Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TKA ILEGAL DAN ANCAMAN TERGERUSNYA NASIONALISME

Serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal kian meresahkan. Bahkan banyak diantaranya berupa tenaga kasar. Sungguh aneh, sebab di Indonesia masih memiliki stok tenaga kerja kasar. Pengangguran masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kita. Namun kenapa malah TKA ilegal makin marak. Maka makin tinggi pula angka pengangguran. Perlu-lah kita khawatir, jangan-jangan pribumi akan menjadi budak di negeri sendiri.

Kasusnya beragam. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur atau pertambangan yang membutuhkan banyak tenaga kerja atau penyalahgunaan visa kunjungan. TKA ilegal pun berulah negatif. Seperti, kasus cabai bervirus yang ditanam WNA asal Cina di Kalimantan Utara. Bahkan pada malam tahun baru 2017, terjadi penangkapan PSK asal Cina. Bagaimana mereka bisa dengan leluasa masuk ke Indonesia? Maraknya WNA ilegal bukan isapan jempol belaka. Media massa banyak mewartakan deportasi TKA ilegal yang dilakukan pemerintah. Kalau kita berjalan-jalan ke pusat keramaian seperti mal atau pusat perbelanjaan akan dengan mudah kita menemui wajah-wajah orang asing. Didominasi mereka yang bermata sipit. Lagi, santer beredar kabar banyak ditemui TKA di daerah pertambangan.
Tentunya ini menjadi perhatian pemerintah agar bertindak cepat merespon kejadian seperti ini. Namun disayangkan, jika pemerintah malah memberikan respon yang tidak bijak. Malah menganggap berita ini disebarkan oleh provokator yang tidak bertanggungjawab. Padahal, berita itu menjadi acuan pemerintah untuk bertindak ke lapangan.
Fenomena massifnya TKA ilegal dikarenakan disebabkan beberapa faktor. Kebijakan pemerintah yang terlalu condong Cina (TKA ilegal asal Cina terbanyak di Indonesia) seakan membuat Indonesia berhutang budi. Cina yang memiliki jumlah penduduk terbesar membuat mereka perlu mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri. Selain itu, kebijakan bebas visa masuk membuat WNA dengan mudah masuk ke Indonesia sebagai wisatawan yang kemudian disalahgunakan dengan menjadi tenaga kerja. 
Ancaman Tergerusnya Nasionalisme
Guru di sekolah sering kali menekankan pentingnya cinta tanah air. Siswa diajarkan untuk memiliki jiwa nasionalisme yang kuat terhadap tanah air. Bahwa Indonesia yang kaya raya dan makmur sentosa harus kita cintai dengan sepenuh jiwa. Sekuat tenaga agar kebanggaan terhadap negara ini terinternalisasi dalam diri anak didik. Para pendiri bangsa ini sudah susah payah menanamkan pentingnya nasionalisme pada setiap anak bangsa. Namun agaknya usaha ini tidak sejalan dengan kenyataan. Di saat bersamaan, kebijakan pemerintahan seolah-olah berkebalikan dengan penanaman  semanga nasionalisme. Justru pemerintah membuka pintu selebar-lebarnya untuk kedatangan TKA/WNA yang bisa meminggirkan keberadaan bangsa Indonesia.
Pemerintah hendaknya memberikan pengawasan yang ketat terhadap orang asing baik sebagai wisatawan maupun izin tinggal. Melakukan pemantauan atau penyelidikan pada proyek-proyek yang disinyalir rawan keberadaan TKA ilegal. Seperti sidak yang dilakukan Menaker Hanif Dhakiri, menemukan banyak TKA di lokasi proyek. Memberikan sanksi yang tegas dan berefek jera untuk TKA ilegal. Tidak cukup dengan deportasi, ditambah dengan denda serta memberikan peringatan tegas terhadap negara asal WNA. Selain itu, perlu memberlakukan persyaratan ketat kepada calon TKA yang masuk ke Indonesia. Salah satunya harus lancar berbahasa Indonesia. Penemuan TKA ilegal yang tidak bisa berbahasa Indonesia mengindikasikan mudahnya persyaratan sebagai TKA di Indonesia.
Santernya berita keberadaan TKA di Indonesia sudah selayaknya menjadi perhatian bagi kita semua. Jika TKA ilegal dibiarkan merajalela, jumlahnya semakin banyak, bergaji besar, buruh kita semakin banyak yang menganggur, bukan tidak mungkin tercerabut rasa nasionalisme dalam diri kita. Tidak ada kebanggaan lagi terhadap negeri. Hilanglah kepercayaan kita kepada pemerintah yang seharusnya mengayomi rakyatnya. Lalu, kita menjadi budak di negeri sendiri.

Post a Comment for "TKA ILEGAL DAN ANCAMAN TERGERUSNYA NASIONALISME"