MASJID RAMAH ANAK
Namanya anak-anak. Kesukaannya bermain. Kebahagiaan mereka adalah pada saat bermain. Mereka senang bermain dimana saja. Bahkan pada saat mereka ke masjid. Akhirnya ada pengurus masjid yang keberatan dengan kedatangan anak-anak ke masjid. Bahkan beberapa masjid memasang pengumuman tentang larangan anak-anak ke masjid. “Anak-anak dilarang ke masjid”. Begitu tulisan pengumuman itu. Anak-anak dianggap hanya membuat gaduh dan mengganggu kekhusyukan jamaah shalat.
Ketika
ada anak yang datang ke masjid, pengurus sudah memberikan peringatan atau
ancaman agar tidak ribut di masjid. Kepada anak-anak yang ribut, pengurus tidak
segan-segan menghardik, membentak, atau menghukum anak-anak. Ada pula alasan
lain melarang anak-anak ke masjid karena mereka dianggap belum baligh (dewasa). Mereka belum wajib
untuk salat jamaah di masjid.
Begitu
pun ketika sudah di masjid anak-anak masih mendapat perlakuan diskriminasi.
Mereka dianggap dianggap tidak layak berada di shaf terdepan walaupun mereka
datang sejak awal. Padahal hak mendapatkan shaf terdepan adalah untuk mereka
yang datang sejak awal. Bukan berdasarkan usia.
Sekilas
larangan ini benar adanya. Padahal larangan ini termasuk berlebihan dan tidak
bijaksana. Banyak mudharat yang ditimbulkan. Banyak dampak negatif
dibelakangnya.
Mari
kita lihat perilaku Rasulullah dalam memuliakan anak-anak ketika di masjid.
Rasulullah bahkan membawa cucu beliau yaitu Hasan dan Husen ke masjid.
Rasulullah mengajarkan mereka untuk terbiasa ke masjid. Rasulullah pernah sujud
dalam waktu yang lama karena pada saat itu cucu beliau sedang menaiki punggungnya.
Tengoklah. Rasulullah saat sujud tidak merasa terganggu saat dinaiki
punggungnya. Rasulullah tidak menurunkan cucu beliau dan tidak pula marah.
Inilah
panduan kita. Betapa pun ributnya anak-anak di masjid, kita tidak boleh berlaku
kasar atau berkata keras kepada mereka. Namanya juga anak-anak. Bagi mereka
bermain adalah sebuah kebahagiaan. Hadapi mereka dengan kelembutan dan
keramahan. Nasehati mereka dengan bijaksana. Raih hati mereka agar nasehat kita
mengena dihati mereka.
Rasulullah SAW juga
mengatakan, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia
tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika enggan melakukannya pada usia sepuluh
tahun....” (HR Ahmad). Kebiasaan shalat ke masjid tidak serta merta dilakukan.
Kebiasaan itu perlu dimulai sejak dini. Mereka perlu dilatih sejak kecil. Dan
kelak ketika mereka sudah baligh (dewasa)
maka sudah terbiasa dengan masjid.
Justru
akan timbul mudharat (kerugian) ketika anak-anak dilarang ke masjid.
Mereka akan mencari tempat pelarian lain. Pada akhirnya mereka memilih pergi ke
warnet, mall, atau tempat hiburan lainnya. Jalanan menjadi alternatif tempat
bermain. Mungkin ini pula yang menjadi sebab anak-anak zaman sekarang lebih
sering dijumpai di tempat-tempat hiburan ketimbang di masjid. Ditambah lagi
jika sambutan penjaga tempat hiburan itu jauh lebih ramah, murah senyum dan bersahabat
daripada penjaga masjid. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan lebih baik
ditempat seperti itu.
Sambutan
penjaga masjid yang tidak ramah menimbulkan kesan bahwa masjid adalah tempat
yang angker dan eksklusif. Mereka datang ke masjid hanya pada saat-saat
tertentu misalnya salat tarawih di bulan ramadhan atau shalat hari raya. Kondisi
ini menyebabkan regenerasi pengurus masjid terhambat. Sebab mereka kesulitan
mencari anak muda yang mau datang ke masjid. Anak muda malas datang ke masjid
akibat kesan buruk di masa anak-anaknya.
Masjid
sebagai simbol agama seharusnya mencerminkan ajaran agama itu sendiri yaitu
kasih sayang dan keramahan. Masjid-masjid pun hendaknya berbedah. Mengizinkan
anak-anak datang ke masjid. Tidak mengapa mereka bermain di masjid. Lebih baik
mereka berada di masjid daripada berada di lain tempat yang menjauhkan mereka
dari agama.
Agar
mereka tertib dan tidak ramai di masjid mungkin kita bisa mengupayakan solusinya.
Pertama, sediakan arena bermain untuk anak. Di beberapa masjid sudah
melakukannya. Memberikan akses bermain untuk anak. Ada kolam bola, perosotan,
atau balon pada sudut masjid. Bahkan ada masjid yang menyediakan minum gratis
atau pampers gratis. Pelayanan yang keren sekali. Kedua, pembinaan oleh orang
tua. Dirumah orang tua memberikan penanaman nilai tentang adab-adab di masjid.
Diantaranya tenang, tidak membuat gaduh atau mengganggu orang shalat. Ketiga,
manajemen shaf. Anak-anak diberikan shaf diantara orang dewasa agar dapat
mengawasi dan mendisiplinkan mereka. Tentu mereka tidak mau ribut jika ada
orang tua didekatnya. Keempat, pengurus masjid senantiasa
tidak bosan memberikan imbauan kepada jamaah masjid. Nasehat yang
berulang-ulang diharapkan dapat dimengerti, dipahami dan diterapkan.
Penting
sekali membuat anak betah di masjid. Agar mereka menjadi generasi muda yang
hatinya terpaut dengan masjid. Jika hati mereka sudah terpaut dengan masjid,
kita tidak susah melarang anak-anak ke warnet, mall, tempat hiburan, atau
konser musik yang tidak penting. Pada akhirnya kenakalan remaja dan perilaku
menyimpang lain dapat diinimalisir. Mari buat masjid kita menjadi tempat yang
ramah, aman, bersih dan menyenangkan bagi anak-anak.
Kesimpulannya, membawa anak-anak ke
masjid adalah sunnah Rasulullah. Tapi mengusir anak-anak bukan sunnah
Rasulullah. Patut kita renungkan perkataan Muhammad Al-Fatih, penakhluk
Konstantinopel (Turki-sekarang), “Jika suatu masa kamu tidak mendengar gelak
tawa anak-anak, riang gembira diantara sgaf shalat di masjid-masjid, maka
sesungguhnya takutlah kalian akand atangnya kejatuhan generasi muda di masa
itu..”
Post a Comment for "MASJID RAMAH ANAK"
Kata Pengunjung: