Kenapa Siswa Takut Ulangan Harian?
Kenapa siswa
takut pada ulangan harian (UH)? Setidaknya hal ini terlihat dari reaksi mereka
saat dijanjikan ulangan harian. Mereka pada mengeluh. Sebaliknya, saat UH
dibatalkan mereka malah gembira. Setelah saya mengamati (dan pengalaman sendiri
sewaktu jadi siswa), ada beberapa hal yang membuat mereka takut atau cemas
dengan UH.
Pertama, UH membuat mereka harus ‘belajar’, maksudnya belajar
lebih keras daripada sebelumnya. Mereka harus membuka buku, membaca, otak-atik
rumus dan menghafalnya, serta latihan soal. Maunya sih santai-santai saja. Biasanya
siswa dengan tipe seperti ini adalah siswa yang mendalami pelajaran dengan
sistem kebut semalam (SKS). Disinilah kebiasaan yang harus diubah bahwa belajar
hanya untuk ujian. Padahal seharusnya belajar itu untuk mengerti. Sebuah
kebutuhan. Dan jika merupakan suatu kebutuhan, maka belajar menjadi hal yang
rutin dilakukan setiap hari atau dengan senang hati dilakukan kapan pun, tidak
menunggu hanya saat menghadapi ujian. Kalau belajar sudah rutin, saat ujian
datang pun tidak panik dan dihadapi dengan tenang.
Mungkin tipe siswa (dan orang) Indonesia kebanyakan yang malas bekerja
keras. Penyakit yang melanda generasi muda dan kebanyakan orang di Indonesia.
Saat UH datang, harus belajar ekstra keras. Dan ini dianggap hal yang
memberatkan.
Kedua, siswa takut dan tidak siap mendapat nilai rendah. Sistem
pendidikan di Indonesia yang secara kognitif memberikan nilai rendah jika siswa
gagal dalam ujian. Namun siswa lupa bahwa guru (dan berdasarkan kurikulum)
bahwa bukan hanya faktor kogitif saja yang menjadi nilai siswa. Akan tetapi ada
psikomotorik dan kemampuan. Apalagi dengan adanya kurikulum 2013 yang semakin
bagus dalam memberikan porsi kemampuan siswa, maka nilai tes tertulis UH yang
rendah bukan menjadi satu-satunya nilai untuk siswa.
Selain itu, perlu dipahami oleh siswa (dan guru) bahwa hasil tes tertulis
(kognitif) bukan faktor terpenting yang harus dikuasai oleh siswa. Guru pun
harus memberikan pemahaman ini kepada siswa. Bahwa, ada yang lebih penting dari
sekedar nilai atau angka-angka yaitu attitude atau akhlak. Di Indonesia tidak
terhitung jumlah orang pintar, tapi masih minim orang yang benar. Sarjana
jumlahnya jutaan, tapi kenapa Indonesia masih terpuruk dalam semua bidang
kehidupan? Salah satunya karena faktor attitude atau akhlak yang masih kurang.
Ketiga, faktor guru. Guru terkadang masih kurang memberikan penghargaan
kepada siswa baik yang mendapat nilai rendah maupun tinggi. Hanya melihat pada
hasil. Padahal proses adalah hal yang juga penting. Misalnya pada soal UH
essei, ada jawaban akhir siswa yang tidak benar, lantas diberi nilai 0 (nol).
Seharusnya guru memberikan nilai atas proses yang mereka lakukan. Maka,
walaupun jawaban akhir atau hasilnya tidak benar, guru tetap memberikan nilai
atas jawaban mereka. Guru menekankan dan menjamin kepada siswa bahwa jika pun
jawaban mereka salah, ada ‘upah’ atas pekerjaan mereka. Dengan demikian, siswa
akan yakin dia tidak akan mendapatkan nilai 0 (nol). Selama ada proses yang
dikerjakannya.
Saya berulangkali di depan kelas mengatakan pada siswa bahwa mereka
jangan pernah takut dengan UH. Hadapi UH sebagai latihan memperdalam materi
yang selama ini di dapat. Juga saya selalu ingatkan asal tidak dikosongkan,
mereka pasti dapat nilai. Nilai ‘upah’, begitu biasa disebut. Malah siswa pun
ada yang bertanya, ‘Kalau nggak selesai gimana pak?’ “Yang pasti ada nilainya,,
lah..’ jawab saya.
Rangkasbitung,
12 November 2014
Post a Comment for "Kenapa Siswa Takut Ulangan Harian?"
Kata Pengunjung: