Jajanan Rakyat, Bertahan di Zaman Modern
Sumber : seputarkudus.com
Setiap pagi berkeliling kampung. Mengintari komplek perumahan. Melintasi ibukota kabupaten. Menjajakan jualan.
"Kue cincin...opak yeh... Gemblong...."
Dengan suara khasnya. Tak peduli panas atau gerimis. Bisa pakai payung atau caping.
Langkahnya tetap mengobarkan semangat dan menghidupkan harapan. Mengais rezeki. Sekadar untuk menyambung hidup sendiri atau bersama suami. Sebab anaknya yang telah besar lebih memilih hidup bersama sang suami.
Kadang saya heran. Yang dijual itu-itu saja. Belasan tahun sudah lamanya. Tetap bertahan dengan pilihannya. Makanan tradisional yang sangat tua umurnya.
Di tengah gencar hadirnya makanan modern yang beraneka ragam nama dan rasa. Tiap musim bisa berganti nama. Es cream, tahu keju, tahu bulat, sotong, pizza, mie ayam, mie setan, capuccino, green tea, atau apalah namanya.
Bukankaj mengikuti selera konsumen jaminan terjualnya jajanan? Kenapa mesti bertahan?
Bukankah mengikuti modernisasi itu yang diminati? Sebab orang kadang membeli merk bukan rasa?
Post a Comment for "Jajanan Rakyat, Bertahan di Zaman Modern"
Kata Pengunjung: