Cegah dan Atasi Karhutla dengan Kesadaran Bersama
Bandar udara
(bandara) Sultan Thaha Jambi lumpuh. Tercatat sudah 60 hari lebih tak
beroperasi akibat pekatnya kabut asap. Isteri saya dan anak saya yang berumur
dua tahun sudah sebulan terakhir di Jambi, mudik liburan ke orangtua. Selama
itu mereka berkalang asap. Suatu hari, ada kabar penebangan bisa dilakukan.
Kedua orang yang paling saya cintai itu pun bergegas ke bandara. Sudah check
on, berada di dalam ruang tunggu, hanya kurang dari 30 menit waktu check-in habis,
tersiar pengumuman bahwa kali ini pun penerbangan tidak bisa dilakukan karena
cuaca memburuk kembali.
Takut jika lebih lama
di Jambi akan mempengaruhi kesehatan, keluarga sepakat, isteri dan anak saya
naik bus saja, dari Jambi ke Banten yang ditempuh sekitar sehari semalam
perjalanan. Hanya setengah jam sejak isteri dan anak saya sudah di dalam bus,
karena jarak pandang terbatas, bus itu menabrak truk yang saat itu berhenti di
pinggir jalan. Bagian depan bus ringsek. Meskipun tidak ada korban jiwa, para penumpangnya shock dan trauma. Bus masih bisa berjalan,
tapi tidak layak untuk perjalanan jauh. Para penumpang pun berganti bus yang
difasilitasi pihak perusahaan bus.
* * *
Kisah di atas nyata
dialami keluarga saya pada Oktober 2015 lalu. Saat itu, Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) provinsi Jambi melaporkan, di pagi hari jarak
pandang hanya berkisar 300 meter saja.
Memang, kondisi
itu terjadi pada tahun 2015. Namun
kondisi yang tidak berbeda jauh terjadi saat ini di tahun 2019. Malah,
kondisinya bisa lebih parah. Bencana akibar kebakaran hutan
dan lahan (karhutla) pada tahun 2019 tidak kalah dahsyatnya dari tahun-tahun
sebelumnya. Pada medio September 2019, sebaran asap di beberapa daerah seperti
Riau, Jambi, Palembang, dan Kalimantan telah dalam taraf darurat/berbahaya. Pemerintah
daerah setempat pun terpaksa meliburkan sekolah karena khawatir atas kesehatan anak-anak.
Di
berbagai media cetak dan elektronik pemberitaan efek tentang karhutla ini
menjadi berita yang paling disorot. Media lokal bahkan nasional memasang di
halaman depan (cover) tentang karhutla. Lebih dari 5.000 titik panas terdeteksi di berbagai wilayah di Indonesia.
Karhutla
merupakan bencana alam buatan atau karena ulah tangan manusia. Di Indonesia,
karhutla seperti langganan, rutin terjadi setiap tahunnya. Mengapa sedemikian
rutinnya karhutla ini? Ada baiknya kita mengetahui penyebab karhutla ini.
Dalam sebuah acara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni
Monardo mengatakan bahwa motif dari pembakar hutan adalah Land Clearing, karena
dari segi biaya, lebih murah, 99% karhutla disebabkan ulah manusia. Jalan
pintas dianggap pantas. Mungkin ungkapan ini pas untuk menggambarkan apa yang
dilakukan manusia tak bertanggungjawab itu. Mereka tanpa pikir panjang membakar
lahan hanya untuk kepentingannya, 80% lahan terbakar diubah menjadi lahan
pertanian. Dugaan pun disematkan pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di
sana, yang mengembangkan usahanya dengan menggunakan lahan bekas terbakar itu.
Kebakaran
hutan dan lahan (karhutla) bisa digolongkan sebagai tindak kejahatan luar biasa
atau extraordinary crime. Bukan main-main. Direktur
Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Abetnego Tarigan mengatakan demikian. Menurut Walhi, kejahatan karhutla sejajar
dengan tindakan kriminal yang
tidak biasa seperti
korupsi, terorisme, pelanggaran HAM dan perdagangan manusia. Hal ini tidak lepas dari banyak dan besarnya kerugian karena
karhutla.
Sangat luas dampak
yang ditimbulkan oleh karhutla. Dikutip dari Indonesiabaik.id, beberapa dampak karhutla
diantaranya:
- Rusaknya ekosistem. Dampak kebakaran menyebabkan musnahnya flora dan fauna yang tumbuh di hutan. Tumbuhan dan hewan mati. Hewan-hewan terpaksa migrasi dan kehilangan habitatnya,
- Asap dari kebakaran merupakan polusi yang dapat menyebabkan penyakit seperti ISPA, penyakit paru-paru, penyakit jantung, serta iritasi pada mata, tenggorokan, dan hidung,
- Kabut asap karhutla juga mengganggu jarak pandang dan transportasi
- Tersebarnya emisi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lain ke udara dapat menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Inilah yang memungkinkan kemarau berpekanjangan melanda di bulan-bulan yang biasanya musim penghujan,
- Berkurangnya sumber air bersih dan bencana kekeringan karena tidak ada lagi pohon yang menampung cadangan air.
Besar nian dampak karhutla
ini. Kita banyak merasakannya. Namun bencana karhutla ini selalu terjadi setiap
tahunnya. Bencana karhutla menjadi permasalahan nasional yang mesti mendapat
perhatian kita. Dan, setiap elemen harus terlibat di dalamnya.
Salah satu tantangan besar dalam mengurangi karhutla adalah kondisi geografis yang cukup sulit. Akses menuju lokasi yang sulit dijangkau membuat api tidak bisa cepat dipadamkan. Kemarau panjang yang menyebabkan lahan kering api semakin mudah terbakar. Api yang semakin membesar dalam jangka waktu yang lama melahap habis lahan yang ada.
Negeri kita memiliki
regulasi yang jelas. Pelaku karhutla bisa ditindak dengan undang-undang seperti
Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Lingkungan Hidup, atau Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2002 dalam melakukan penindakan hukum kebakaran hutan yang
dilakukan oleh perusahaan. Tantangannya memang negara
harus berani menindak perusahaan besar dan kecil yang terbukti melanggar. Dengan
hukuman yang sangat berat agar menimbulkan efek jera. Mengingat, kerugian dari
karhutla yang tidak sedikit itu.
Dan, pemerintah melalui
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa memberikan sanksi administratif
mulai dari teguran tertulis, pemaksaan pemerintah, pembekuan izin operasi,
hingga pencabutan izin operasi dan usaha.
Pemerintah (juga melalui
BNPB) tidak kurang akal dalam mengatasi karhutla ini. Namun usaha itu belum
cukup. Dibutuhkan sinergi dari berbagai elemen bangsa agar urun rembuk
berikhtiar mencegah dan menghentikan karhutla.
Peran pemerintah
merupakan peran pelayanan. Pelayanan ini melibatkan pemerintah dari tingkat
pusat hingga tingkat bawah. Terlebih pemerintah kabupaten/kota atau kepala
daerah di wilayah yang terdampak memiliki tanggungjawab paing besar karena
sebagai ujung tombak penanggulangan bencana.
Undang-undang yang
mengatur tentang tindak karhutla diantaranya:
- Pasal 69 ayat (1) huruf h UU PLH yang berbunyi; “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”. Ancaman pidana pelaku pembakaran lahan ialah penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda antara 3 miliar – 10 miliar.
- Pasal 26 UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang berbunyi; “Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomo 10 tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan.
Dari beberapa
aturan di atas sebetulnya pemerintah telah menunjukkan usahanya dalam
pencegahan dan penghentikan karhutla. Namun, praktiknya dalam menjalankan
aturan yang masih lemah, membuat masyarakat kurang puas. Sehingga karhutla terjadi lagi dan lagi. Pemerintah memiliki kewenangan untuk memaksa dan menghukum pelaku
karhutla. Upaya pencegahan hendaknya dilakukan secara lebih tegas untuk
mencegah lebih awal karhutla. Penindakan atau ancaman hukuman yang lebih
berat diharapkan memberikan warning kepada pelaku karhutla.
Peran masyarakat tidak bisa diremehkan. Masyarakat bisa
menjadi kunci pencegahan dan penghentian karhutla dengan peran yang bisa
dilakukan. Seperti melaporkan kepada aparat jika ada indikasi adanya ancaman
karhutla. Menolak jika ada upaya mengajak pada tindak karhutla. Banyak kabar mengatakan
perusahaan membayar oknum untuk membakar lahan dengan kompensasi yang
menggiurkan. Jika masyarakat sadar dengan kerugian karhutla, maka masyarakat
akan dengan sendirinya menolak betapapun tawaran itu sangat menggiurkan. Pada banyak
kasus karhutla, masyarakat pun terlibat dengan ikut memadamkan api bersama-sama
relawan dan aparat. Inilah yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam keterlibatan pencegahan karhutla.
Musim kemarau sepanjang tahun 2019 masih mengancam Indonesia. Maka kita harus hati-hati dengan potensi terjadinya karhutla. Setiap kita hendaknya merasa perlu untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan
antara lain dengan mengawasi titik rawan bencana. Segera melaporkan ke pihak
yang berwajib jika diwaspadai adanya titik api. Mempersiapkan peralatan
pemadaman kebakaran hutan dan Sumber Daya Manusia (SDM) atau orang-orang yang
bisa diandalkan untuk melakukan pemadaman karhutla akan membuat kita lebih tenang
menghadapi karhutla yang sewaktu-waktu terjadi.
Karhutla
merupakan bencana yang tidak diduga dan tidak harapkan. Mengantisipasi terjadinya
karhutla akan lebih menghemat biaya dan menghindari kerugian. Sedini mungkin
kita berusaha mengurangi membesarnya dampak karhutla dengan beberapa cara di
antaranya:
- Memperbaiki tata air di sekitar lahan,
- Membuat sekat bakar sekitar lahan,
- Lakukan pembakaran terkendali untuk membuka lahan,
- Membuat radio komunitas untuk sarana informasi,
- Membuat papan peringatan berbahaya kebakaran dan tidak membuang sampah,
- Upaya deteksi melalui patroli dan peringatan dari pemerintah,
- Melakukan pemetaan desa dengan titik sumber daya alam, tataguna lahan dan fasilitas desa,
- Melakukan pemetaan lokasi rawan kebakaran,
- Melakukan peta perencanaan desa yang berisi pengelolaan bencana kebakaran.
(Sumber :
Indonesiabaik.id)
Faktor
keluarga dianggap lingkungan
yang paling penting dalam membentuk karakter, termasuk
karakter cinta lingkungan. Dalam keluarga perlu ditanamkan sikap menjaga
lingkungan. Tidak merusak lingkungan sekecil apapun. Tanamkan sebuah kesadaran “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”. Anak yang sudah tertanam karakter seperti itu senantiasa
terjaga karakternya di mana pun
dan kapan pun. Nilai-nilai itulah yang kelak akan selalu dipegangnya hingga
dewasa.
Sejak kecil, tanamkan pada anak bahwa lingkungan akan bereaksi sesuai apa yang kita lakukan padanya. Jika kita berperilaku positif, lingkungan akan bereaksi positif pula.
Jelaskan pula musibah dan bencana yang terjadi karena perbuatan manusia pula. Kebakaran, terjadi karena manusia yang lalai untuk menjaga alam, rakus ingin mengambil keuntungan tanpa aturan, dan tidak peduli pada alam.
Begitu pula banjir dan longsor yang terjadi karena hutan yang semakin habis sehingga tidak ada pohon-pohon yang berfungsi menyimpan air atau penguat tanah.
Dalam menjelaskan hal itu, orang tua bisa menggunakan berbagai cara dan media seperti cerita, membaca, dan menonton. Kegiatan seperti itu, selain dalam rangka memberikan penguatan karakter juga menguatkan relasi antara anak dan orang tua. Hal yang jika semakin sering dilakukan akan dapat mengokohkan keluarga menjadi keluarga yang unggul.
Karakter tersebut memang tidak mudah dilakukan. Perlu usaha keras dan berkesinambungan serta membutuhkan kekompakan antar anggota keluarga. Bisa saja, hasilnya belum terlihat dalam waktu singkat seperti yang kita inginkan, tapi harus menjadi pembiasaan yang selalu diterapkan dalam keluarga.
Usaha itu perlu dilakukan dalam berbagai kesempatan baik di rumah maupun di luar rumah. Misalnya, karakter baik membuang sampah pada tempatnya, dilakukan tidak hanya saat berada di rumah tetapi juga dilakukan di luar rumah seperti saat berada di rumah tetangga, tempat rekreasi, atau sekolah.
Penanaman karakter ini bahkan perlu dilakukan sejak dini. Sejak anak berusia 0-5 tahun yang sebagai golden age atau masa-masa emas. Di saat itu, otak sedang dalam perkembangan paling pesat. Jika kebiasaan itu telah ditumbuhkan, dan menjadi karakter anak, diyakini akan terus menjadi kebiasaan yang akan tetap dilakukan sampai kapanpun.
Dalam upaya penanaman karakter itu orangtua lebih dulu
memberikan keteladanan. Satu bahasa keteladan lebih berguna daripada seribu
kata perintah. Supaya anak memiliki karakter cinta lingkungan, orangtua harus lebih
dulu memiliki karakter cinta lingkungan.
Ajak anak melihat bagaimana kerusakan lingkungan itu terjadi. Baik secara langsung mendatangi lokasi maupun lewat sarana televisi atau internet. Lantas orangtua memberikan pemahaman dan penjelasan kepada anak apa saja penyebab dan akibat kerusakan lingkungan tersebut.
Ajak anak melihat bagaimana kerusakan lingkungan itu terjadi. Baik secara langsung mendatangi lokasi maupun lewat sarana televisi atau internet. Lantas orangtua memberikan pemahaman dan penjelasan kepada anak apa saja penyebab dan akibat kerusakan lingkungan tersebut.
* * *
Mari kita bangun Budaya Sadar Bencana. Cegah dan Atasi Karhutla dengan Kesadaran
Bersama. Jangan karena ingin mendapat
keuntungan sendiri lantas kira merugikan banyak orang. Jangan karena
iming-iming sejumlah uang lantas kita merusak lingkungan yang kelak akan
diwariskan pada anak cucu. Hari ini menanam, hari
esok kita tuai. Bahwa kita akan mendapatkan balasan apa yang kita lakukan. Lingkungan
yang kita jaga, akan bersahabat dengan kita, dan memberikan reaksi yang akan
membuat hidup kita bahagia. Sebaliknya, jika kita merusak lingkungan, kerusakan
pula yang akan kita dapatkan. Kita harus move
on dari permasalahan yang saban tahun kita alami ini. Dengan kerjasama
pemerintah dan masyarakat serta keluarga kita bisa melewati kalender hari-hari
kita tanpa asap.
***
Tulisan ini disertakan dalam Lomba Kreativitas Kebencanaan Tangguh Award 2019 yang diadakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
#TangguhAwards2019
#KitaJagaAlam
#AlamJagaKita #SiapUntukSelamat #BudayaSadarBencana
Referensi tulisan:
https://www.greeners.co/berita/bnpb-karhutla-adalah-kejahatan-kemanusiaan-yang-luar-biasa/
https://nasional.kompas.com/read/2015/09/18/17081601/Walhi.Nilai.Kebakaran.Hutan.Bentuk.Kejahatan.Luar.Biasa.
https://bnpb.go.id/sinergi-semua-pihak-solusi-mengatasi-karhutla
Sumber foto :
https://www.goriau.com/berita/baca/kebakaran-hutan-dan-lahan-di-dumai-bisa-ancam-kehidupan-satwa-liar.html
Post a Comment for "Cegah dan Atasi Karhutla dengan Kesadaran Bersama"
Kata Pengunjung: