya begitu, dan tadinya masuk 30 maret diperpanjang lagi sekolah dari rumahnya sampai 12 April. Semoga wabah ini segera berlalu ya supaya segalanya kembali normal. Tapi hikmahnya orang tua jadi merasakan juga susahnya jadi guru saat harus banyak bersabar dalam mengajar berbagai jenis murid :)
ReplyDeletesempet kaget lho baca judulnya..
ReplyDeleteternyata metode belajar dari rumah ini ada plus minusnya juga...
kawan saya seorang pendidik sempat sambat ketika repot menyiapkan bahan ajar...
lalu ada kawan saya yang lain sambat juga karena harus menunggui anaknya lebih lama, padahal ia harus mengerjakan tugas kantor juga...
Bener, Bu. Yang jadi guru juga tidak gampang. Memeriksa tugas anak. Belum lagi yang cukup kudet. Harus belajar banyak lagi. Duhh..hehe
Deleteaku karena bergabung dengan beberapa grup yg isinya sudah banyak ibu2 dengan anaknya usia sekolah, mengeluhkan hal yg sama gitu. Apalagi emosi mereka gampang tersulut gitu sih, belum lagi yg dari kantor ada wfh juga ya, kebayang pusingnya
ReplyDeleteMalah ada yang mau ngebanying laptop. Entah becanda atau beneran. Yang pasti wfh ini cukup merepotkan
DeleteKejadian kahar ini memang membuat semuanya berubah begitu cepat, penggunaan teknologi daring yang sebelumnya tidak begitu masif, sekarang harus secara cepat bisa dipahami oleh berbagai kalangan tanpa mengenal usia. Memang banyak yang tergagap, bukan hanya generasi tua tapi juga para millenial, karena sudah terbiasa dengan konvensional. Semoga pandemi ini cepat pulih dan semuanya bisa kembali seperti sedia kala
ReplyDeleteSemuanya harus menyesuaikan ya Mas. Serba mendadak inilah yang menjadi gagap menyesuaikan.
DeleteMas.. di Medan juga anak-anak dirumahkan, bahkan ini diperpanjang hingga habis lebaran.
ReplyDeleteAsli anak-anakku kangen sekolah. Bukan karena emaknya galak, tapi mereka yang diliburkan ini gak bisa liburan normal kan.. gak boleh kemana-mana ditambah sekolah yang pindah di rumah.
Beberapa jalan ditutup pada jam tertentu..
Ya Allah semoga segera berakhir virus ini..
Betul, Bu. Ibaratnya percuma liburan. Hehe. Tapi ya karena kondisi juga lah. Kita harus menyesuaikan kondisi
Deleteanakku yang kelompok bermain pun belajr di rumah, lah kok belajar di rumah ya? kan di sekolah aja bermain hahaha
ReplyDeleteHehe.. anak-anak mah belajarnya ya dengan bermain itu.
DeleteAwalnya emang susah ketika hari pertama anak belajar di rumah. Si anak pun serius.. tapi belakangan ini ambil santai lahh.. eh si anak lebih santai lagii haha tapi tetap saya berharap pandemi segera berlalu dan anak kembali ke sekolah :)
ReplyDeleteSiap ga siap untuk sementara waktu kita harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan ini kak..semoga wabah ini segera mereda dan kita semua bisa kembali beraktivitas
ReplyDeleteRepot banget ya Bang, udah mengajari anak-anak murid, harus mengajari anak-anak sendiri juga yang dapat tugas dari PJJ. Lebih repot lagi pekerja yang WFH tapi anak-anak justru membuatnya "mangkir" dari pekerjaan, akhirnya tidak maksimal jadinya.
ReplyDeleteSemoga pandemi ini segera berakhir dan semua kembali normal
Bener ini pak, saya lagi kuliah online dengan tugas yang MasyaAllah nikmatnya.
ReplyDeleteBener banget nih Pak Guru... scr saya yg juga megang kuliah daring sm mhsw ketiban kewajiban juga ngurusi PR bikin video senam anak saya. Kondisi ini terus terang merepotkan.
ReplyDeleteNah benar, kegagapan guru jamak dialami oleh mereka yang berusia 40an tahun keatas, yang jarang nyentuh dunia internet.
ReplyDeleteCukup memberikan masalah si bagi saya yang masih kuliah, katanya sih kuliah online tapi yang saya rasakan tugas online, hahaha.
ReplyDeleteBener banget nih, masih banyak guru yang usia matang belum bisa menggunakan aplikasi belajar online dengan baik
ReplyDeleteKalo saya mikirnya lebih ke anak-anak yang belum punya laptop atau hp. Di daerah saya masih ada anak SMP yang bahkan orang tua-nya saja nggak punya hp yang sekadar bisa menerima WA. Sebelumnya saya juga sempat menjadi guru bantu di pesisir Maluku Utara, di mana listrik dan sinyal adalah dua barang mewah di sana. Semoga wabah ini cepat berlalu, yaa
ReplyDeleteJustru itu di era 4.0 ini orang tua juga dituntut untuk menguasai teknologi untuk mendampingi belajar anak-anak. Menjak ada wabah ini, gak sedikit temen-temen aku yang udah jadi ibu mengeluh dengan program belajar dari rumah ini. Sepertinya nanti orang tua yang masih belum terlalu paham pengoperasian gadget, bisa diberi pelatihan lagi.
ReplyDeleteDengan kondisi seperti ini juga memaksa guru dan orang tua jadi melek internet dan melek IT
ReplyDeleteIni memang yang menjadi tantangan terbesar bagi yang orang tua di rumah. Karena dalam belajar daring orang tua juga harus ikut terlibat langsung.
ReplyDelete