Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar Menghargai Makanan

Siang yang terik. Bumi sudah lama tidak disinggahi hujan. Enam hari beranjak dari Idul Fitri, menu makan siang masih bertema sama. Rendang, ayam goreng, lalapan, dan sambal.



Raut Mas Jundi kurang bersemangat. Terlepas dari datangnya saat-saat sulit makan, rupanya menu siang itu menguapkan selera makannya.

"Mas Jundi enggak suka daging. Enggak enak." katanya merajuk. Hendak memundurkan makan siangnya, "Nanti saja ya makannya?"

Perkara sulit makan memang jamak dialami anak-anak. Sebab mereka belum paham bahwa makan adalah sebuah kebutuhan. Dengan makan kita memberikan hak tubuh. Tubuh kita butuh nutrisi. Dengan nutrisi itu kita mendapatkan energi untuk beraktivitas.

"Apa Mas Jundi belum mau makan? Apa masih kenyang?"

"Iya. Mas Jundi masih kenyang. Belum mau makan."

Dengan penuh penekanan, wajah penuh menghadap ke arahnya, saya bilang ke mas Jundi,
"Mas Jundi, kalau kita belum mau makan, ya bilang enggak mau makan. Enggak boleh bilang enggak suka dagingnya ya. Kalau enggak suka sama makanannya, diam saja. Enggak usah dimakan, tapi jangan bilang enggak enak."

Saya melanjutkan, "Rasulullah juga dulu begitu. Kalau Rasulullah tidak suka makanan, enggak menjelekkan makanannya. Tapi diam saja. Enggak mau makan. Nah, kita juga harus begitu. Mengikuti Rasulullah, ya."

Entah paham entah tidak, Mas Jundi mengiyakan.
 "Iya, Abi."

Tidak sekali dua kali saya eh kami mengingatkan hal ini pada anak kami. Dan, kejadian siang itu entah yang kesekian kali.

Namun kami juga paham, memahamkan hal seperti itu tidak mudah, perlu usaha berkali-kali. Satu dua gagal, belum tentu tiga empat kalinya berhasil. Namun jangan patah arang. Terus berusaha menumbuhkan semangat menjadi baik.

Post a Comment for "Belajar Menghargai Makanan"