Darurat Antre
Seperti air bah, para penumpang Commuter Line keluar saat pintu kereta dibuka. Seperti gelombang banjir, orang-orang berebut tapping kartu.B
Bahkan sejak kereta berhenti, dari dalam kereta ada aba-aba seperti sedang di garis start untuk lari. Satu, dua, tiga....para penumpang pun berlomba lari. Benar-benar lari. Terutama para laki-laki. Ada juga wanita, tapi biasanya bukan yang sedang bawa anak-anaknya.
Begitu juga dengan penumpang yang hendak masuk. Tidak sabar menunggu penumpang yang hendak keluar habis, mereka merangsek masuk. Jika pun itu harus bertabrakan dengan penumpang yang hendak keluar.
Itulah sedikit gambaran perilaku pengguna commuter line di daerah saya. Entah di daerah lain. Tapi umumnya dimana pun tempatnya seperti itu yang terjadi.
Sangat miris. Norak. Saya kesel, tapi juga kasihan. Jika sudah begitu, saya memilih tetap berada di dalam kereta. Atau jalan lurus di dalam kereta. Menuju mushola untuk salat dulu. Sebab saya yakin, dengan kelakuan penumpang seperti itu, terjadi antrean padat di tapping kartu. Barisan memadat hingga tidak ada ruang, berdesakan dan sumpek. Suasana yang tadinya dingin di dalam kereta, jadi panas. Kita pun bisa berkeringat.
Belum ada maju-majunya. Untuk urusan antre saja kita belum tuntas. Bangsa yang erat dengan adat ketimuran ini belum bisa menjadikan disiplin dan tertib sebagai nilai yang mengkristal dalam dirinya.
Kondisi tidak jauh beda dengan pemandangan yang ditemukan di plang kereta api. Saat kereta melintas, plang diturunkan. Pengguna jalan pun tidak bisa lewat. Mereka harus menunggu kereta lewat. Namun bagaimana mereka menunggu? Kiri dan kanan ruas jalan mereka penuhi. Begitu pula di seberangnya, kiri dan kanan ruas jalan juga penuhi. Lalu apa yang terjadi saat plang dibuka? Adu kambing! Adu cepat melintas plang. Jelas saja kemacetan terjadi karena dari kedua arah melaju kendaraan.
Selain itu kadang ada perilaku yang kurang baik yaitu menerobos plang kereta, padahal plang sudah turun, tetap saja nekad menerobos. Mungkin karena menganggap kereta belum lewat, jadi aman saja melintas. Kejadian seperti itu tidak hanya satu dua kali, tetapi sering.
Seakan-akan urusan mereka sangat penting. Seakan-akan jika mereka tidak buru-buru gunung Krakatau akan meletus. Padahal, seperti sindiran Emha Ainun Najib, sesampainya mereka di tempat tujuan, tidak lain yang dilakukan hanya ngopi atau merokok.
Apa penyebab kita tidak bisa antre? Salah satunya adalah kekhawatiran. Khawatir tidak kebagian atau tidak dapat. Menganggap rezeki bisa direbut orang. Padahal, namanya rezeki itu seperti jodoh. Dia akan menemukan orang yang tepat. Dikejar pun, jika tidak jodoh, tidak akan dapat. Ditunggu pun, jika tidak jodoh, tidak akan datang.
Padahal dengan tidak antre kita bisa melanggar hak orang lain. Menyerobot kepunyaan orang. Bukankah itu zalim?
Kehilangan Jati Diri?
Kita seakan kehilangan jati diri. Sebagai bangsa timur yang erat dengan budaya luhur seperti sopan santun, kasih sayang, dan saling menghormati harusnya kita pegang erat. Namun mungkin nilai-nilai luhur itu telah terdegradasi. Sudah lama nilai luhur itu hilang dan tercerabut dari bangsa ini. Sehingga pemerintah menganggap perlu mengembalikan keluhuran jati diri bangsa. Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintah sebagai ikhtiar baik untuk memperbaiki bangsa ini. Hanya saja pelaksanaannya tidak mudah. Jatuh bangun kita menegakkan perbaikan mental itu.
Tidak hanya menjadi tugas pemerintah, revolusi mental itu hendaknya menjadi program kebangkitan setiap orang di tanah air ini. Jika hanya menjadi kerja pemerintah, niscaya akan gagal.
Peran Pendidikan Keluarga
Pendidikan yang pertama dan utama Pendidikan keluarga, Asah asih asuh anak kita. Agar jadi manusia seutuhnya. Berbudi pekerti luhur, Dan berakhlak mulia, Cerdas pintar dan berprestasi. Pendidikan keluarga, Mencerdaskan bangsa. (Mars Pendidikan Keluarga).
Keterlibatan orang tua terhadap pendidikan anak merupakan hal yang sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan anak. Salah satu penyempitan makna pendidikan adalah menganggap bahwa mendidik hanya dilakukan oleh guru dan pendidikan dilangsungkan di sekolah. Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya mengatakan, Alam keluarga itu adalah suatu tempat yang sebaik-baiknya melakukan Pendidikan-sosial juga. Sehingga bolehlah dikatakan bahwa keluarga itulah tempat-pendidikan yang lebih sempurna sifat dan ujudnya daripada pusat-pusat lainnya.
Bahkan sejak kereta berhenti, dari dalam kereta ada aba-aba seperti sedang di garis start untuk lari. Satu, dua, tiga....para penumpang pun berlomba lari. Benar-benar lari. Terutama para laki-laki. Ada juga wanita, tapi biasanya bukan yang sedang bawa anak-anaknya.
Begitu juga dengan penumpang yang hendak masuk. Tidak sabar menunggu penumpang yang hendak keluar habis, mereka merangsek masuk. Jika pun itu harus bertabrakan dengan penumpang yang hendak keluar.
Itulah sedikit gambaran perilaku pengguna commuter line di daerah saya. Entah di daerah lain. Tapi umumnya dimana pun tempatnya seperti itu yang terjadi.
Sangat miris. Norak. Saya kesel, tapi juga kasihan. Jika sudah begitu, saya memilih tetap berada di dalam kereta. Atau jalan lurus di dalam kereta. Menuju mushola untuk salat dulu. Sebab saya yakin, dengan kelakuan penumpang seperti itu, terjadi antrean padat di tapping kartu. Barisan memadat hingga tidak ada ruang, berdesakan dan sumpek. Suasana yang tadinya dingin di dalam kereta, jadi panas. Kita pun bisa berkeringat.
Tujuh puluh tiga tahun sudah kita merdeka, namun perilaku kita masih primitif.
Belum ada maju-majunya. Untuk urusan antre saja kita belum tuntas. Bangsa yang erat dengan adat ketimuran ini belum bisa menjadikan disiplin dan tertib sebagai nilai yang mengkristal dalam dirinya.
Kondisi tidak jauh beda dengan pemandangan yang ditemukan di plang kereta api. Saat kereta melintas, plang diturunkan. Pengguna jalan pun tidak bisa lewat. Mereka harus menunggu kereta lewat. Namun bagaimana mereka menunggu? Kiri dan kanan ruas jalan mereka penuhi. Begitu pula di seberangnya, kiri dan kanan ruas jalan juga penuhi. Lalu apa yang terjadi saat plang dibuka? Adu kambing! Adu cepat melintas plang. Jelas saja kemacetan terjadi karena dari kedua arah melaju kendaraan.
Selain itu kadang ada perilaku yang kurang baik yaitu menerobos plang kereta, padahal plang sudah turun, tetap saja nekad menerobos. Mungkin karena menganggap kereta belum lewat, jadi aman saja melintas. Kejadian seperti itu tidak hanya satu dua kali, tetapi sering.
Seakan-akan urusan mereka sangat penting. Seakan-akan jika mereka tidak buru-buru gunung Krakatau akan meletus. Padahal, seperti sindiran Emha Ainun Najib, sesampainya mereka di tempat tujuan, tidak lain yang dilakukan hanya ngopi atau merokok.
Apa penyebab kita tidak bisa antre? Salah satunya adalah kekhawatiran. Khawatir tidak kebagian atau tidak dapat. Menganggap rezeki bisa direbut orang. Padahal, namanya rezeki itu seperti jodoh. Dia akan menemukan orang yang tepat. Dikejar pun, jika tidak jodoh, tidak akan dapat. Ditunggu pun, jika tidak jodoh, tidak akan datang.
Padahal dengan tidak antre kita bisa melanggar hak orang lain. Menyerobot kepunyaan orang. Bukankah itu zalim?
Kehilangan Jati Diri?
Kita seakan kehilangan jati diri. Sebagai bangsa timur yang erat dengan budaya luhur seperti sopan santun, kasih sayang, dan saling menghormati harusnya kita pegang erat. Namun mungkin nilai-nilai luhur itu telah terdegradasi. Sudah lama nilai luhur itu hilang dan tercerabut dari bangsa ini. Sehingga pemerintah menganggap perlu mengembalikan keluhuran jati diri bangsa. Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintah sebagai ikhtiar baik untuk memperbaiki bangsa ini. Hanya saja pelaksanaannya tidak mudah. Jatuh bangun kita menegakkan perbaikan mental itu.
Tidak hanya menjadi tugas pemerintah, revolusi mental itu hendaknya menjadi program kebangkitan setiap orang di tanah air ini. Jika hanya menjadi kerja pemerintah, niscaya akan gagal.
Peran Pendidikan Keluarga
Pendidikan yang pertama dan utama Pendidikan keluarga, Asah asih asuh anak kita. Agar jadi manusia seutuhnya. Berbudi pekerti luhur, Dan berakhlak mulia, Cerdas pintar dan berprestasi. Pendidikan keluarga, Mencerdaskan bangsa. (Mars Pendidikan Keluarga).
Keterlibatan orang tua terhadap pendidikan anak merupakan hal yang sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan anak. Salah satu penyempitan makna pendidikan adalah menganggap bahwa mendidik hanya dilakukan oleh guru dan pendidikan dilangsungkan di sekolah. Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya mengatakan, Alam keluarga itu adalah suatu tempat yang sebaik-baiknya melakukan Pendidikan-sosial juga. Sehingga bolehlah dikatakan bahwa keluarga itulah tempat-pendidikan yang lebih sempurna sifat dan ujudnya daripada pusat-pusat lainnya.
Pendidikan keluarga dipandang sangat penting dalam pembentukan karakter anak. Pendidikan keluarga adalah yang pertama dan utama bagi anak. Keteladana yang dibentuk pada lingkup keluarga merupakan pondasi bagi kehidupan anak yang akan dibawa dimanapun dan kemanapun. Pondasi ini sangat penting. Ibarat sebuah bangunan, kuat atau lemahnya bangunan ditentukan oleh pondasi ini. Membangun kedisiplinan dan budaya antre sangat penting dimulai dari keluarga. Orang tua jangan malas untuk memberikan pengalaman langsung tentang memberikan keteladanan mengantre dengan sabar di tempat-tempat umum. Termasuk mengajak anak berhenti di depan plang kereta api dengan benar ketika kereta lewat. Penanaman karakter itu mutlak kita lakukan supaya bangsa yang besar ini bisa berubah ke arah yang lebih bai
Mengantri adalah hal kecil kelihatnnya tapi sungguh besar maknanya. Saya juga sering kesal bila orang main serobot saja.
ReplyDeleteBetul Bu, saya juga merasakan begitu...
Delete